"Hana.."
Suara itu membuat Hana membalikkan badannya. Dan dalam sesaat dia sudah berpandangan dengan mata pemanggilnya.
"Halael.. "
Entah mengenal dimana, kedua mata mereka berpandangan menembus dalamnya dinding waktu dan hati yang ada diantara keduanya.
Tangan Hana yang sedang berlatih menari untuk pementasan teater kontemporer pun terhenti dalam tatapan mata yang beku. Halael pun menyambut tangan itu dan menggerakkannya dalam harmoni yang berbeda.
Keduanya lalu menari mengitari panggung yang berubah menjadi auditorium yang artistik. Tarian yang tak berhenti, tak ada rasa lelah, tak ada rasa susah. Dalam hangatnya malam mereka terus menari menembus pagi.
Malam berganti pagi, pijar matahari mulai meronai wajah bumi pertiwi. Tatkala keduanya berada di lereng bukit Bromo memandangi matahari yang sedang berdandan memancarkan cahayanya yang merah.
Tak ada cerita diantara mereka, hanya tatapan mata dan bahasa tubuh yang berbicara di saat-saat yang ada.
Halael menarik tubuhnya sedikit menjauhi Hana. Dia berdiri lalu direntangkannya kedua tangannya seperti mengajak Hana untuk menari kembali. Di atas lereng gunung Bromo itu mereka kembali menari tarian yang diiringi oleh lantunan nada burung penjaga.
Ditengah lantunan nada itu, Halael menahan tubuhnya yang bergetar saat sepasang sayap tumbuh di kedua tangannya yang sedang menari ke atas. Tanpa dilepaskannya gengaman tangannya dari Hana. Halael pun berdiri, melayang, dalam sayap legam di tangannya.
Halael merengkuh tubuh mungil Hana dan membawanya terbang melintasi kabut yang masih menyelimuti puncak gunung itu.