Mohon tunggu...
Ansita Rosalinda
Ansita Rosalinda Mohon Tunggu... Lainnya - Ansita Rosalinda

Fokus pada tujuan, taklukkan rintangan dalam proses

Selanjutnya

Tutup

Financial

Black Swan, Financial Deepening, dan Langkah Bank Sentral Indonesia

9 April 2020   09:04 Diperbarui: 9 April 2020   09:10 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Perekonomian global sedang dilema dalam menghadapi ketidakpastian yang mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak stabil dan / atau mati. Tidak satu dua negara yang berada dalam situasi ini. Bahkan negara - negara maju dan memiliki kekuatan ekonomi tidak dapat menghindari dilema ketidakpastian yang berasal dari faktor - faktor luar economi (un economocs). Contohnya Amerika Serikat, China (bahka menjadi negara asal mulanya fenomena un economics yang saat ini terjadi).

Un economics yang mampu memberikan efek ketidakpastian atau memengaruhi perekonomian di sebut black swan. Pertama kali diperkenalkan oleh Nassim Nicholas Taleb pada tahun 2007 (Dr. Moses Simanjuntak, 2020). Menurut MIT Sloan School of Management (Maret, 2020) menyatakan bahwa Black Swan sangat jarang terjadi, dampaknya bisa dalam skala besar (global), tidak dapat diprediksi dampaknya pada sosial  maupun bisnis, dan pada priode ketidakpastian yang tinggi.

Black swan yang saat ini sangat rawan bagi perekonomian seluruh negara (global)  berasal dari suatu virus pada  hewan yang menyerang manusia, tepatnya pada alat pernapasan. Virus ini adalah conora virus atau dikenal dengan covid-19. Covid-19 menjadi pandemi yang sangat serius, bahkan dapat dikatakan lebih parah daripada masa resesi ekonomi. Seperti pada tahun 2008 atau fenomena perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok yang panas pada pertengan tahun 2019. Karena belum ditemukan obat yang dapat memberantas covid-19, sedangkan penyebarannya sangat cepat. Hal ini yang mengakibatkan ketidakpastian tersebut berlarut - larut.

Ketidakpaatian yang tidak dapat dapat diprediksi dengan jelas kapan berakhirnya, mengakibatkan pembangunan ekonomi menjadi terkendala. Dalm hal ini tidak terlepas dari dari sektor keuangan yang sangat penting peranannya dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian. 

Menurut Agrawal (2001) bahwa pembangunan sektor keuangan melibatkan rencana dan implementasi dari kebijakan untuk mengintensifkan tingkat monetarisasi perekonomian dengan cara meningkatkan akses terhadap institusi keuangan, transparasi, dan efisiensi, serta mendorong rate of return yang rasional. Sedangkan Brandl (2002:4) menyatakan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sektor keuangan yang berjalan dengan baik akan mendorong kegiatan perekonomian meningkat.  Sebaliknya, apabila sektor keuangan yang tidak dapat berjalan baik, menyebabkan perekonomian mengalami hambatan likuiditas.

Pendalaman sektor keuangan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan rasio tabungan domestik, mengukur sistem moneter dalam memberikan peluang provit untuk investor, dan memperkuat mobilisasi dan alokasinya. Oleh sebab itu, pendalaman sektor keuangan sangat tepat menjadi alternatif dalam mengambil suatu kebijakan moneter untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Namun tujuan tersebut terhambat dengan adanya problematika yakni kekurangan modal dalam membiayai investasi pembangunan khususnya di negara berkembang Indonesia. Di tambah dengan ketidakpastian yang mengakibatkan sektor keuangan menjadi terpuruk, sehingga berdampak besar bagi perekonomian. Problematika karena adanya pandemi, menyerang melalui variabel - variabel moneter ekonomi yakni, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga. Kemudian akan berdampak pada sektor keuangan.

Nilai tukar rupiah atau diartikan sebagai nilai suatu mata uang terhadap mata uang lain (Mishkin, 2004). Hal yang sinonim dikatakan oleh Krugman (2005), bahwa nilai tukar sebagai harga sebuah mata uang yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lain. Keterkaitan nilai tukar pada financial deepening ialah apabila kurs domestik sedang mengalami apresiasi terhadap mata uang lain, maka akan meningkatkan permintaan barang dan jasa. Namun, apabila mengalami depresiasi, masyarakat akan memburu mata uang asing.

Akibat terjadinya pandemi saat ini nilai tukar rupiah sempat mengalami depresiasi hingga tembus sekitar enam belas ribu sekian per dollar Amerika Serikat, (web resmi Bnk Indonesia). Hal tersebut menuebabkan sektor keuangan menjafi tidak stabil. Terjadinya outflow yang semakin meningkat mengakibatkan modal pembangunan ekonomi Indonesia mangalami polemik. Di tambah dengan kurangnya kepercayaan investor baik domestik maupun lokal dalam menginvestasikan dana ke Indonesia. Sebab, investor selalu update mengenai kondisi pasar di tengah ketidakpastian pandemi.

Selain itu yang memengaruhi sektor keuangan ialah tingkat suku bunga. Memurut Samuelson, P.A., dan William D.N. (2004), suku bunga merupakan pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Masa pandemi seperti sekarang, suku bunga sangat rentan terhadap perubahan perilaku pelaku ekonomi.

Tingkat suku bunga normal yang ditetapkan Bank Sentral, menjadi salah satu ketakutan bagi investor dalam masa pandemi. Sebab, tingkat suku bunga yang tinggi akan berdapak pada risiko yang tinggi pula. Di tengah ketidakpastian para investor tidak akan mengambil langkah tersebut dan memilih menarik modalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun