Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lagaknya "Mengglorifikasi" Kartini, Ihwal "Perempuan" Masih Dipertanyakan

25 Maret 2020   07:24 Diperbarui: 25 Maret 2020   11:30 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Percuma Mbak kalo dulu udah pernah diperawanin."

Selain tidak boleh cerdas, standar kecantikan perempuan di mata seorang pria tersebut adalah ihwal perawan. Padahal, jika dibahas lebih panjang, histori seorang perempuan perawan atau tidak berbeda-beda dan sudah selayaknya hal tersebut bukan menjadi alat ukur kadar kecantikan atau standardisasi terhadap perempuan.

Melontarkan komentar tanpa filter yang dapat membuat perempuan terganggu, baik sosial maupun psikis, seharusnya disetop, terlebih menyangkut hal privat seperti keperawanan. Lagi-lagi, perempuan yang didiagnosis tidak perawan lagi dengan keadaan tertentu membuatnya merasa terganggu karena ada stigma yang melabeli mereka.

Selanjutnya, ingat dengan kasus Tara Basro yang menggunggah foto dengan konteks self love yang penuh pro-kontra karena dinila vulgar? Ada pula cuitan seorang perempuan dengan nama Dukung RUU Ketahanan Keluarga yang menyampaikan hal seperti ini.

"Bela teroooooos... Perempuan mau bugil selalu benaaaaarrrr, mau mengganggu pandangan laki-laki ya terserah hahahahahaha..."

Melalui komentar yang penuh ironi di atas diketahui standardisasi lainnya tentang perempuan, yakni menutup tubuh dengan tujuan agar tidak mengganggu pandangan laki-laki. Tentu saja hal tersebut salah luar biasa besar, ya! Jika dapat dianalogikan akan tampak seperti ini.

Tulisan "Harap Tenang, Jangan Berisik" di perpustakaan adalah anjuran yang tepat. Namun, jika tulisan tersebut tertempel di meja sebuah bar/ diskotek, akan jadi hal aneh. 

Begitu pun memakai bikini akan tampak biasa dan aneh jika memakainya dalam acara rapat formal. Artinya, segala sesuatu tidak bisa diartikan secara pisah terpisah karena segalanya butuh konteks yang mendukung sehingga semuanya tersambung. 

Foto Tara Basro bugil tanpa memperlihatkan organ intim disertai dengan caption tertentu adalah cara mengampanyekan self love ala Tara, bukan personal tertentu. Jadi, jangan bumbungkan pendapat egomu seakan seluruh dunia setuju.

Selain itu, dalam komentar tersebut juga disinggung soal "mengganggu pandangan pria". Perempuan selalu diberikan cekokan bahwa becermin harus didasarkan atas negasi pendapat laki-laki. Jika laki-laki sangat tergila-gila dengan warna kuning, perempuan harus memakai baju hijau. Jika laki-laki suka yang seksi, perempuan harus menutup tubuhnya. Sebaliknya, laki-laki tidak pernah disuguhkan untuk menjaga kelaminnya, membiasakan mata, mulut agar besikap baik terhadap perempuan.

Intinya, tidak ada kadar tertentu sebagai ukuran pasti yang dapat mengklasifikasi tentang perempuan karena semuanya memiliki jejak perjalanan dengan jalur yang berbeda-beda. Begitu pun cantik yang definisinya harus beragam dan tak boleh memaksa harus ini/ itu. Setiap orang memiliki otoritas dan tanggung jawab atas dirinya, ingat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun