Mohon tunggu...
Khairul Anwar
Khairul Anwar Mohon Tunggu... Human Resources - Learning and Development Specialist

Blog ini sarana latihan semata, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Edukasi atau Eksistensi?

13 Februari 2017   20:19 Diperbarui: 13 Februari 2017   20:53 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tripmondo.com

Bila rata-rata waktu bekerja orang 8 jam sehari, maka bila dikalikan semingu berarti 56 jam. Mahasiswa maksimal mengambil 24 SKS, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1 SKS dihitung 50 menit, total 1200 menit. Jadi mahasiswa UIN Jakarta maksimal kuliah 20 jam perminggu. Total waktu dalam seminggu adalah 168 jam.

Dengan asumsi itu, berarti waktu belajar mahasiswa dikampus kurang dari setengahnya  waktu orang bekerja. Begitu banyak waktu luang yang dimiliki mahasiswa. Ini belum dihitung waktu efektif diluar jam kerja seperti waktu luang dirumah dan waktu luang akhir pekan. Lalu bagaimana sisa waktu itu dihabiskan?

Kebanyakan mahasiswa akan menjawab bahwa waktu luangnya diluar kuliah dihabiskan untuk mengikuti kegiatan organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Tapi yang ‘kuliah-pulang kuliah-pulang (Kupu-kupu)’ lebih banyak daripada mahasiswa yang ‘kuliah-rapat kuliah-rapat (Kura-kura)’.

Salah satu petuah dosen yang sangat saya ingat adalah, “Jika Anda ingin sukses di suatu bidang, maka 50% waktu Anda harus Anda habiskan dibidang itu. Jika Anda ingin jadi akuntan, 50% waktu Anda harus dihabiskan di dunia akuntansi. Jika Anda ingin jadi fotografer, maka 50% waktu Anda harus Anda habiskan di dunia fotografi. Jika Anda ingin menjadi jurnalis, maka 50% waktu Anda harus anda habiskan di dunia jurnalistik.”

Namun petuah itu dirasa masih sangat berat,  sebagian besar waktu mahasiswa dihabiskan untuk nongkrong, mengobrol, chatting, atau main game. Sangat sedikit mahasiswa yang menggunakan 50% waktunya untuk mengembangkan skillyang mereka butuhkan jika mereka ingin sukses disuatu bidang.

Ketika mendengar petuah itu, hampir semua mahasiswa terpana. Bukan kagum atau terinspirasi, tetapi merasa ‘gue salah jurusan.’Untuk kuliah saja yang menghabiskan hanya sedikit waktu, mahasiswa masih melakukannya dengan setengah hati, apalagi kalau dosennya tidak disukai, bisa jadi kuliah karena terpaksa. Tugas kuliah pun, jika tidak mendekati deadline, enggan sekali untuk mengerjakannya. Kualitasnya pun seadanya, hanya menggugurkan kewajiban.

Sadar dengan respon mahasiswa itu, sang dosen melanjutkan petuahnya. “Jika Anda merasa salah jurusan, Anda harus menyiapkan skilllain yang bisa menyelamatkan Anda setelah lulus kuliah. Seperti jika Anda kapal besar Anda terombang-ambing dilautan, maka Anda harus menyiapkan sekoci yang bisa menyelamatkan Anda dari ganasnya lautan.”

Ungkapan ‘semakin lama kita kuliah, semakin sadar bahwa kita salah jurusan’nampaknya benar. Mahasiswa yang sudah kuliah saparuh jalan -semester 5 keatas- masih belum yakin dengan skillyang mereka miliki. Pindah jurusan? Usia sudah terlalu tua untuk memulai kuliah dari awal. Bertahan? Terlalu berat belajar untuk hal yang tidak kita sukai.

Edukasi atau Eksistensi?

Kurangnya waktu mahasiswa untuk mendalami dunia edukasinya membawa konsekuensi memudarnya budaya intelektual. Mahasiswa lebih mementingkan eksistensinya di dunia maya atau pun di pergaulan sehari-hari. Rata-rata mahasiswa memiliki lebih dari 5 akun media sosial, seperti BBM, whatsapp, line, instagram, twitter, facebook, snapchat, path, dan youtube.

Mahasiswa ingin selalu up datedi media sosial untuk memenuhi kepuasan eksistensi dirinya. Tidak ingin ketinggalan informasi yang sedang viral dan selalu ingin menampilkan diri di media sosial setiap saat. Ironisnya, informasi yang mereka dapatkan seringkali bukanlah informasi yang menjadi kebutuhan edukasi mahasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun