Mohon tunggu...
Anriadi
Anriadi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang penjelajah Hikmah, akan kucari dimana ia berada.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Surat Cinta Menuju Pelantikan dan Rakernas PP IMDI

7 Oktober 2022   22:50 Diperbarui: 7 Oktober 2022   23:20 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hery Syahrullah sebagai ketua formatur PP IMDI yang akan dilantik dengan visi misi Literasi, Diskusi dan Aksi memberi gambaran masa depan IMDI yang belum jelas. Menurut hemat penulis, visi misi seperti itu adalah visi misi dengan kualitas setingkat komisariat, atau jenjang pertarungan di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) atau pemaparan Visi Misi ditingkat kampus, sedangkan yang akan dilantik memegang kendali pada tingkat Nasional, yang punya ranah gerakan seluruh Indonesia. Terminologi Aksi yang menjadi visi misi ketiga sangat buram, Aksi apa yang mau diperbuat? sedangkan kader butuh Aksi dan gerakan yang jelas.

Visi misi ketua PP IMDI semestinya harus sesuai kualitas dan standar jenjang kepemimpinannya seperti membawa nama IMDI ke kancah Nasional, mampu bersaing dalam perebutan politik DPP KNPI, diperhitungkan oleh Negara dan menjalin kolaborasi dengan lembaga negara ditingkat pusat, tercatat dan  diperhitungkan oleh Kesbangpol juga dalam Kemenkumham. Tidak hanya itu, PP IMDI juga harus mulai diperhitungkan oleh organisasi Cipayung Plus dan mampu terlibat didalamnya, mengawal issu-issu kebangsaan dan keagamaan, bermanfaat bagi masyarakat, mampu mempengaruhi kebijakan publik ditingkat Nasional dan masih banyak lagi. Visi misi ini terlalu tinggi, tetapi itulah tingkatan kualitas bagi seorang pemimpin IMDI ditingkat pusat.

Ada begitu banyak tugas PP IMDI kedepan jika melihat realitas dan dinamika IMDI di akar rumput. Kolaborasi serta jago memainkan Political lobbying ditingkat Nasional adalah pintu masuk kedalam masa depan IMDI yang lebih cerah serta berwibawa dan disegani publik. tetapi agaknya pembaca akan merasa ilfill membaca opini penulis karena terlalu melangit. Ada beberapa tugas akar rumput yang mesti diselesaikan dari dulu. ini menjadi batu pondasi kekuatan IMDI membangun gerakan dan kolaborasi kedepan. Tanpa memperhitungkan hal dasar ini, saya sebagai penulis belum bisa keluar dari rasa pesimis akut menerawang masa depan IMDI yang suram.

Merawat Tradisi Intelektual

Sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan dimana pun dan apapun modalnya adalah intelektual. Seorang mahasiswa tidak boleh berkata dan bertindak tanpa disertai pertimbangan dasar ilmiah dan intelektual serta punya dasar argumentasi yang rasional. Inilah yang membedakan IMDI dengan masyarakat lain. Bangunan intelektual yang rapuh menjadi kelemahan kader IMDI secara holistik. Kurangnya kajian intelektual, malas membaca, malas diskusi menjadikan landasan modal intelektual IMDI keropos, alhasil mahasiswa yang tertarik dengan tujuan IMDI yang paripurna dan moderat terhalang dengan realitas kualitas kader yang lemah serta tidak mampu survive dengan kualitas mahasiswa lain. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa banyak kader IMDI yang setelah di Diklat Kader Dasar (DKD) menghilang dan beberapa fakta mereka justru masuk dan aktif di warna lain. Miris.

Tipe kader yang kritis dan menyumbang ide serta gagasan yang konstruktif untuk IMDI justru dijadikan musuh dan dikucilkan. Karakteristik kader yang sering mengkritisi IMDi adalah bentuk kasih sayang dan cinta yang menyamar dalam bentuk kritikan, begitu kata para pujangga. Gelombang kader ini perlu dirawat karena mampu memberi warna dan dinamika sehat di tubuh IMDI. Salah satu kelemahan IMDI adalah terlalu banyak melahirkan kader yang tunduk, patuh serta meng-agung-kan senioritas seperti tuhan. Kader yang kritis dan punya pandangan holistik dari sudut lain memberi corak intelektual.

Selain malas kajian, diskusi dan membaca, Pimpinan IMDI tidak menyediakan sebuah konsep dasar kajian intelektual bagi kader di seluruh Nusantara. Ini membuat para kader bingung mau buat kajian seperti apa? sebab tidak pernah ada konsep kajian yang jelas. Ini tentu dosa besar para pimpinan IMDI yang terlalu nyenyak tidurnya disamping kader yang terombang ambing mau buat apa. Dalam momentum Rakenas ini, penulis berharap ada gagasan serta ide cemerlang yang konstruktif dengan membaca realitas IMDi hari ini dengan kondisi masa depan kader. Tentunya, pola dan doktrin lama yang mengungkung ide-ide segar yang selalu dibangun para senior perlu ditinggalkan. Ruang pertarungan gagasan di Rakernas nanti perlu terbuka dan menerima semua saran dan ide. Tetapi sayangnya, panitia Rakernas justru membatasi jumlah kader sebagai peserta penuh satu orang dan peninjau satu orang tiap tingkatan, sepertinya memang IMDI tertutup dan membatasi dirinya dari corak ide dan gagasan yang cemerlang, padahal banyak kader IMDI siap memberi bantuan gagasan tapi justru dibatasi, fenomenai ini membunuh kualitas asas demokrasi IMDI. Dengan mempersipakan kader yang berpikiran terbuka, melampaui zaman serta konstruktif dalam forum Rakernas dengan membaca peluang masa depan global, penulis tentu akan sangat mengapresiasi.

Para pimpinan yang akan dilantik perlu prihatin para krisis intelektual di IMDI dan mampu menawarkan sesuatu yang memenuhi dahaga intelektual para kader di akar rumput. Aktifitas ritual yang selama ini di idolakan pimpinan IMDI perlu direkonstruksi menjadi gerakan Intelektual spiritual agar kader mampu survive ditengah krisis intelektual dan masa depan bangsa. IMDI perlu merawat Tradisi Intelektual bermula dari akar rumputnya.

Menata Administrasi

Sebagai seorang mantan Sekretaris Umum yang gagal, penulis belum menemukan tipe model administrasi yang benar dan dibenarkan secara organisasi. Betapa tidak, model persuratan ditingkat PP, PW, PC hingga Komisariat dan Rayon berbeda-beda. Jika ternyata ada kesengajaan dalam perbedaan itu seharusnya ada dalam pedoman administrai. Tetapi juga tak ada.

Ini juga yang menjadi kelemahan yang disengaja. Model dan bentuk admnistrasi IMDI yang carut marut sejak dari dulu memberi kesan bahwa solidaritas dan kesamaan ditubuh IMDI tidak begitu erat. Adanya berbagai versi persuratan yang berbeda semakin membuat dilema para pimpinan di akar rumput, maka tidak heran model persuratan di berbagai cabang selalu berbeda-beda dan tak sedikit mengikuti model persuratan dari organisasi lain. Beberapa senior yang minim prestasi haus apresiasi mengatakan itu bukan permasalahan besar. Bagi saya justru disitu kelemahan dan kekuatan sebuah organisasi terlihat dari ketatnya persuaratan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun