Mohon tunggu...
Anselmus Puasa
Anselmus Puasa Mohon Tunggu... Dosen - nama panggilan Amos

Amos si penggemar film Kung Fu China

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beragama yang Benar

22 Juli 2021   10:03 Diperbarui: 22 Juli 2021   10:16 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Agama palsu

Saya mengawali tulisan ini dengan mengutip kisah Anthony de Mello dari bukunya Burung Berkicau (179-180:2006) Begini cerita  de Mello, Suatu malam, aku dan temanku pergi ke Pasar malam. Tapi bukan pasar dagang melainkan pasar agama. Di sana terjadi persaingan dan propaganda yang sama-sama hebatnya. Di Kios Yahudi, kami mendapat selebaran yang mengatakan bahwa Tuhan itu Maha Pengasih dan bahwa bangsa Yahudi adalah umat pilihan-Nya. Tidak ada bangsa lain yang terpilih seperti bangsa Yahudi. Di Kios Islam, kami mendengar promosi bahwa Allah itu Maha Penyayang dan Muhammad adalah nabi-Nya. Keselamatan hanya dapat diperoleh dengan mendengar  Nabi Tuhan yang satu-satunya itu. Sedangkan di Kios Kristen, kami menemukan bahwa Tuhan itu adalah Cinta dan bahwa di luar  gereja tidak ada keselamatan. Silahkan mengikuti Gereja Kudus, jika tidak ingin mengambil resiko masuk neraka.

Pada waktu keluar, aku bertanya kepada temanku, "Apakah pendapatmu tentang Tuhan ?" jawabnya "Rupanya Ia penipu, fanatik dan bengis." Sesampainya di Rumah, aku berkata kepada Tuhan: "Bagaimana Engkau dapat bisa tahan dengan hal seperti ini Tuhan ? Apakah Engkau tidak tahu, bahwa selama berabad-abad mereka memberi julukan jelek kepadaMu ?" dan Tuhan berkata: "Bukan Aku yang mengadakan 'Pasar malam agama' itu. Aku bahkan merasa terlalu malu untuk mengunjunginya."

Idealnya, memang tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kepada para penganutnya untuk  melakukan tindakan kekerasan berupa pengrusakan dan pembakaran tempat ibadah, penganiayaan dan bahkan pembunuhan. Akan tetapi faktanya,  selalu berbicara lain.

Makanya ketika kita mau berbicara tentang kekerasan atas nama agama sepertinya tidak pernah mengenal kata akhir. Hampir setiap saat, kita menyaksikan lewat media atau bahkan di sekitar kita, terjadi tindak kekerasan dari orang-orang beragama, dengan mengatasnamakan satu agama dan bahkan mengatasnamakan Tuhan, untuk menghakimi dan menzalimi orang lain yang tidak seagama atau yang berbeda agama dan keyakinan. Makanya dalam cerita Anthony de Mello di atas, Tuhan sendiri pun merasa malu dengan perilaku  umat yang menyebut diri mereka sebagai orang percaya, orang beriman, orang saleh, orang suci, dan orang beragama. Sebab perilaku mereka yang sesungguhnya tidak mencerminkan iman, percaya, kesalehan, kesucian dan agama mereka sama sekali. Jadi sesungguhnya perilaku menyimpang yakni permusuhan dan tindak kekerasan yang terjadi selama ini, bukan dilakukan oleh orang-orang yang selama ini kita anggap mereka sesat, atau bahkan tidak ber-Tuhan (ateis), namun justru dilakukan oleh mereka yang konon beragama tapi pasti tidak ber-Tuhan.

Perilaku Sesat ?

Pada awal bulan Mei, Radar Halmahera memuat berita dengan Head line "Aliran Sesat Subur di Halut". Diberitakan bahwa MUI Halut telah mengeluarkan dua fatwa yang menyebutkan di Halut terdapat dua aliarn sesat yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Aliran pertama terdapat di Desa Luari dengan nama LA LU yang mengajarkan kepada para pengikutnya untuk berpuasa di malam hari, bukan di siang hari sebagaimana diajarkan dalam Islam , dan yang kedua terdapat di Morotai yang dipimpin oleh Noce, yang tidak mewajibkan kepada para pengikutnya untuk melakukan shalat(Radar halmahera 2 Mei 2012). Dalam Kekristenan, secara khususnya di Indonesia, sempat terjadi kehebohan yang disebabkan oleh Mangapin Sibuea. Dia yakin bahwa Tuhan Yesus akan datang pada tanggal 10 November 2003 di daerah Baleendah Bandung. Sibuea kemudian meralat waktu kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali menjadi 11 Mei 2007.

Ribuan orang meninggalkan pekerjaan, kekasih, keluarga, dan kampung halamannya untuk berkumpul di Bandung menantikan kedatangan Tuhan Yesus. Alih-alih Tuhan Yesus yang datang, para polisilah yang datang menangkap Sibuea dan beberapa pemimpin lainnya. Bagi kita, kelompok seperti ini dikategorikan sebagai sesat, karena apa yang diajarkan itu bertentangan dengan isi kitab suci yang kita anut. Selain itu, kebanyakan orang kristen juga menentang kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Saksi Yehuwa. Aliran  yang didirikan  oleh Charles Tase Russel ini, tidak mengakui bahwa Yesus bukanlah Allah melainkan hanya titisan dari malaikat Mikhael. Kita juga mengenal aliarn yang  menamakan diri mereka sebagai Children of God, yang mengajarkan dan mempraktekan seks bebas sebagai tanda atau bukti cinta kasih di antara sesama.

Sebagai orang yang berpegang teguh pada kebenaran agama, sudah barang tentu kita akan marah bila ada seseorang atau sekelompok orang yang dengan seenak perut  menentang 'ajaran yang benar' sebagaimana yang kita pahami, dan lalu mengajarkan hal-hal sesat tersebut kepada orang lain. Akan tetapi, janganlah  kemarahan kita kemudian kita jadikan sebagai pembenaran untuk bertindak sebagai seorang hakim Allah yang telah diberi mandat dan otoritas penuh untuk menghukum dan membinasakan mereka-mereka yang kita cap sesat tersebut.

Adalah tugas orang-orang beragama (agama benar) untuk dengan sabar dan penuh kasih untuk mengajarkan, menuntun dan membimbing mereka yang bagi kita dianggap berperilaku sesat itu, agar mereka sadar dan bisa kembali  ke jalan yang benar. Dalam konteks seperti itu tentunya, tugas yang diemban oleh orang-orang beragama (agama benar) sangat berat di negara tercinta ini, dimana praktek korupsi begitu subur, tindak kekerasan marak di mana-mana, dan pengrusakan lingkungan hidup sangat hebat. Menurut hemat saya, perilaku-perilaku sesat seperti itu harus diberantas, karena sangat subur dan marak dipraktekan oleh kita-kita yang berpenampilan baik, suci dan saleh. Akan tetapi sesungguhnya sangat menjijikan di hadapan Tuhan Allah yang adalah Pengasih, Penyayang dan penuh Cinta Kasih. Lantas seperti apakah beragama yang benar dan dikehendaki oleh Allah ?

Beragama Yang Benar

Konon Leonardo Boof seorang teolog Khatolik asal Brasil bertemu dan bercakap-cakap dengan Dalai Lama dari Tibet. Boff mengajukan pertanyaan kepada Dalai Lama begini, "Agama manakah yang terbaik ?" atas pertanyaan ini, Boff sudah dapat memprediksikan bahwa paling tidak sang pemimpin spiritual asal Tibet itu akan menjawab, agama yang terbaik adalah 'Budhis dari Tibet, atau salah satu agama yang ada di Asia.' Bagaimana jawaban Dalai Lama ? Mendengar pertanyaan yang diajukan itu, Dalai Lama tersenyum dan menatap wajah Boff dalam-dalam, sambil berkata, "Agama yang paling baik adalah agama yang membawamu paling dekat dengan Tuhan. Dan  agama yang  membuatmu menjadi orang yang lebih baik."

Dengan agak sedikit malu, Boff melanjutkan lagi pertanyaannya, "Apa yang bisa membuat saya menjadi lebih baik ?" Dalai Lama pun melanjutkan jawawabanya,  "Agama yang membuatmu lebih berwelas asih, lebih masuk akal, lebih terlepas, lebih mencintai, lebih memiliki rasa kemanusiaan, lebih bertanggungjawab secara etis. Agama yang melakukan semuanya  itu adalah agama yang terbaik. Dalai lama pun  melanjutkan, "Teman, saya tidak tertarik tentang agamamu atau apakah kamu beragama atau tidak. Yang terpenting bagiku adalah tingkalakumu di depan rekan, keluarga, pekerjaan, komunitasmu dan di hadapan dunia.Ingatlah bahwa semesta adalah gema dari tindakan dan pikiran kita. Hukum aksi dan reaksi tidaklah semata-mata untuk ilmu alam, akan tetapi juga untuk hubungan antara manusia. Jika saya bertindak dengan kebaikan, saya akan menerima kebaikan. Jika saya bertindak dengan kejahatan maka saya akan mendapatkan kejahatan. Menjadi bahagia bukanlah takdir, akan tetapi masalah pilihan."

Jadi agama yang benar adalah agama yang tidak mengajarkan kepada para penganutnya untuk pukuli orang lain, melainkan peduli kepada orang lain. Terutama kepada mereka yang lemah dan termarginalkan, sebagaimana disentil oleh John R. W. Stott dalam bukunya Isu-Isu Global dibawah ini:

"Saya kelaparan, dan anda membentuk kelompok diskusi untuk membicarakan kelaparan saya. Saya terpenjara, dan anda menyelinap ke kapel anda untuk berdoa bagi kebebasan saya. Saya telanjang, dan anda mempertanyakan dalam hati kelayakan penampilan saya. Saya sakit, dan anda berlutut dan menaikkan syukur kepada Allah atas kesehatan anda. Saya tak mempunyai tempat berteduh, dan anda berkhotbah kepada saya tentang kasih Allah sebagai tempat berteduh spiritual. Saya kesepian, dan anda meninggalkan saya sendirian untuk berdoa bagi saya. Anda kelihatan begitu suci, begitu dekat kepada Allah. Tapi saya tetap amat lapar-- dan kesepian -- dan kedinginan."

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa agama yang tidak mengajarkan solidaritas dan hanya mengajarkan penganutnya untuk melakukan permusuhan dan tindak kekerasan kepada sesama adalah agama yang kehilangan spritualitas ke-Tuhan-annya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun