Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Freelancer - Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mencermati Ulang Makna Pahlawan (Pendidikan)

1 Agustus 2020   14:06 Diperbarui: 1 Agustus 2020   14:06 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku pagi ini terhenyak dari tidur dengan disertai sisa-sisa remah mimpi buruk yang seolah tak akan pernah usai mengejar dengan sejuta pertanyaan yang tak mampu kujawab. Bagaimana, atau lebih tepatnya, apa yang harus kujawab ketika jawaban yang hendak kulontarkan itu bagai kuku-kuku tajam yang mencabik-cabik sandangan yang terlanjur kuyakini tak ubahnya sebagai hidupku sendiri?

Bahkan mungkin lebih besar dari arti hidup itu sendiri, setidaknya itulah yang kuyakini selama ini. Apakah yang lebih besar dari hidup dan cinta, bila bukan semacam obsesi dan kecemasan serta ketakutan yang menghantuinya? Aku hanya mampu bertahan di balik kata sangkalan "korban" ; "Aku korban dari keyakinanku sendiri!"

Betapa absurd-nya makna keyakinan bagiku kini. Bagaimana bisa keyakinan yang sudah kupuja-puja dan kusembah percaya dengan sepenuh diri tiba-tiba berubah jadi semacam makhluk peleceh dan pemerkosa sehingga kusebut diriku kini sebagai korban? Apakah selama ini aku tertidur dibuai mimpi atau justru aku kini baru masuk ke dunia mimpi, atau ini semua masih bagian dari mimpi? Bila bukan mimpi bagaimana keyakinanku bisa bertiwikrama secara serba terbalik?

Bila ini semua mimpi mengapa aku merasa tiba-tiba panik? Apa salahnya keyakinanku, atau apa salahnya diriku yang sungguh meyakini? Mengapa keyakinan (-ku) memunculkan kecemasan, ketakutan dan kepanikan? Mengapa aku terpaku pada ketakutan saat aku meyakini? Mengapa keyakinan kini berbalik jadi menakutkanku?

Selama ini aku telah pertaruhkan segenap semangat, pikiran dan usaha pada sesuatu yang menakutkan serentak mempesonakanku. Ku-jiplak dan kopas segenap pati-sari semangat yang kubayangkan pada kemahabesaran pujaanku. Kuturuti secermat mungkin setiap pernak pernik titahnya. Surga selalu menjadi mimpi terindah di setiap tidur dan sadarku. 

Segala hal yang rentan menghambat atau melemahkan semangat kasihku padanya segera kucemooh dengan segala umpatan penista terparah. Jangan pernah ada sebutir debu pun mengotori alur jalanku padanya sang pujaan, bahkan melihat debu pun aku tak sudi. 

Kupilih mitra hanya mereka yang sejalur dengan semangat dan keyakinanku, bukan hanya mitra bahkan imaji tentang sosok bakal pahlawan pun harus mencerminkan keyakinanku. Saat itu hidupku kupersembahkan hanya bagimu.

Tapi jangan salah, hidup nyata selalu penuh intrik. Intrik terbesar dalam hidupku yang tak pernah kusadari (apalagi kuketahui) adalah bahwa kian besar keyakinan (dan ketakutan)-ku, kian besar pula hasrat arus-baliknya yang berkuasa atas diri ini. Kian cermat kupilah titahnya, kian buta dan kelam pula awan mendung menyelimutiku. 

Pada puncak tegangan konflik tak tertahankan, aku akan menelisik dan menyembunyikan diri dalam dekapan arus balik hasrat dan berenang sepuas-puasnya dalam gelombang awan gelap. Saat menyikapi puncak tegangan dari lawan arus balik itu, aku selalu menghibur diri dengan kata-kata melenakan bahwa peperangan tak selamanya harus kita menangkan, yang penting kita telah berusaha dan setelahnya tinggal menyesali diri lemah ini sebagai dan demi bukti kebesaranmu sendiri ya pujaanku. 

Meski aku sadar kau tak membutuhkan bukti, setidaknya pemujamu ini tak akan dapat meyakinimu tanpa bukti apapun , dan dengan alasan ini pula aku selalu siap menjadi pejuangmu: bahkan membunuh siapa pun yang bertentangan atau yang menentangmu pun aku siap juga ikhlas.

Itulah keyakinan masa mudaku di era yang terkenal dengan sebutan ORBA. Semangat militansiku kian berkobar, semangat saintisme dan profesionalisasisme yang mengiringi hidup dan mimpiku bercumbu dengan hasrat pribadi serba-ingin tahuku. Tuhanku adalah semangat dan mimpi ideologi modernisme, aku anak sejati dari bapak Pembangunan (sejati). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun