Mohon tunggu...
Aosin Suwadi
Aosin Suwadi Mohon Tunggu... -

Menjajal melintas Rimba Raya Dunia Maya, dari sebuah SMA Negeri 6 di Banten

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Cinta Primitif

5 Januari 2015   23:30 Diperbarui: 4 April 2017   17:53 14504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kisah Cinta Primitif

Karya: Aosin Suwadi

Cerita ini disajikan hanya untuk Anda yang berusia 21 tahun ke atas. Jika usia Anda 21 tahun kurang satu jam, mohon untuk sabar menunggu satu jam lagi. Jadi mohon maaf kepada Anda yang usianya di bawah 21 tahun, cukup membaca sampai di sini saja, stooop!!!!

Disuatu tempat antah berantah (tapi sepertinya di Indonesia) tinggallah seorang gadis muda bersama kakek dan neneknya. Latar belakang kehidupan sosial, ekonomi, dan pendidikan masyarakat di situ tergolong terbelakang, bahkan hampir bisa dikatakan primitif. Kehidupan keluarga si kakek tergolong sangat miskin, dan semuanya tidak ada yang tersentuh oleh pendidikan, SD sekalipun. Pada suatu hari sang kakek kedatangan seorang pemuda, yang juga orang miskin dan buta huruf, bermaksud ingin melamar si gadis muda yang baru merumur 11 tahun. Pembicaraan mereka sama sekali tidak meperlihatkan tata krama terutama dari tutur bahasanya (jika disaksikan oleh orang berpendidikan). Akan tetapi karena baik tamu mau pun tuan rumah kedua belah pihak sama-sama buta huruf, maka mereka tidak merasakan ada kejanggalan.

Dua minggu kemudian mereka telah dinikahkan, dengan upacara yang saaaangat sederhana ala primitif. Tapi walaupun begitu, rukun nikahnya lengkap sesuai dengan ketentuan akad nikah. Upacara pernikahan dipimpin oleh kasepuhan di kampung itu yang juga buta huruf, tapi memiliki pengetahuan dalam bidang agama. Dua minggu kemudian setelah mereka puas berbulan madu, sang suami minta izin kepada istri dan kakeknya, untuk pergi merantau ke pulau seberang. Di sana dia akan bertani dengan membuka lahan di tanah tak bertuan. Dalam hayalannya, lima tahun kemudian dia akan pulang membawa hasilnya usaha untuk dipersembahkan kepada istrinya. “Terus Indun gimana kak, tidurnya dengan siapa? Kan dingin!” Kata Indun kepada suaminya dengan bahasa yang sangat lugu. “Kalau dingin pake selimut yang tebal”. Jawab Juhri dengan polos pula. “Kalau kamu punya niat untuk usaha, kakek hanya sambung doa saja, semoga usahamu berhasil” Jawab kakek ketika Juhri meminta izin.

Tiga bulan telah berlalu, Juhri bekerja di pulau seberang. Sementara keluarganya di rumah mengalami kejadian yang “misteri”. Istri kakek Kamid, nenek Samah, usianya sudah 75 tahun bakan sudah jompo dan pikun. Sementara Kakek Kamid memang usianya hampir 80 tahun, tapi fisiknya masih kuat bertani. Dan secara biologis kakek Kamid masih produktif. Pada suatu malam Indun curhat kepada kakeknya. “Kek, gimana nih tiap hari Indun mual-mual terus” Kata Indun. “Ga usah khawatir Dun, namanya juga lagi hamil. Orang hamil muda memang biasanya begitu” Kakek Kamid menjelaskan. “Terus gimana kek, kandungan Indun?” Tanya Indun penasaran. “Ya ga apa-apa, yang penting tiap malam dikeloni” Jawab kakek polos. “Terus gimana, kan suami Indun ga ada di rumah!” Tanya Indun bingung. “Ga usah takut, mulai nanti malam kakek yang akan mengelonimu menggantikan si Juhri !!” Jawab si kakek tanpa ada rasa malu. “Kalau ga dikeloni gimana kek?” Tanya Indun. “Ga bisa Dun, nanti anakmu ga ada matanya! Kamu mau anakmu ga punya mata?” tanya kakek. “Ya engga lah kek!!!” Indun menuruti keinginan si kakek. “Ya udah mula malam ini Indun tidur dengan kakek”. Kata kakek dengan ekspresi senang.

