Mohon tunggu...
Anton Sudibyo
Anton Sudibyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis kampung

penyayang keindahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ganjar Terpeleset karena Doa Tanto Mendut

28 Januari 2021   22:57 Diperbarui: 28 Januari 2021   23:05 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peluncuran buku Gubernur Jelata di Candi Gunung Wukir

REBANA barzanzi yang bergaung dari mushola depan rumah mengiringi ketakziman saya ketika malam-malam membaca cerita menarik tulisan pak Joseph Osdar di Kompasiana tentang terpelesetnya Ganjar Pranowo di Candi Gunung Wukir

Menarik, karena gaya penulisan pak Osdar yang deskriptif sehingga saya merasa menjadi teman seperjalanannya. Tapi lebih dari itu, saya tertarik menulis respon atas tulisannya karena kebetulan saya berada di waktu dan tempat dimana cerita itu terjadi.

Ya, Sabtu, 17 Desember 2016 lampau, saya kebetulan datang di acara peluncuran buku "Gubernur Jelata". Sebuah buku yang ditulis Agus Sunandar. Saya dan teman-teman yang mengenal akrab menyebutnya Mas Agus Becak. Buku itu menceritakan banyak kejadian-kejadian unik, lucu, bahkan gila yang dialami maupun dilakukan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Mungkin karena buku tentang pejabat nyeleneh, peluncuran bukunya pun dikonsep nyeleneh pula. Untuk mencapai Candi Gunung Wukir, kami harus naik bukit yang lumayan bikin ngos-ngosan. Baru tahap diceritakan tempatnya saja, saya waktu itu sudah bisa merasakan pegalnya.

Celakanya. Ketika tiba di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Di ujung desa terakhir sebelum menuju jalur pendakian itu, hujan turun dengan derasnya.

Saya terbengong. Lhah terus bagaimana ini nasibnya acara. Sebagian besar dari yang datang waktu itu pesimis acara bisa berlangsung. Jelas tidak mungkin bikin acara di tengah hujan lebat di tanah terbuka. Di atas bukit pula.

Tapi memag ini acara gila. The show must go on. Acara diputuskan tetap jalan. Ganjar, pengisi acara dan tamu undangan mulai jalan naik bukit setelah hujan menurun intensitasnya.  

Saya sudah geleng-geleng kepala melihat kenekatan panitia acara. Lha, di atas kan tidak ada tempat berteduh. Tanah lapang plus reruntuhan candi saja. Bagaimana jika hujan turun lagi? Bubar dong acaranya. Sudah capek-capek naik.

Sepanjang jalan naik yang cukup terjal itu saya sudah mbatin. Jalan tanah begini, dilalui ratusan orang pasti kalau turun nanti becek luar biasa. Malah bisa-bisa jadi lumpur.

Tapi Gusti Maha Agung rupanya merestui kenekatan panitia. Sampai atas bukit, hujan tiba-tiba berhenti. Langit terang, seperti lupa tadi pernah menghitam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun