Mohon tunggu...
antung apriana
antung apriana Mohon Tunggu... Administrasi - ibu bekerja dengan 2 anak

working mom with 2 children, blogger www.ayanapunya.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mesin Jahit Peninggalan Ibu

20 Juni 2022   08:36 Diperbarui: 20 Juni 2022   08:46 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menin jahit dari pixabay

Fira membuka pintu kamar. Tak banyak yang berubah dari kamar itu. Tempat tidurnya terlihat rapi karena selalu dirapikan entah oleh ayah ataupun dirinya. Beberapa barang masih berada di tempatya, termasuk berbagai kosmetik yang setia dikenakan ibunya, sang pemilik kamar. Fira menghela nafas.

Hampir satu bulan sudah ibu meninggal. Satu bulan itu pula Fira hanya tinggal bertiga dengan ayah dan Rafi yang masih berusia sepuluh tahun. Setelah ibu meninggal, ayah memilih tidur di kamar yang sering digunakan untuk tamu. "Ayah merasa aneh tidur sendiri saja di kamar itu," kata Ayah saat Fira menanyakan alasannya pindah kamar. 

Fira berjalan menuju salah satu pojokan kamar. Di situ terdapat sebuah mesin jahit yang dibungkus plastik. Fira ingat ibu membelinya mesin jahit itu beberapa tahun yang lalu, saat ibu memutuskan berhenti bekerja. "Ibu ingin belajar menjahit agar ada kesibukan di rumah. Selain itu ibu juga sejak dulu ingin sekali bisa menjahit," kata ibu waktu akhirnya mesin jahit kesayangannya tiba di rumah. Jadilah selama beberapa tahun terakhir ibu menghabiskan waktunya dengan menerima pesanan jahitan. 

Ibu harap setelah ibu pergi, kamu bisa membantu ibu membuat mesin jahit itu masih bisa bermanfaat. Begitu salah satu isi surat yang disampaikan ibu pada Fira sebelum beliau meninggal. Surat wasiat, begitu ibu menyebutnya. Di dalamnya ibu menuliskan pesan-pesan terbaiknya untuk Fira. Termasuk permintaan untuk merawat dan memanfaatkan mesin jahit yang ibu beli. Tak hanya Fira tentunya yang mendapatkan surat wasiat. Ayah dan Rafi juga memiliki surat wasiat milik mereka sendiri. Dengan begitu, mereka semua memiliki kenangan terakhir akan ibu.  

Sayangnya Fira hingga kini tak terlalu suka dengan dunia jahit-menjahit seperti ibu. Meski sudah cukup sering Fira melihat ibu menjahit aneka macam baju, satu-satunya keterampilan jahit yang dimilikinya adalah memasang kancing dan membuat jahitan sum pada ujung kain. Itu pun dilakukan jika dilihatnya ibu sudah kerepotan menyelesaikan pesanan pelanggan. 

Ibu sendiri juga tak pernah memaksa Fira untuk selalu membantunya dalam menyelesaikan jahitan. Mungkin itu karena Ibu sangat sadar kalau putri sulungnya itu tak memiliki tangan yang terampil dalam dunia jahit-menjahit. Karena itulah sempat agak bingung dengan permintaan Ibu untuk bisa memanfaatkan mesin jahit milik beliau. Fira pun akhirnya mengelus-elus mesin jahit milik ibu sebelum menutup kembali pintu kamar.

***

Fira berdiri di depan sebuah rumah berarsitektur Banjar yang terdapat tepat di depan patung bekantan raksasa di siring sungai Martapura. Pada bagian depan rumah tersebut terpasang plang bertuliskan LPK Irma. Tiga hari yang lalu Fira mendaftarkan dirinya untuk kursus menjahit di LPK tersebut setelah sebelumnya meminta izin kepada Ayahnya. 

Salah  satu alasan Fira memilih LPK ini sebagai tempatnya belajar adalah karena jadwal belajarmya yang fleksibel. Fira bebas masuk kapan saja asalkan memenuhi jumlah pertemuan yang tiga puluh kali. Fira sendiri akhirnya memilih jadwal tiga kali seminggu seusai jam sekolah. Kebetulan juga sekolahnya terletak tak terlalu jauh dari tempat kursus. Tinggal naik motor beberapa menit, ia pun bisa langsung berada di pintu depan tempat kursus.

Ruangan masih lengang saat Fira memasukinya. Oma Nani, pemilik sekaligus pengajar di LPK Irma tampak sedang sibuk mengerjakan sesuatu di salah satu meja di ruangan tersebut. Kepalanya menunduk dengan kacamata yang hampir melorot dari hidung, persis seperti pertama kali Fira menginjakkan kakinya di tempat itu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun