Mohon tunggu...
Anto Sugiharto
Anto Sugiharto Mohon Tunggu... Insinyur - Profesional Migas

..Just ordinary man, mantan ekspat, peminat sejarah migas, teknologi penerbangan dan dunia militer.. "Peristiwa tertulis lebih abadi dibanding yang terucap"

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Prabumulih, Kota Minyak Historis yang Terus Berkarya

26 Mei 2021   11:30 Diperbarui: 1 Agustus 2021   07:18 3776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman edukasi migas memamerkan berbagai peralatan asli operasi migas berlokasi di tengah-tengah area komperta (foto: penulis)

Memasuki dekade awal abad ke-20, BPM- anak perusahaan Royal Dutch Shell, sudah mengantongi lisensi pencarian minyak di 44 wilayah konsesi Hindia Belanda yang bermitra dengan 18 perusahaan asing untuk mengerjakan wilayah konsesi yang sangat luas. 

Di antara mitra BPM itu terdapat nama NKPM (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij) yaitu perusahaan konsorsium multinasional BPM dengan SONJ (Standard Oil of New Jersey) asal Amerika Serikat. NKPM mendapat mandat 'operatorship' melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak bumi di sebagian wilayah Cekungan Sumatra Selatan bertetangga dengan konsesi BPM.

Daerah Ogan, Pendopo, Kuang, Lembak, Iliran termasuk sebagian wilayah Prabumulih  menjadi fokus pencarian NKPM . Daerah-daerah konsesi NKPM itu awalnya dianggap kering karena tidak ada indikasi rembesan minyak permukaan namun dikemudian hari ternyata terbukti kaya akan minyak setelah dibor tepat pada struktur antiklinnya menembus lapisan-lapisan reservoir formasi Muara Enim dan Air Benakat (regresif) hingga Talang Akar (transgresif). Struktur-struktur lapangan penemu minyak itu sekarang lebih dikenal dengan Tren Limau dan Tren Prabu yang terbentuk dari kelurusan dua tren paralel struktur geologi antiklin (tinggian antiklinorium) memanjang berarah barat laut – tenggara.

Suasana komperta prabumulih tahun 1955. Terlihat bangunan lama mesjid Darussalam yang berada diatas bukit kecil menjadi salah satu landmark kala itu. Deretan bangunan panjang di bagian depan foto sekarang telah berubah menjadi rumah-rumah pegawai dengan desain bangunan yang relatif baru (sumber: KITLV Collection).
Suasana komperta prabumulih tahun 1955. Terlihat bangunan lama mesjid Darussalam yang berada diatas bukit kecil menjadi salah satu landmark kala itu. Deretan bangunan panjang di bagian depan foto sekarang telah berubah menjadi rumah-rumah pegawai dengan desain bangunan yang relatif baru (sumber: KITLV Collection).

Tak diketahui tepatnya kapan kota Prabumulih sendiri mulai menjadi basis operasi perminyakan di masa kolonial. Namun bila ditelurusi lebih jauh maka BPM-lah yang melanjutkan rintisan pencarian minyak di wilayah selatan cekungan minyak  ini setelah sebelumnya mengakuisisi (M&A) beberapa kongsi minyak kecil yang lebih dahulu beroperasi di Sumatra Selatan yaitu MEPM- perusahaan penemu minyak pertama di daerah Kampung Minyak; Sumpal (Sumatra-Palembang) Petroleum Company dan Musi Ilir Petroleum Company antara tahun 1904-1906. Praktis BPM menjadi satu-satunya operator di wilayah ini hingga tahun 1910-an, sebelum datangnya pecahan grup Standard Oil yaitu SONJ dari Amerika tahun 1912. Lewat tekanan politis pemerintah AS kepada Belanda dengan politik resiprokal "MLA" (Mineral Leasing Act) 1920 atas persaingan ekspansi global dengan Royal Dutch Shell (induk BPM), NKPM akhirnya bisa mendapatkan konsesi pertamanya di Sumatra Selatan namun di daerah" yang dianggap "kering". Di tahun 1916 NKPM berhasil menemukan minyak pertama di lapisan-lapisan batupasir dangkal regresif, sayangnya dinilai kurang ekonomis karena memiliki ketebalan yang tipis dengan penyebaran terbatas serta cadangan yang kecil.

Kegiatan eksplorasi lanjutan oleh BPM dilakukan di sekitar Sungai Lematang  dimulai sekitar tahun 1910-an dan berlangsung selama beberapa dekade hingga dilakukan pemboran sumur dan akhirnya ditemukan lapangan” minyak baru di area selatan cekungan, termasuk lapangan Limau tahun 1928. Ini berarti Prabumulih menjadi basis operasi dan penampungan minyak BPM setidaknya diawali sekitar periode 1920-1930an, hampir satu abad silam.

Tonggak besar perkembangan industri perminyakan di Sumatra Selatan terjadi saat lapangan Talang Akar -berjarak sekitar 50 km barat laut kota Prabumulih, ditemukan secara tidak sengaja tahun 1922 ketika NKPM mengebor sumur Talang Akar No.6 yang terlanjur menembus lapisan batupasir transgresif penyimpan minyak yang sebelumnya bukan menjadi target pemboran. Enam tahun kemudian penemuan berlanjut dengan lapangan Pendopo, struktur ekstension dari lapangan Talang Akar sehingga sering disebut lapangan Talang Akar Pendopo (TAP).

Kedua lapangan ini pernah menorehkan catatan penting sebagai lapangan dengan produksi terbesar di Asia Tenggara sebelum terjadi perang dunia II namun akhirnya disalip oleh produksi lapangan Minas dan Duri di Riau pada era 1950-an. Kota Pendopo saat itu menjadi basis operasi perminyakan perusahaan NKPM yang bertransformasi menjadi STANVAC atau PT. Stanvac Indonesia (PTSI) setelah kemerdekaan RI.

Kegiatan eksplorasi semakin berkembang oleh NKPM dan BPM kendati keduanya tetap menjadi 'rival'. Berkat aktivitas eksplorasi yang intensif, sejumlah lapangan minyak akhirnya ditemukan di sekitar kota Prabumulih dalam waktu yang berdekatan diantaranya Gunung Kemala dan Talang Jimar tahun 1937, disusul lapangan Ogan, Tanjung Tiga dan Lembak di tahun-tahun berikutnya serta terakhir Prabumulih Barat tahun 1953. 

Lokasi lapangan tersebut berada hampir tepat di bawah pemukiman padat kota Prabumulih yang sekarang berpopulasi 200 ribu jiwa ini. Puluhan penemuan struktur migas lainnya terjadi namun lokasinya berada cukup jauh dari kota Prabumulih, diantaranya lapangan Kuang Selatan, Benakat Timur, Beringin, Musi, Sopa and Tapus, semuanya ditemukan di era Pertamina. 

Mengingat nilai strategis Prabumulih bagi  pundi-pundi ekonomi dan taktik militer pemerintahan kolonial, Belanda kemudian membangun sebuah lapangan terbang alternatif selain Talang Betutu (SMB II - Palembang P1) yang dinamakan Karangendah (Palembang P2) tahun 1941. Lapangan terbang di Gelumbang dekat kota Prabumulih ini berperan penting menjadi tempat evakuasi militer dan sipil pihak sekutu saat terjadi invasi pasukan Jepang ke Palembang tahun 1942. Semasa pendudukan jepang yang singkat antara 1942-1945 sendiri tidak banyak catatan mengenai kegiatan operasional perminyakan di Prabumulih . Namun yang jelas pemerintahan Jepang berupaya mencegah terjadinya hiatus  produksi minyak dari daerah-daerah penghasil yang penting seperti halnya Sumatra Selatan, karena tujuan utama invasi mereka ke nusantara sebenarnya adalah menguasai sumber minyak, karet dan bahan tambang itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun