Mohon tunggu...
Anthony Tjio
Anthony Tjio Mohon Tunggu... Administrasi - Retired physician

Penggemar dan penegak ketepatan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Naik Kereta Cepat yang Super Lambat di Tiongkok

4 Oktober 2016   05:53 Diperbarui: 5 Oktober 2016   01:43 3036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya perhatikan semua penumpang juga terpaku dalam pertarungan ideologi baru dengan yang kolot tersebut, memandang pergerakan mata dan kepala mereka yang seperti dalam menyaksikan pertandingan tenis, berserentak mengikuti pergerekan bola kekanan dan kekiri sewaktu mereka berdebatan. Berachir dengan kesirapan orang yang diseberang saya itu. Beginilah saya merasa Tiongkok sekarang perlahan-lahan menuju demokrasi rakyat, menantikan orang-orang tua sudah meninggalkan arena pemerintahan komunis sekarang.

Tidak terasa kereta sudah tiba di Wuhan, Propensi Hubei. Ini stasiun besar dikota penting, dari sini bisa ganti kereta kejurusan lain, ketimur sampai Shanghai, kebarat bisa sampai Chengdu, maka berhenti agak lama disini. Banyak yang turun, terutama bagi mereka yang sudah ketagihan untuk bernafas rokok. Terjadi juga rebutan kursinya penumpang yang turun disini, hanya saja juga ada penumpang baru yang naik dengan kursi duduk tersebut, achirnya semua yang harus berdiri masih tetap berdiri.

Tidak terasa sekarang sudah lewat tengah malam, sudah menempuh sepertiga perjalanan, dari sini kebanyakan orang sudah terlihat mengantuk dan letih, gerbong mulai hening.

Bukannya saya belum pernah naik kereta cepat begini, sudah 2 kali sewaktu bersama kawan-kawan melancong di Jalur Sutra, tetapi kami menumpang dikelas gerbong tidur, ada ranjangnya dan bisa tidur sepanjang malam. Kereta ini juga ada kelas itu, hanya saja semua sudah terjual habis, makanya dapat kelas kambing, satu duduk satu berdiri.

Ternyata banyak penumpang yang boleh saya katakan profesional atau ahli naik kereta cepat, mereka tahu harus berdiri, maka sudah menyediakan dingklik lipat, begitulah duduk juga sambil membaca disepanjang jalan. Yang paling lihai, mereka tahu bagaimana bisa tidur mengulurkan badannya, yaitu terlentang dibawah kursi duduk.

Dari pengalaman bertugas malam dalam pekerjaan selama 40 tahun sebelum pesiun, masih biasa tanpa tidur malam, maka malam ini juga tidak perlu tidur, sambil menikmati suasana dikereta cepat ini yang entah kapan lagi akan diulang.

Untung bagi yang mendapatkan kursi duduk dalam perjalanan panjang. (gambar: AH Tjio)
Untung bagi yang mendapatkan kursi duduk dalam perjalanan panjang. (gambar: AH Tjio)
Ada yang membawa dingklik lipat, ada yang tidur dibawah kursi, kebanyakan harus berdiri & Pokok nyenyak tidur didepan saya. (gambar AH Tjio)
Ada yang membawa dingklik lipat, ada yang tidur dibawah kursi, kebanyakan harus berdiri & Pokok nyenyak tidur didepan saya. (gambar AH Tjio)
Menjelang pagi hari, kebanyakan penumpang sudah tertidur seenaknya mereka sendiri-sendiri. Didalam gerbong yang air-con-nya tetap kencang, sekarang terasa lebih dingin didini hari. Tetapi juga terasa timbulnya harapan baru sewaktu menyaksikan matahari terbit dibalik bukit-bukit yang dilewati, harapan bisa cepat-cepat sampai ditujuan kita.

Yang masih sibuk menjalankan tugasnya semalam suntuk adalah si-bibi pembersih gerbong, semalaman hanya seorang itu, menyapu, mengepel dan membuang sampah-sampah setiap ketibaan distasiun. Mondar mandir diantara 16 gerbong semalam itu.

Tibalah distasiun Shaoguan, Propensi Guangdong yang menandakan 2-3 jam lagi sudah bisa tiba dirumah. Para penumpang mulai bangun satu persatu, mulai beriksik lagi. Kamar kecil penuh orang yang bersikatan gigi, seperti yang dimengerti, kebiasaan menjaga kebersihan pribadi orang sini adalah mencuci kakinya sebelum tidur dan menyikat giginya sesudah bangun setiap hari, maka harus bersabar lagi menunggu giliran untuk kepentingan lain. Waktu ini semua disekitar kami sudah berganti orang, disepanjang jalan orang naik dan turun. Penumpang yang naik dari sini kebanyakan pegawai kantor atau pedagang yang setiap harinya bolak balik ke Guangzhou.

Adik Hendro masih segar setibanya di Stasiun Central Guangzhou. (gambar: AH Tjio)
Adik Hendro masih segar setibanya di Stasiun Central Guangzhou. (gambar: AH Tjio)
Empat-belas jam yang mengesankan, untuk mengenal orang Tiongkok dari dekat digerbong kereta cepat ini, menyaksikan mereka yang sebetulnya, mereka bukan seperti yang mentereng dikota-kota atau yang sering dimaki kacau diluar negeri. Seperti semua manusia pada umumnya, mereka sibuk hanya untuk bertahan hidup. Mereka sederhana, irit, sopan, tahan derita dan prihatin, karena kebiasaan dan budaya mereka yang berbeda dengan dunia luar, dengan kesederhanaan mereka yang tanpa mengenakan pakaian mewah maupun menyisir rambut dan menyukur kumis yang rapih, sering disalah mengertikan sebagai kejorokan orang Tionghoa. Kanak-kanak mereka juga diam saja disepanjang jalan, tidak memanja seperti noni dan sinyo. Orang pun sudah tidak lagi sembarangan meludah, banyak yang batuk tetapi meludahkan diatas kertas untuk dibuang ditempatnya. Mengapa Tionghoa banyak batuk ber-riak, mereka merokok seperti tidak ada besok harinya.

Bagaimana kesukaran mereka dalam keadaan mudik sewaktu Sin-cia yang layak Lebaran dengan kereta cepat ini, sukar bisa dibayangkan, tetapi mereka harus mengulangnya setiap tahun. Bagi saya, walaupun telah mengalami semalam yang sukar dilupakan, karena sudah ada kereta super cepat, maka juga tidak berharap memerlukan naik kereta cepat yang super lambat di Tiongkok ini lagi.

Oleh: Anthony Hocktong Tjio.

Monterey Park, CA. 10-1-2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun