Lalu apa hubungannya bahasan di atas dengan kasus kekiniannya perseteruan PKS dengan ibu Puan Maharani (terkait himbauannya agar penduduk Sumbar lebih mendukung Pancasila)?Â
Hubungannya, ya hubungan yang tidak relevan. Ibu Puan, bertolak dari visi pendidikan politik dengan harapan penduduk Sumbar dapat lebih 'dalam' memahami dan menghayati nilai-nilai yang dikandung Pancasila melalui keterpilihan calon wakilnya dari PDI, yang dianggapnya lebih kompeten dalam menularkan pesan pendidikan politik Pancasilais daripada calon wakil parpol selain PDI.Â
Sedangkan pihak PKS, Â bertolak dari asumsian Pancasila sebagai dasar-negara yang secara asumsian "take it for granted" telah dipahami semua warga-negara (sebagaimana contoh kasus keterkejutan warga AS pada perubahan drastis nilai kemasyarakatannya pada tahun 2016); dan menganggap himbauan ibu Puan sebagai ungkap kesombongan ala gaya sosok pe-monopoli dasar-negara Pancasila. Seandainya almarhum Gus Dur masih hidup, mungkin ia akan segera berujar :"Gitu aja kok repot!?"
Sedangkan penulis, melihatnya dari sudut kelinglungan penulis sendiri :"Sebenarnya yang terpeleset itu ibu Puan (terpeleset ucapan) atau pihak PKS (terpeleset tafsirannya) atau kedua-duanya kompak saling terpeleset atau bahkan kedua-duanya sebenarnya tidak terpeleset ; sekedar dipleset-plesetkan pewacananya saja ?"