Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku dan Hijab adalah Urusanku

14 Maret 2020   00:03 Diperbarui: 13 Maret 2020   23:57 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Anung Anindita

"Kamu lebih cantik pakai hijab."

"Kok hijabnya dilepas?"

"Hijabmu kurang panjang."

"Pakai hijab, tapi akhlaknya kok kaya begitu."

Saat ini, kenyataannya adalah banyak orang yang mempermasalahkan kebenaran berhijab sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Padahal, esensinya, berhijab adalah salah satu bentuk komunikasi umat dengan Tuhannya. Lantas, apakah yang tidak berhijab tidak melakukan komunikasi dengan Tuhan yang sama? Apa pun bentuk komunikasi antara manusia dan Tuhan, itu adalah hal privasi yang seharusnya tidak diikuti dengan campur tangan orang lain. Mengapa demikian? Berikut adalah beberapa alasan ihwal "hijab" tidak perlu diperkarakan antara satu manusia dan manusia lainnya.

1. Privasi

Perihal hijab sebagai topik pembicaraan untuk melakukan kegiatan nasihat agaknya harus hati-hati. Perkataan seperti "Kapan mau pakai jilbab sih?" tidak bisa begitu saja dapat diterima mitra tuturnya dengan kondisi baik-baik saja. Mungkin bisa, tetapi ada kemungkinan tidak bisanya juga. Artinya, faktor kedekatan dan pemahaman antara satu dan lainnya harus diperhatikan. Jika ingin memperbaiki segala sesuatu, mulailah dengan diri sendiri terlebih dahulu. Hal tersebut lebih memungkinkan banyak orang terinspirasi tanpa perlu lelah melakukan provokasi.

2. Dirimu Bukan Tuhan

Melakukan penghakiman atas segala sesuatu yang dilakukan seseorang berdasarkan keyakinan pribadi seharusnya tidak dilakukan. Menilai "apakah itu baik/ buruk", seperti melabeli "perempuan baik atau tidak" melalui panjang/ pendeknya hijab yang dipakai juga tidak perlu dilakukan. Hal tersebut dapat membuat siapa pun yang mendengarnya menjadi sakit hati. Terlebih, tidak ada yang mengetahui secara pasti mengenai proses seseorang mengenakan hijab dengan situasi dan kondisi tertentu. Jadi, berhati-hatilah dalam memberikan komentar atau penilaian.

3. Agama Berdiri dengan Toleransi

Seperti halnya wacana selalu membutuhkan konteks agar tidak rancu antara makna dan maksud, begitu pula agama. Semua hal terjadi karena suatu alasan. Misal, ada seseorang yang membuka jilbabnya dengan alasan tertentu, janganlah langsung memberikannya stigma sehingga orang itu merasa tidak nyaman dengan lingkungannya. Seperti yang sudah disampaikan di poin 1, buatlah dirimu menginspirasi tanpa menyakiti, melakukan provokasi, atau melakukan pelabelan sendiri terhdapat orang lain. Artinya, dibutuhkan sikap "biasa saja" yang sekarang ini susah dilakukan karena semua orang berlomba untuk berkomentar. Namun, sikap "biasa saja" bukan berarti tidak peduli atau tidak acuh. Biasa saja memiliki makna menerima perubahan orang lain tanpa menyakiti atau menjelekkan.

Bayangkan betapa banyak keindahan yang bisa sama-sama kita lihat jika kita bisa bijak menggunakan kata-kata yang terlontar hingga orang lain tidak lagi merasa terintimidasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun