Mohon tunggu...
Anugrah Roby Syahputra
Anugrah Roby Syahputra Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatera Utara. Menulis lepas di media massa. Bukunya antara lain Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Pegiat Forum Lingkar Pena. Penulis lepas. Buku a.l. Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Teladan Literasi dari Sang Buya

18 Februari 2019   12:14 Diperbarui: 18 Februari 2019   17:35 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya Hamka. Dok. Suara Merdeka


Siapa yang tak kenal dengan Buya Hamka? Rasanya semua mengenal sosok ulama kharismatik asal Sumatera Barat ini. Termasuk anak muda yang doyan berswafoto (selfie) dan saban hari aktif berkicau dan mengunggah foto di laman media sosial.

Setidaknya, mereka tahu bahwa beliau adalah penulis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk serta Di Bawah Lindungan Kabah yang telah diangkat ke layar lebar dibintangi selebritis idola mereka Herjunot Ali, Pevita Pearce, dan Laudya Cynthia Bella.

Ya, sosok bernama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah ini adalah salah satu putra terbaik yang dimiliki bangsa ini. Ia dikenal sebagai seorang ulama, sastrawan, wartawan dan aktivis kemerdekaan sekaligus.

Lelaki kelahiran Maninjau, Sumatera Barat seratus sebelah tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 17 Februari 1908 ini secara formal hanya mengeyam pendidikan Sekolah Desa. Itupun tidak selesai. Namun mengapa prestasinya membahana? Tak ayal lagi bahwa literasi adalah kuncinya.

Suami dari Siti Raham ini banyak menghabiskan waktunya belajar dengan membaca buku, serta belajar langsung kepada para cendekia. Irfan Hamka, putra kelimanya menuturkan dalam Ayah, Kisah Buya Hamka bahwa beliau adalah orang yang tekun membaca.

Setelah gurunya di Diniyah School Padangpanjang, Zainuddin Labay el Yunuy membuka bibliotek atau perpustakaan yang menyewakan buku, maka ia habiskan waktunya di sana. Di situlah ia melahap habis roman-roman terbitan Balai Pustaka. Lelaki yang oleh ayahnya dijuluki "Si Bujang Sauh" ini juga memamah buku-buku cerita asal Tiongkok serta karya terjemahan dari Bahasa Arab.

Bukan cuma itu, selesai membaca ia selalu menyalin versinya sendiri dari buku yang baru dimamah tersebut. Suatu ketika, Hamka juga pernah mengirimkan surat cinta kepada teman perempuannya berbekal saduran dari buku yang dipinjamnya.

Di lain waktu, ia menemukan akal saat tak lagi punya uang untuk menyewa buku. Ia menawarkan diri kepada percetakan milik Bagindo Sinaro, tempat koleksi buku diberi lapisan karton sebagai pelindung, untuk mempekerjakannya. Tugasnya membantu memotong karton, mengadon lem hingga  menyeduhkan kopi. Sebagai upahnya, ia meminta agar diperkenankan membaca koleksi buku yang akan disewakan.

Dalam waktu tiga jam sepulang dari Diniyah sebelum berangkat ke sekolah sore Thawalib, Hamka kecil mengatur waktunya agar leluasa membaca. Dengan hasil kerjanya yang rapi, ia diperbolehkan membawa buku baru yang belum diberi karton untuk dikerjakan di rumah. Ini adalah kesempatan baginya untuk membaca.

Namun, karena sering kedapatan membaca buku cerita, Haji Rasul ayahnya yang ulama besar itu dengan tegas menanyakan kepada dirinya, "Mau menjadi orang alim nanti atau menjadi orang tukang cerita?". Setiap mengetahui ayahnya memperhatikan, ia meletakkan buku cerita yang dibacanya, mengambil buku agama sambil berpura-pura membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun