Oleh : Anung Anindita
Seperti halnya hubungan percintaan, "diam/ senyap/ tidak bersuara" tidak dapat menyelesaikan konflik. Alih-alih menghindari sengketa dan tercipta perdamaian, justru hal tersebut dapat memicu percikan konflik yang lebih besar. Dampaknya, ada hal buruk yang terjadi dengan kuantitas yang lebih besar pula.Â
Sama halnya dengan penanganan virus Corona yang dilakukan Pemerintah baru-baru ini. Menciptakan Intelijen yang bergerak tanpa suara dalam menangani persebaran virus Corona dengan anggapan melemahkan kepanikan bukanlah solusi yang solutif.Â
Pencarian solusi solutif bagi Negara ini diakui masih jauh dari kata "dekat" antara masalah dan penyelesaiannya. Hal ini sepatutnya harus dievalasi dan masyarakat berhak ikut andil di dalamnya.
Dalam statement Presiden atas keterlibatan intelijen dalam penanganan kasus Corona, diketahui bahwa penanganan tanpa suara tersebut dilakukan dengan tujuan agara tidak menimbulkan kepanikan.Â
Namun, kira-kira apa yang kalian lakukan ketika menyadari bahwa di dekat kalian ada bahaya, tetapi kalian tidak mengetahui tepatnya di mana? Yang pasti adalah "panik"! Intinya, diam bukanlah tindakan tepat untuk menghindari kepanikan, justru sebaliknya.
Ingatkah pada kasus pasien positif  Corona di Solo yang meninggal dunia? Ada pula kasus pasien melarikan diri dari RS Persahabatan? Kedua kejadian tersebut tidak diberitakan pada saat keduanya terjadi. Untuk kasus di Solo, pemberitaan muncul dua hari setelahnya. Pasien meninggal diberitakan hari Jumat padahal meninggal hari Rabu.Â
Selajutnya, untuk pasien kabur dari RS dengan segala penyangkalan dan kronologinya baru diberitakan sepekan kemudian. Kenyataan ini tentu saja melanggar hak publik yang tertera dalam Pasal 154 Ayat 1 UU No. 36 Tahun 2009 (UU Kesehatan).Â
Jadi, sudah menjadi keharusan bahwa Pemerintah mengumumkan persebaran penyakit dengan potensi menular. Pemberitahuan daerah yang terkena atau sumber penularan menjadi penting untuk melindungi warga lainnya.
Kritik atas kinerja Pemerintah dalam penanganan virus Corona diharapkan dapat membenahi perspektif Pemerintah mengenai koordinasi penanganan virus ini. Yang perlu dipahami adalah "kepanikan" masyarakat tidak terjadi karena adanya fakta-fakta konkret yang disampaikan. Masyarakat tidak bisa lagi dibohongi dengan frasa-frasa lembut, seperti
"Indonesia negatif Corona"