Keesoka harinya Indun memohon kepada kakeknya agar tidak tidur bersamanya. “Kek malam ini kakek ga usah tidur dengan Indun yah, kan anak Indun udah dibuatkan mata!” Indu memohon. “Kan baru satu mata, emang mau Indun punya anak bermata satu?” Indun menuruti keinginan kakeknya. Untuk besok malam, sang kakek telah menyusun rencana untuk membuatkan telinga anak dari cucunya. “Dun, malam ini kakek mau mtelinga anakmu!” Indun menuruti saja. Begitu dan terus begitu, si kakek menyusun rencana agar tiap malam terus tidur dengan cucunya. Sampai akhirnya ketika kandungan Indun genap 9 bulan sang kakek kehbisan akal, karena semua anggota tubuh jabang bayi telah lengkap semua.

Kakek Kamid ini rupanya hiper sex. Usia si jabangbayi baru 3 minggu, si kakek sudah sibuk mencari alasan agar bisa tidur dengan cucunya Indun. Genap 40 hari usia si jabang bayi, si kakek berniat mau tidur bersama Indun. “Kalau usia bayi sudah 40 hari, suamimu harus menidurimu, kalau tidak, akan berbahaya untuk anak keduamu nanti. Jadi kalau habis melahirkan sudah 40 hari wajib harus tidur dengan suami, dan bukan hanya tidur!!!” Modus si kakek. “Terus......?” Tanya Indun. “ Ya tidur dengan kakek lah!” Begitulah mudus si kakek, tak habis-habisnya, hingga pada suatu hari suami Indun pulang membawa hasil usaha selama lima tahun. Juhri sangat senang bertemu dengan istri dan anaknya yang telah berusia 5 tahun.

Sebagaimana layaknya seorang suami yang lama tidak bertemu dengan istrinya, malam itu mereka melakukan bulan madu kedua.Juhri merasa sangat senang dan bahagia. Sementara Indun merasa tidak enak, karena nalurinya merasa telah menyelingkuhi suaminya. Perasaan Indun terbaca oleh suaminya. “Ada apa Dun, kok seperti yang gelisah!” tanya Juhri lembut. “Begini kak, selama kaka tidak ada di rumah, tiap malam Indun tidur dengan kakek”. Indun terus terang. “Kok bisa begitu, maksudnya apa katanya?” Tanya Juhri penasaran. “Kata kakek, kalau seorang istri sedang hamil tidak ditiduri, nanti anaknya tidak punya mata, hidung tangan dan lain-lainnya”. Jawab Indun. “Ooooooo begitu!!!!!” Kata Juhri dengan suara keras, sampai-sampai Indun kaget bukan kepalang.

Tengah malam itu juga Juhri loncat mau menemui kakeknya yang tidur di dapur. Tapi karena si kakek dari tadi telah menduga akan deikejar menantunya, dia telah lari lebih dahulu memasuki hutan di belakan rumahnya. Juhri terus mengejar, sambil memanggil-manggil kakeknya. Tapi si kakek tidak menyahutnya. Juhri terus mencari ke tengah hutan, sampai di pinggir kali. Beberapa lama Juhri duduk di pinggir kali sambil bertanya dalam hatinya. “Ke mana si kakek yah, kenapa dia lari? Atau jangan-jangan terjerumus di kali ini! Atau.... dimangsa harimau! Tapibiar aja lah yang penting aku senang, karena kakek telah membantu menyelamatkan anak saya untuk melengkapi anggota tubuhnya. Tapi ...... saya penasaran ingin mengucapkan terima kasih langsung kepada kakek".

Demikian tulisan ini saya publikasikan semoga bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih atas apresiasinya, dan jika berkenan mohon tinggalkan komentar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun