Mohon tunggu...
Mohamad Ansori
Mohamad Ansori Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Salah satu cara mendekat pada Allah Swt adalah mentaati perintahNya tanpa bertanya mengapa harus melakukannya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rangkap Tugas? Biasa Saja!

12 Agustus 2021   19:41 Diperbarui: 12 Agustus 2021   19:45 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rangkap tugas seharusnya tidak menjadi persoalan bagi orang Indonesia. Sejak kita belajar di sekolah dasar, rangkap tugas adalah hal yang biasa. Artinya, kita sudah "terlatih" dengan rangkap tugas sejak keci. Dengan demikian, rangkap tugas ketika kita dewasa, seharusnya tidak menjadi hal yang "mengejutkan" lagi. Kok bisa? 

Sejak SD kita belajar banyak mata pelajaran. Ingat saya, ada 9 atau 10 mata pelajaran yang harus saya ikuti setiap minggunya. Mulai dari pelajaran eksak, sosial, agama, olah raga, seni, ketrampilan, moral, dan ... masih ada lainnya apa nggak ya?

Pada setiap pelajaran yang kita pelajari itu, kita akan selalu mendapatkan PR, tugas, ulangan, dan yang terakhir ujian. Bahkan, untuk beberapa mata pelajaran seperti agama, olah raga, ketrampilan, dan kesenian, kita diwajibkan untuk praktek. Sementara waktu yang kita miliki ya tetap 24 jam, dikurangi untuk istirahat, mengaji, dan tentu saja bermain.

So, sejak kecil pula, kita biasa menghadapi situasi "tugas rangkap" bukan? Misalnya, matematika ada PR, apakah ada jaminan IPS atau IPA tidak ada PR? Apakah tidak ada tugas menggambar atau membuat prakarya? Jawabnya, tidak ada jaminan! Artinya, pada hari yang sama kita bisa saja mengerjakan PR matematika dulu, lalu PR IPA dan IPS, sambil menggambar...hehehe.

Merangkap Pekerjaan

Banyak orang yang sebenarnya sudah merangkap pekerjaan. Kita lihat bapak-bapak atau ibu-ibu yang sehari-hari bekerja di kantor, namun di sela-sela waktunya masih bisa membuat pekerjaan lain di rumah. Ada yang buka toko, memelihara ikan, kambing, atau sapi, bahkan ada juga yang memiliki industri kecil rumah tangga.

Saya sendiri pernah punya pengalaman, melihat seseorang yang telah memiliki jabatan. Selepas bekerja, masih menjual produk rumah tangganya berupa makanan kecil, camilan, dan lain-lain. Di rumah istri bapak itu yang memproduksi. Sore harinya si bapak mengirimkan hasil produk istrinya ke warung-warung, depot, dan restoran dengan sistem "titip", yaitu dengan cara membayar yang laku terjual saja.

Setelah saya tanya, mengapa sampai sebegitunya Pak? Bukankah pendapatan dari menjadi pegawai pemerintah sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari? Bahkan untuk menabung dan ongkos ONH juga sudah cukup?

Bapak itu berkata, "Mas, bekerja itu tidak selalu alasan uang. Saya juga butuh mengisi waktu luang, menjalankan hobby, mencari variasi kegiatan, dan sebagainya. Tiap hari ngantor dan mengerjakan pekerjaan yang itu-itu saja, bosan. Apalagi, kalau ada tambahan? Lebih menarik bukan?"

Benar juga. Tugas dan pekerjaan memang membebani hidup kita. Khususnya jika kita menganggapnya sebagai beban. Tetapi jika  kita melakukannya dengan ikhlas, penuh keceriaan, menikmati, bahkan menganggapnya sebagai hobi dan variasi kegiatan, tentu pekerjaan tidak akan menjadi beban lagi!

Enjoy dengan Tugas Rangkap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun