Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Gaji Timpang, Istri Mendominasi, dan Suami Insecure, Apa Penyebabnya?

29 Desember 2020   14:56 Diperbarui: 29 Desember 2020   21:26 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi istri pekerja. (sumber: thinkstock via kompas.com)

Perbedaan nominal penghasilan antara suami dan istri nyatanya masih menjadi ketakutan bagi sebagian orang. Bahkan, perbedaan tersebut gencar beredar hingga menyulut ketakutan yang tidak hanya dirasakan perempuan, tetapi juga laki-laki. 

Bagi perempuan, tentu saja ketakutan bahwa karier akan menghambat hubungan percintaannya. Sementara itu, bagi laki-laki, kecenderungan menghindari perempuan yang berkarier dirasa menjadi jalan terbaik untuk meneruskan hidup. 

Asumsi tersebut terus hidup dalam masyarakat hingga muncul penilaian bahwa jika istri memperoleh penghasilan yang lebih besar maka dikhawatirkan rasa menghargainya kepada suami akan merosot.

Sebenarnya, pembicaraan mengenai ketimpangan gaji, relasi kuasa, ketakutan atau rasa tidak nyaman adalah menyoal manusia secara umum. 

Insting manusia sebagai Homo sapiens adalah bertahan hidup. Spesies seperti kita masih bertahan sampai saat ini dengan mengalami perkembangan dan seleksi alam yang luar biasa.

Dahulu kala, Sapiens jantan memang memiliki tugas mencari makanan dengan perburuan dan lain sebagainya. Sementara, Sapiens betina mengandung, merawat dan menjaga anak-anak. 

Hal tersebut tentu saja didorong oleh fakta bahwa hanya betina saja yang memiliki rahim dan laki-laki tidak sehingga konsekuensinya adalah fokus pencarian asupan makanan terletak pada peran Sapiens jantan. Dalam jangka waktu yang sangat lama, peran tersebut terus dilakukan dengan tujuan adanya reproduksi atau menghasilkan individu baru.

Namun, tentu saja, keadaan sekitar saat Sapiens zaman perburuan dengan sekarang mengalami perbedaan. Jika dahulu kala, manusia terkena wabah maka solusi terbaik yang ditawarkan adalah berdoa karena memang tidak ada peralatan medis, sekolah kedokteran, atau pengetahuan yang mumpuni. 

Solusi tersebut tentu tidak serta merta dapat diterapkan ketika manusia terserang wabah pada zaman sekarang ini. Tersedianya peralatan medis, sekolah kedokterean, dan pengetahuan yang mumpuni membuat orang-orang semakin berpikir cara paling efektif untuk bertahan hidup.

Pembakuan peran Sapiens jantan dan betina tidak dapat terus diterapkan saat ini karena adanya perubahan. Dahulu kala, tidak ada yang namanya baby sitter, asisten rumah tangga, kebutuhan anak-anak bersekolah, dan lain-lain. Nah, perubahan seperti ini yang memang belum bisa diterima banyak orang. 

Alasan utamanya adalah adanya narasi bersama. Narasi ini bersifat intersubjective reality. Misalnya, dalam kasus permitosan di Indonesia. Ketika malam satu Suro terjadi, ada masyarakat yang memercayai bahwa segala bentuk kegiatan besar, seperti hajatan, tidak boleh dilaksanakan karena akan tertimpa kesialan yang berujung kematian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun