Mohon tunggu...
Anton Nugroho
Anton Nugroho Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

(Selalu) Berbeda

10 Februari 2019   15:07 Diperbarui: 10 Februari 2019   15:18 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mulanya saya tergelitik dengan fenomena sosial yang mulai memperlihatkan kebencian akan perbedaan. Mungkin Anda juga merasakan dan melihat fenomena itu, dan seakan menjadi komoditas informasi yang bisa diakses mulai dari media cetak sampai media elektronik bahkan media sosial sekalipun. Bahkan lebih seru lagi, fenomena ini membagi orang menjadi kubu-kubu imajiner yang tidak terlihat kasat mata, namun dapat dirasakan. 

Bagi sebagian orang, fenomena ini membawa suatu keprihatinan. Mungkin juga bagi sebagian orang lainnya, fenomena ini dimanfaatkan dalam konteks tertentu. Maka, mulailah saya mencoba mencari tahu dan menyelami mengenai perbedaan itu sendiri. 

Saya mencoba melihat dari kacamata seorang awam mengapa saat ini ramai sekali perbedaan menjadi pemicu timbulnya friksi sosial di masyarakat umumnya. Banyak cara menjelaskan bahwa semua orang berbeda, tapi saya mencoba untuk mencernanya menjadi tiga yang menurut saya mendasar.

Pertama, mari kita membayangkan tentang diri kita sebagai individu yang mempunyai fisik. Ya, saya, anda, kita semua sebagai individu yang dapat dilihat, diamati, dan diberikan ciri-ciri tertentu. Coba kita amati, mulai dari kepala hingga kaki. Bagaimana anda menjelaskan tentang rambut Anda? Apa warnanya? Bagaimana cirinya? Apakah lurus, keriting, berombak, sedikit kaku atau lurus? Kemudian mari kita lihat bagian wajah kita. 

Coba kita bayangkan, apa bentuk wajah kita, apa bentuk alis, apa bentuk mata, apa warna mata, apa bentuk hidung, apa bentuk bibir, apa bentuk telinga. Belum lagi ciri-ciri fisik lainnya yang dapat diamati. Berapa tinggi badan anda? Apakah anda berambut panjang atau pendek? Apakah anda berkumis atau berjenggot? Apa warna kulit anda? Semua ciri-ciri fisik tersebut pasti berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. 

Saya, anda, kita semua terlahir dengan faktor genetis fisik yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Bahkan warna suara saya, anda dan kita semua berbeda. Masing-masing mempunyai ciri yang berbeda, dan itu yang menjadikan beberapa orang dengan warna suara (dan ketrampilan serta teknik bernyanyi tentunya) dapat menjadi seorang penyanyi yang terkenal. Bahkan, dengan bayi terlahir kembar pun, akan ada perbedaan fisik seiring dengan pertumbuhan fisiknya.

Kedua, saya, anda dan kita semua mempunyai jiwa. Bagaimana Anda menjelaskan tentang jiwa? Ya, jiwa. Sebuah kata yang menjadi kunci dalam hidup manusia. Bahkan di dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya pun hal ini dijadikan yang utama. Ingat bagian lagu tersebut yakni : "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya". 

Ya, bagian ini, menurut hemat saya, sudah dipikirkan matang-matang oleh para pendiri bangsa kita. Namun bukan itu yang hendak saya bahas. Jiwa. Soul. Sebuah kata yang sulit dimengerti. Apakah jiwa dari masing-masing kita adalah sama? Bagaimana mengukur jiwa? 

Saya menganalogikan (mohon maaf) dengan amat sederhana mengenai jiwa ini. Jiwa saya analogikan dengan medan elektromagnet, yang hanya jika dapat tercipta bila ada dua hal yakni magnet dan aliran listrik. Sehingga bolehlah dibilang bila ada magnet namun tidak ada aliran listrik maka tidak mungkin ada medan elektromagnet. 

Sebaliknya juga, bila ada listrik namun tidak ada magnet maka tidak mungkin tercipta medan elektromagnet. Lantas mana yang magnet dan yang mana aliran listriknya? Analogi ini memang masih dapat dipertanyakan dan didiskusikan lebih lanjut apabila mengaitkan magnet dengan tubuh fisik manusia. 

Kenapa saya menganalogikan tubuh fisik manusia sebagai magnet? Bagi saya, tubuh fisik manusia itu dapat menarik dan menjauhkan seseorang dengan orang yang lain. Namun demikian, hal tersebut hanya dapat terjadi bila ada impuls listrik yang dikirim dari mata kita ke otak yang memproses informasi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun