Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mas Nadiem, Hapus Kegamangan Kami terhadap Biaya UKT

4 Juni 2020   22:00 Diperbarui: 4 Juni 2020   21:57 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya adalah orang tua siswi yang tahun ini lulus dari SMA dan akan memasuki jenjang pendidikan tinggi. Ada sedikit kegamangan di hati ketika mendengar atau membaca istilah UKT, uang kuliah tunggal. 

Sebagai orang tua tentu menginginkan putra-putrinya mendapatkan tempat pendidikan yang baik. Namun, bukan berarti harus ditempuh dengan biaya mahal. Terlebih untuk jenjang pendidikan tinggi. 

Lamanya waktu pendidikan dan banyaknya kebutuhan lain sebagai penunjang studi, jelas membutuhkan biaya yang tak sedikit pula. Terlebih bagi yang jauh dari rumah dan harus mencari pemondokan atau kos-kosan. 

Bagi calon mahasiswa yang orang tuanya berkecukupan tentu hal itu bukan masalah, ada biaya yang sewaktu-waktu bisa dikeluarkan. Namun, bagi mahasiswa yang ekonomi orang tuanya pas-pasan tentu akan menjadi masalah utama yang harus dipikirkan sebelumnya.  

Mengenai UKT, beberapa teman putri saya sudah diterima masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur SNMPTN.  Orang  tuanya pasti bangga, putra-putrinya diterima masuk di PTN yang jadi harapan. 

Namun, ketika penentuan besarnya nilai UKT keluar, tak sedikit orang tua berkeluh kesah. Menjadi sebuah dilema, antara keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi putra tercinta, dengan biaya yang tinggi untuk kampus negeri pilihan. 

Besarnya nilai UKT memang disesuaikan dengan penghasilan orang tua. Hal ini dimaksudkan dan diharapkan bisa membantu bagi masyarakat berpenghasilan rendah juga mempunyai kesempatan untuk menyekolahkan putra mereka ke kampus yang sama, dalam hal ini PTN. 

Perbedaan nilai inilah yang justru menjadi tanda tanya. Si A mendapat UKT sekian, dan Si B lebih tinggi sekian. Bisa jadi mahasiswa tersebut dari SMA yang sama dan diterima di kampus yang sama juga, tetapi biaya UKT-nya berbeda. 

Timbul kegamangan bagi calon mahasiswa lain (seperti putri saya) yang akan masuk kampus tersebut, atau teman satu SMA misalnya. Tidak menutup kemungkinan ia juga akan mendapat UKT yang sama, meskipun penghasilan orang tua berbeda. 

Jika saja nilai itu masih bisa diusahakan lebih rendah, tentu banyak yang akan menggunakan kebijakan itu. Tentu harus dibarengi dengan informasi yang tepat agar calon mahasiswa mengetahui haknya. 

Gambarannya begini; 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun