Mohon tunggu...
anul kentung
anul kentung Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Perkembangan Industri Rekaman di Kota Malang dari Tahun 1970-2010

11 Juni 2018   17:04 Diperbarui: 11 Juni 2018   17:31 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di  era modern yang diiringi dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat di semua bidang salah satunya di bidang industri rekaman. Salah satunnya di kota Malang, dari tahun 1970 samapi tahun 2010 industri rekaman terus berkembang. Orang awam menganggap remeh industri rekaman, namun pada kenyataannya memiliki peran penting sebagai penyalur karya para musisi.

Selain Jakarta, Bandung dan Jogja, Malang adalah salah satu kota yang produktif menghasilkan musisi sejak tahun 70-an sampai sekarang. Kota malang dikenal selalu kritis terhadap musik dan tak heran selalu disegani oleh band luar karena penontonnya yang mengerti tentang musik dan tak segan menghakimi apakah band ini layak atau tidak. Namun industri musik di Kota Malang dari kurun waktu 1970-an-- 1990-an tidak seproduktif kota-kota lain di Indonesia.

Sebelum industri rekaman berkembang seperti saat ini, band-band malang merilis album mereka diluar kota, seperti bandung dan jakarta, dikarenakan pada masa itu cukup susah menemukan Record yang memiliki kualitas bagus di kota malang.

Dikarenakan tempat yang jauh dan biaya yang besar akhirnya label di kota Malang memilih merilis di Borneo Record, sebuah label sekaligus penggandaan kaset yang sudah berdiri sejak tahun 70-an, dari segi kualitas tidak kalah dengan label yang ada diluar kota. Borneo Record memberikan udara segar bagi band maupun label di kota malang, karena tidak perlu jauh-jauh ke luar kota untuk merilis atau penggandaan album.

Memasuki era millenium eksistensi rilisan fisik menurun drastis, faktor ini dipengaruhi oleh munculnya format digital yang dinilai lebih praktis, selain itu pola hidup masyarakat yang instan membuat rilisan fisik ditinggalkan.maka tak heran para pelaku label memilih gulung tikar karena sudah sepi pelanggan, tidak seperti saat zaman masih serba analog.

Untuk mengetahui bagaimana industri rekaman di kota malang akan dijelaskan di paragraf di bawah ini yang meliputi aspek: media rekam, panggung pertunjukan, pengaruh musik terhadap prilaku masyarakat.

Perkembangan Industri Rekaman Era 1970

Perkembangan industri rekaman di Kota Malang dipengaruhi oleh musik yang berkembang pada masanya.dilihat dari tahun 1970 Malang sempat di kenal sebagai kota rock, karena masyarakat yang fanatik dengan musik bergenre rock. Popularitas musik rock di Kota malang sendiri juga dipengaruhi oleh budaya barat yang sedang maraknya musik bergenre rock, beberapa band yang sedang naik daun pada saat itu adalah The Beatles, Led Zeppelin, The Rolling Stones dan lain-lain.

Dalam sejarah perkembangan musik di Indonesia, Kota Malang pernah melahirkan musisi-musisi maupun group-group band ternama. Terlebih ketika arek-arek Malang mulai meneriakkan lagu-lagu milik legenda musik rock dunia seperti The Rolling Stone, Led Zeppelin, Genesis, Deep Purple, dan lain sebagainya. Hal inilah yang membuat Kota Malang dikenal sebagai kota rock pada dekade 70-an hingga 90-an.

Memang tidak banyak group band bermunculan saat itu. Akan tetapi, group band yang muncul sudah mampu menaklukkan hati para pendengar, penikmat, penggemar dan pengamat musik di Indonesia. Yovi Ardivitiyanto (dalam jurnal Perkembangan Musik Rock Di Kota Malang Tahun 1970--2000-An)

Secara tidak langsung genre musik memberi pengaruh terhadap prilaku masyarakat. Di era 70-an kota Malang yang dikenal sebagai kota rock tentunya sudah tidak asing dengan aksi pertunjukan panggung dari band-band rock dan mampu memilah mana band yang layak dan tidak layak bahkan tidak segan melempari band yang sedang manggung apabila aksinya dianggap kurang memuaskan penonton. Hal ini membentuk karakter masyarakat yang kritis, berani dan selektif.

Dari musik yang berkembang di masyarakat, memberikan eksistensi bagi industri rekaman untuk menaungi band-band dalam mengeluarkan albumnya melalui rilisan fisik. Industri rekaman di kota Malang bisa dikatakan tidak seproduktif kota-kota lain seperti Jakarta dan Bandung. Media rekam yang digunakan para Label di Malang adalah Cassette dan ada sebagian yang masih menggunakan piringan hitam.

Perkembangan Industri Rekaman Era 1980-1990

Pada perkembangan selanjutnya, tepatnya pada dekade 1980-an, Genre musik rock masih populer bagi masyarakat kota malang dan di tahun ini merupakan puncak dari kejayaan musik rock di kota malang. Dikarenakan yang pada awalnya band-band di Malang dinanungi atau disponsori oleh perusahaan rokok sebagai strategi promosi, namun di tahun ini perusahan yang menaungi merubah strategi promosi, sehingga tidak banyak band yang merilis albumnya.

Menurut Wahyu dalam wawancara Yovi Ardivitiyanto, pertengahan tahun 1980-an dapat dikatakan sebagai era bersemainya musik rock di Kota Malang dalam panggung pertunjukan. Festival-festival musik rock bergengsi sering diselenggarakan di Kota Malang.

Dari beberapa festival yang bergengsi ini mucullah rockstarrockstar baru, tak terkecuali musisi rock yang berasal dari Malang seperti Elpamas (1984, 1985, dan 1986), Heart Breaker (1984, 1985), dan Genk Voice (1986). Di luar beberapa ajang festival musik rock yang diselenggarakan, muncul juga group band rock yang diperhitungkan namanya di kancah panggung pertunjukan lokal maupun nasional. Group band tersebut di antaranya adalah Q-Red, Bad Sessions, Darkness, dan Destop

Salah satu label yang muncul di era ini yaitu Confuse Records yang berdiri tahun 1996. Dipertengahan 90'an awal dari kebangkitan scene underground band lokal kota Malang. Semua genre tumbuh pesat diera tersebut, mulai dari punk, hardcore, thrash, black metal, death metal, grindcore.

Confuse Records lahir sebagai penampung karya lokal dengan dana swadaya antar band dan labe, awal tahun 2000 dimana dimana era digital menyerang dan menggeser analog dan Confuse Record memilih untuk vacum, dan pada tahun 2016 kembali bangkit dengan karya-karya barunya. Booklet Cassette Storeday ( 5 :2016)

Cara pendistribusian para pelaku record label di era 90-an yaitu dengan cara sistem trade antar label, berjualan di event musik, promosi melalui surat menyurat dengan media perangko. Sedangkan untuk media rekam Cassette merupakan media yang populer menggantikan piringan hitam.

Perkembangan Industri Rekaman Era 2000-2010

Memasuki era millenium, terjadi penyusutan di industri rekaman, sebagian memilih gulung tikar karena kurangnya minat masyarakat yang lebih memilih format digital karena dinilai lebih praktis.Tahun 2004-2008 merupakan masa kelam bagi industri rekaman di kota Malang, demikian juga dengan gigs yang pada tahun-tahun sebelumnya merupakan ajang yang selalu menarik minat masyarakat malah menyusut pada tahun tersebut.

Tahun 2008 menjadi awal bangkitnya kembali para penggelut dunia Record untuk tetap menjaga eksistensi karya musisi dalam bentuk fisik, meskipun minat masyarakat menikmati rilisan tidak sebanyak dulu. Muncul Label baru seperti Tarung Records, Anti Label Records, Pedasedap Records dan beberapa label lainnya yang memberikan angin segar bagi industri rekaman di kota Malang.

Bermula dari tahun 2008 perkembangan industri rekaman berkembang semakin signifikan dan muncul Label baru yaitu Rock N Terror Records, MatiKutu Records, Forget The Pain Inc.

Tahun 2013 untuk pertama kalinya event Cassette Store Day diselenggarakan dan malang tidak ketinggalan untuk merayakannya, ini menjadi ajang perkumpulan dari para pelaku Record label di Malang, selain untuk berdagang mereka juga bertujuan untuk mengenalkan karya dari band yang layak diperdengarkan. Acara ini memberikan atmosfir baru bagi kebangkitan industri rekaman di Malang. Booklet Cassette Store Day ( 2016 : 3).

Kesimpulan

Industri rekaman tidak bisa lepas dari sejarah perkembangan musik di kota Malang, , jika dilihat dari tahun 1970-2010 indutri rekaman di kota malang terus berkembang mengikuti zaman baik dari segi media rakam maupun teknik pemasaran. meskipun minat masyarakat akan rilisan fisik menurun di era digital seperti saat ini, tetapi bagi para pelaku industri rekaman bukan hanya sekedar mencari uang tetapi bagaimana mengenalkan karya anak bangsa kepada masyarakat. 

Daftar Pustaka

Ardivitiyanto, Yovi. Perkembangan Musik Rock Di Kota Malang Tahun 1970--2000-An: Kajian Globalisasi Dan Eksistensi Sosial-Budaya

Booklet Cassette Store Day 2016

Rez, Idhar. Indie Label

Sakrie, Denny. 100 Tahun Musik Indonesia. Gagas Media. 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun