Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buang Sampah Seenaknya: Bebas Banjir 2021 Hanya Wacana

12 Januari 2021   23:33 Diperbarui: 12 Januari 2021   23:37 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasan tentang banjir memang tidak ada habisnya. Alasan macam-macam untuk mendukung terjadinya banjir bermunculan dari segala sisi. Narasi banjir tercipta karena alami perubahan iklim, bendungan jebol, kesalahan Pemerintah, sampai azab juga tak ketinggalan. Berlanjut dengan ada misi bahwa manusia harus hadir dalam penyelamatan bumi. Hal-hal tersebut seolah menampar fakta tentang realita yang tersembunyi. Manusia bukanlah pahlawan dengan membawa misi penyelamatan, manusia adalah biang yang berperan dalam setiap drama perusakan lingkungan.

Memang, faktor penyebab banjir dan penanganannya beragam. Akan tetapi, isu tentang "sampah" merupakan salah satu hal yang kerap dibawa-bawa ketika banjir melanda. Katanya, perlu ada "kerja sama" antara Pemerintah dan masyarakat dalam penanganan sampah. Bahasan ini belum mengarah pada sistem penanganan sampah, bahasan ini adalah menyoal kebiasaan.

Gaungan "buang sampah pada tempatnya" sudah sejak kecil ditanamkan, bahkan di kemasan jajanan ada label ajakan membuang sampah pada tempatnya. Namun, kenapa, ya, kita susah menerapkan itu? Ketika di rumah, tisu sisa dibiarkan bergeletak di meja, banyak kertas sisa di laci belajar, pegunungan penuh bungkus mi instan, dan masih banyak lagi. Sepertinya, kita begitu benci dengan sampah, sampai-sampai tak mau begitu dekat dan melakukan tradisi buang-buang yang salah tempat.

Peristiwa membuang sampah yang salah tempat tersebut merupakan cerminan bahwa kita belum sebegitunya bisa membedakan antara ranah privasi dan umum. Jika seseorang ingin bernyanyi di dalam rumahnya dengan nada-nada fals juga bukan merupakan masalah atau juri Idol harus memberikan komentar. Artinya, ya, terserah karena ranahnya privasi. Namun, jika ternyata orang tersebut bernyanyi sampai terdengar dan mengganggu, nah sudah lain cerita. Maka dari itu, dibutuhkan aturan bersama agar hak individu tetap terpenuhi tanpa merugikan hak orang lain.

Intinya, ranah privasi adalah zona dengan otonomi pada dirinya sendiri. Maksudnya adalah adanya kebebasan dalam diri yang tidak menerobos kebebasan orang lain. Sementara, ranah umum adalah zona yang di dalamnya ada aturan bersama yang harus penuhi. Nah, penerapa ranah privasi kita gimana nih? Jangan sampai bercuit bebas bebas aja tanpa tahu dampaknya.

Dengan demikian, pernyataan "Terserah guelah, sampah-sampah gue" bisa dibalas dengan "Ya buang aja di kamarmu sendiri". 

Keabu-abuan pemahaman tentang ranah privasi inilah yang akhirnya menimbulkan banyak bias dalam berbagai konteks permasalahan di sini. Selain kurangnya pemahaman tadi, sikap saling bergantung dan merespons perubahan juga merupakan permasalahan dalam kurangnya pembiasaan membuang sampah pada tempatnya. Misalnya, ketika di restoran cepat saji, seseorang yang membuang sampah makanannya sendiri (tanpa bantuan pihak restoran) akan dipandang aneh dengan alasan bukan kewajiban pelanggan.

Apakah seseorang yang membuang sampahnya sendiri merupakan kesalahan sampai perlu ditentang? Hal yang dilakukan orang tersebut dengan membuang sampahnya sendiri merupakan ranah privasinya. Pemikirannya sendiri yang mengarahkannya untuk membuang tanpa perlu meminta bantuan. Maka, tindakan orang-orang yang kaget dengan perubahan, bahkan melakukan pelarangan bisa dikategorikan sebagai kesalahan.

Selain belum terwujudnya kesepahaman yang sama mengenai ranah privasi dan umum, alasan selanjutnya kebiasaan membuang sampah sembarangan sulit dhilangkan adalah kurangnya kekritisan berpikir. Hal inilah yang membentuk keputusan moral pada diri, misalnya menjadi lebih egois. Jika seseorang mengetahui sebab-akibat dari tingkah lakunya, tidak mungkin seseorang membuang sampah di atas tutup tempat sampah, membuang sampah di sungai, membuang sisa rokok di jalan, dan lain sebagainya. Bukan kita tidak bisa, kita hanya tidak mau berpikir dan menjadi lebih dewasa.

Banjir 2021 mungkin masih terjadi, terlebih jika curah hujan tinggi. Kita tidak bisa berharap terus pada "hati-hati" atau menyalahkan sana-sini. Mari, kita bersama pahami esensi ranah privasi yangm ana kebebasan diri bukan digunakan untuk mencurangi. Selain itu, jangan malas untuk berpikr bahwa ada alasan dalam tindakan supaya tidak hanya melakukan "buang dan buang" padahal masih sembarangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun