Mohon tunggu...
Anton Wijaya
Anton Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Perawat yang suka ngeblog, serta mengikuti dan berbagi di media sosial. Biografi lengkap, ada di http://medianers.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Malang Benar Nasib Orangutan, "Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula"

16 Februari 2013   17:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:12 1845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_243645" align="aligncenter" width="448" caption="Uang Lima Ratus Rupiah (Rp.500,-), ada gambar Orangutan./ Dok: Prasetya Pamungkas (http://www.iprasblog.com/)"][/caption]

Era 90 an,  di zaman orde baru,  Orangutan pernah mendapat penghargaan tertinggi dari negara, yakni dihargai 500 rupiah.

Masa itu saya sedang menimba pelajaran  di Sekolah Dasar (SD).  Tiap pagi, akan berangkat sekolah,  yang paling saya harapkan adalah Orangutan  keluar dari saku Ayah, berpindah ke saku saya untuk jajan di sekolah.

Biasanya uang jajan untuk saya hanya  tiga ratus rupiah.  Pada momen tertentu,  saya dikasih jajan Rp. 500.- Dibandingkan dengan angka 300, tentunya  saya lebih senang mendapatkan angka lima ratus yang ada gambar Orangutan. Itulah alasan, tiap minta uang, berharap Orangutan keluar dari saku Ayah.

Anak kecil  polos  seusia saya yang tinggal di pedalaman Sumatera, sangat girang  punya uang kertas berlogo orangutan itu. Saya bisa beli lontong, permen, kerupuk,dll. Jika dapat saya refleksikan, uang lima ratus rupiah masa itu, nilainya setara dengan uang lima ribu rupiah sekarang.

Saat ini, saya tidak lagi melihat ikon orangutan ada di lembaran uang kertas.  Uang  lima ratus tersebut, diganti dengan koin berlambang garuda berwarna gold dan silver. Kemudian, koin  lima ratus rupiah saat ini, nilai tukarnya sangat kecil, serasa memberatkan saku saja jika dibawa.

Orangutan Tidak Lagi Dapat Penghargaan

Zaman sudah berubah, terlindas oleh arus modernisasi. Orang-orang berlomba untuk mengumpulkan harta-benda sebanyak-banyaknya, tak peduli caranya mengumpulkan kekayaan apakah melabrak aturan atau tidak, apakah  menyengsarakan kehidupan lain atau tidak?

Idola saya waktu kecil "Orangutan" terancam punah. Ia teraniaya oleh tangan-tangan jahil nan tamak. Ibaratnya,  Orangutan sudah jatuh, tertimpa tangga pula, popularitasnya sebagai ikon uang lima ratus telah dicabut, dan tempat ia hidup di hutan pun terancam digunduli, yang bisa mengakibatkan populasinya habis di Indonesia.

WWF Indonesia sebagai organisasi peduli lingkungan melansir data, bahwa  "Populasi Orangutan kian hari kian berkurang, bahkan dalam 20 tahun terakhir populasi orang utan Kalimantan telah berkurang hingga 55%. Orangutan Sumatera masuk dalam kategori sangat terancam punah karena populasinya tinggal 7.500 individu di alam.  Sementara Orangutan Kalimantan masuk dalam kategori terancam punah dan tersisa 57.000 individu."

Penyebab terancam punahnya orang utan ini adalah, pembukaan hutan untuk dijadikan lahan baru, seperti penanaman sawit. Kebakaran meluas hutan gambut, perburuan yang tidak bertanggung jawab, dan kurangnya kesadaran manusia akan hak azazi Orangutan.

Malang benar nasib Orangutan, dulu ia saya puja, saya harapkan. Apa daya, saya tidak mampu membalas kebaikannya.  Tidak mampu mencegah perbuatan buruk manusia yang akan ditujukan pada dirinya.

Sebagai orang Indonesia, sepatutnya  kita bangga dengan keberadaan Orangutan.  Sebab, Orangutan  hanya dapat di temukan  di Hutan Kalimantan dan Sumatera.  Di negara lain, di hutan mereka tidak punya Orangutan, kalaupun ada, mungkin Orangutan asal Kalimantan atau Sumatera yang mereka bawa kesana.

Untuk menarik minat dan kesadaran masyarakat Indonesia akan kekayaan alam Indonesia, ada baiknya pemerintah kembali memberi penghargaan pada Orangutan. Misal,  mengembalikan ikon Orangutan pada lembaran uang kertas Lima ribu rupiah, dan menggalakan melalui logo pada iven-iven tertentu " Save Orangutan."

Program Konservasi Orangutan di Sumatera dan Kalimantan perlu ditingkatkan, dan juga pengawasan serius dari pemerintah, " jangan sampai hangat-hangat taik ayam" ketika di kritik oleh LSM dan masyarakat peduli lingkungan , baru pemerintah bergerak. Jika didiamkan, program konservasi tidak lagi berjalan.

Terakhir, kesadaran dari masing-masing kita untuk memberi ruang kehidupan di atas bumi ini pada Orangutan. Jika ada  pembaca yang memelihara Orangutan, dengan ikhlas kembalikanlah mereka pada habitatnya.  Rumah mereka di alam bebas, bukan dalam kerangkeng.

[caption id="attachment_243658" align="aligncenter" width="648" caption="Orangutan asal Sumatera, Indonesia. Di publikasikan oleh guardian.co.uk ( Photo: Paul Hilton/SOCP/YEL)"]

1361035385761353675
1361035385761353675
[/caption] SaveOrangutan, Anton Wijaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun