Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines), Labuan Bajo terus berjuang untuk mencapai kedaulatan pangan bagi warga Kabupaten Manggarai Barat. Salah satu dari sekian upaya yang dengan dilakukan adalah dengan mendorong kepemilikan benih secara merdeka dan mandiri oleh petani.
Petani harus menjadi tuan atas benih. Benih yang ditanam oleh petani adalah benih yang dihasilkan dan disimpannya sendiri. Petani tidak menanam benih yang didatangkan dari daerah lain.
Petani juga tidak menanam benih yang dibagikan oleh pemerintah yang dikemas dalam wujud proyek pengadaan benih. Petani tidak boleh bergantung pada benih yang tidak dimilikinya.
Kepemilikan benih yang merdeka dan mandiri oleh petani menjadi salah satu jaminan untuk mewujudkan kedulatan pangan tidak saja bagi kalangan petani tetapi bagi seluruh warga masyarakat.
Untuk mencapai cita-cita luhur ini maka Yakines bersama petani sekaligus pemulia benih padi dampingan, Matias Pagang terus melakukan pengembangan benih padi lokal.
Cita-cita luhur Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines) ini juga terpatri dalam diri Matias Pagang. Dengan kebulatan tekad ia menaruh harapan bahwa pada suatu saat petani di wilayah Kabupaten Manggarai Barat akan mampu manjadi tuan atas benih yang ditanamnya.
Dengan alasan ini maka Matias Pagang berharap agar pemerintah daerah Kabupetan Manggarai Barat dapat memberikan perhatian serius terhadap kepemilikan benih oleh petani. Perhatian ini dapat diberikan dengan mengalokasikan anggaran untuk pelatihan pemuliaan benih oleh petani di Manggarai Barat.
"Saya selalu berharap agar pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, bisa mengadakan kegiatan pelatihan pemuliaan benih pertanian." Harap Matias Pagang.
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa akan menjadi lebih baik dengan anggaran yang ada dialokasikan untuk peningkatan pengetahuan petani tentang kepemilikan benih secara mandiri dan merdeka dari pada dengan anggaran yang ada dialokasikan untuk pengadaan benih.
Menurut Matias Pagang, benih-benih lokal memiliki keunggulan tersendiri bila dibandingkan dengan benih yang datang dari luar.
"Benih lokal itu jauh lebih unggul. Selain mampu bertahan dan menyesuaikan dengan keadaan alam setempat, Â benih lokal juga memiliki rasa yang jauh lebih nikmat. Ini yang saya rasakan dengan benih padi lokal, yang saat ini saya kembangkan. Rasanya itu jauh lebih nikmat bila dibandingkan dengan beragam jenis padi yang saat ini sedang beredar di masyarakat." Jelas Matias Pagang.
Masih menurut Matias Pagang, persoalan hama dan penyakit baru yang saat ini sedang marak di hadapi oleh petani tidak luput dari adanya proses peredaran benih yang didatangkan dari luar daerah.
"Kalau petani kita masih mau bergantung dengan adanya benih yang didatangkan dari luar maka bukan tidak mungkin kalau petani kita sendiri yang akan kewalahan menghadapi berbagai jenis penyakit dan hama baru yang saat ini terus bermunculan di daerah ini," ungkpanya.
Untuk diketahui, Matias Pagang telah memulai upaya pemuliaan benih padi sejak tahun 1996 silam yang ditandai dengan usaha penangkaran benih padi lokal yang saat ini sudah beredar di kalangan petani dengan nama Si Pagang (SP1 dan SP2).Â
Setelah berhasil melewati upaya penangkaran benih padi lokal, Matias Pagang dengan dorongan dan pendampingan yang insentif dari Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines) memulai usaha kawin silang padi lokal yakni padi Laka yang merupakan padi lahan basah atau padi sawah yang berasal dari wilayah Kecamatan Lembor Selatan dengan padi lahan kering atau padi ladang yakni padi Lea yang berasal dari daerah Nisar.
Dari hasil kawin silang padi yang dilakukannya itu, saat ini Matias Pagang berhasil mendulang tidak kurang dari 700an benih padi baru. Sampai saat ini per Maret 2023 sudah memasuki tahap F10.
Semoga usaha dan kerja keras ini akan membuahkan hasil bagi kemandirian dan kepemilikan benih padi oleh petani di Kabupaten Manggarai Barat.
