Mohon tunggu...
Hendrie Santio
Hendrie Santio Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Serabutan

Seorang Serabutan yang mencoba memaknai hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kampanye Hitam dan Fenomena "Relawan Kamikaze"

11 Maret 2019   18:10 Diperbarui: 11 Maret 2019   18:55 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampanye sesungguhnya adalah sarana kandidat untuk memperkenalkan dirinya dan program bawaannya dalam penyelenggaraan pemilihan umum menurut azas demokrasi.

Tiap-tiap kandidat dipersilahkan untuk mencari metode dan strategi yang menurutnya teramat baik untuk meyakinkan calon pemilih agar dapat memilih mereka. Karena sifat demokrasi sangat mengedepankan nilai komunalitas, maka tak jarang tiap-tiap kandidat melibatkan individu-individu lain atau beberapa kelompok yang sepaham dalam hal ideologis dan nilai untuk membantu mereka dalam proses kampanye.

Begitupun dengan pemilihan umum yang dilaksanakan di Indonesia di mana tiap-tiap kandidat pemegang kekuasaan yang dipilih konstituen masing-masing memiliki tim sukses dan tentu saja relawan.

Fenomena pergerakan relawan menjadi unik karena bukan saja ia tidak selalu terikat oleh struktur tim sukses yang langsung bertanggung jawab kepada kandidat namun juga memiliki kebebasan dalam menentukan metode apa yang akan dikemukakan dalam masyarakat untuk melakukan persuasi kepada calon pemilih.

Pada titik inilah citra demokrasi dari suatu negara penyelenggara pemilihan umum akan diuji yaitu bagaimana narasi-narasi yang dibangun oleh relawan-relawan yang sifatnya terlokalisir apakah mengedepankan etika sosial dan hukum atau menggunakan cara-cara yang destruktif seperti isu-isu SARA atau fitnah (Dialektika Relasional Kampanye oleh Gun Gun Heryanto, Harian Kompas 16 Oktober 2018).

Mengacu kepada narasi ini, kita mendapati fakta bahwa narasi-narasi yang dikembangkan oleh para relawan dari masing-masing kandidat ternyata tidak sepenuhnya bebas dari isu-isu primordial yang jorok dan tidak mendidik proses berdemokrasi kita alias kampanye hitam.

Contoh termuktahir dari penggunaan kampanye hitam ini adalah keterlibatan Ibu-Ibu atau emak-emak relawan tim 02 di Karawang yang berkampanye tentang larangan azan dan legalisasi pernikahan LGBT serta hoax penghapusan ajaran agama oleh seorang Ibu di daerah Sulawesi Selatan

"Relawan Kamikaze"

Kampanye hitam memang merupakan sebuah sisi gelap dari demokrasi yang mengedepankan kebebasan berpendapat. Penggunaan kampanye hitam pada dasarnya adalah melanggar hukum positif dan otomatis membawa konsekuensi hukum bagi para pelaku kampanye hitam tersebut.

Di Indonesia, penggunaan kampanye hitam termasuk ke dalam pelanggaran hukum yang termaktub ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 390 dan Undang-undang ITE yang dianggap kontroversial. Namun hukum pidana positif ternyata bukanlah pintu akhir bagi kampanye hitam, temuan kampanye hitam yang dilakukan oleh para relawan ibu-ibu tersebut tidak dapat dicegah dengan hukum positif.

Situasi inilah yang melahirkan istilah fenomena "relawan kamikaze" yang merupakan ameliorasi atau penghalusan makna dari pasukan (relawan) yang berani mati demi tercapainya tujuan (kemenangan kandidat yang diusung). Kamikaze sendiri yang bermakna literal angin dari dewa ini merupakan istilah yang dipopulerkan oleh pasukan imperial Jepang pada perang dunia untuk menamai pasukan angkatan udara untuk melakukan serangan bunuh diri terhadap lawan pada masa masa akhir perang dunia kedua.

Kalau pada masa perang dunia kedua keberanian mati para pasukan Jepang ini adalah mati secara harafiah maka berani mati pada masa kampanye ini maksudnya adalah berani masuk penjara kira-kira seperti itu. Kembali ke soal fenomena relawan, sebagai eksekutor kampanye yang tidak begitu dekat dengan lingkaran kandidat dan konsekuensinya adalah tidak mendapat kompensasi sebagai imbal dari kerelawanannya tersebut, faktor motivasi fanatisme menjadi lebih kentara.

Bangkitnya populisme agama yang coba digunakan oleh salah satu kandidat ditambah produk hukum (ius electionis) yang turut menyemai polarisasi serta konflik-konflik kepentingan di masa lampau turut menyumbang motivasi fanatisme yang melahirkan fenomena relawan nirlogis ini, dimana partisipasi demokrasi tidak lagi serta merta untuk membawa kebaikan bagi negeri (political benevolence) namun hanya sekedar pemuasan ego sektoral.

Hal ini dapat direfleksikan bahwa upaya kampanye hitam secara sengaja ini akibat ketidaksukaan berlebihan terhadap rival kandidatnya atau lebih bahaya lagi, melakukan kampanye hitam dianggap sebagai jalan mulia.

Kemunculan relawan berani mati ini juga serta merta turut mempengaruhi kualitas demokrasi ideal yang terakomodasi dalam penegakan hukum, namun suka tidak suka lanskap politik selalu lebih mengendalikan hukum betatapun bagaimana model pemisahan kekuasaan dalam demokrasi.

Hal ini yang menimbulkan konsekuensi lanjutan yaitu delegitimasi perangkat negara sebagai contoh penangkapan masif kepada para pelaku pidana dalam konteks kontestasi politik dapat menimbbulkan efek domino berupa distorsi persepsi bagi perangkat negara oleh masyarakat, misalnya seperti tuduhan KPU curang atau polisi menjadi tongkat pemukul pemerintah.

Tantangan Bagi Pemilu yang Damai

Hari-hari kampanye pemilihan presiden tidak dilalui tanpa adanya kegaduhan dan saling lempar fitnah di akar rumput plus politisasi agama berupa adu kuat dukungan tokoh agama (ulama), atau latar belakang kesalehan kandidat yang tidak berkorelasi langsung dengan kemampuan memimpin negara.

Kemunculan fenomena relawan berani mati ini turut memperkeruh harapan kita menuju pemilu yang damai atau lebih berat lagi, pemimpin yang terlegitimasi secara layak. Perilaku elite yang tidak mengedepankan kepentingan bangsa telah mendorong sekelompok orang menjadi aktor politik yang destruktif bagi kemaslahatan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun