Ruang Demokrasi
Pada diskursus tentang demokrasi era kekinian apalagi pada masa pandemi covid-19, pada dasarnya hanya berpindah dari ruangan publik, koridor, ke layar digital. Bahkan konsep kali ini jauh lebih bervariasi dan bisa melanjutkan diskursus tersebut pada ruang WAG atau grup media sosial lainnya.Â
Pada masa orde lama  dan orde baru kelompok kelompok Civil Society, seperti NGO, forum diskusi, komunitas, mahasiswa, kerap kali memilih ruang publik untuk menggelar diskusi membahas perihal apa yang sedang populer masa itu, terutama tentang kekuasaan.Â
Setelah diskusi berlangsung, kadang tak memiliki lagi ruang untuk membahas atau berdiskusi lebih dalam kecuali pada ruang ruang tertentu dengan keterbatasan orang. Â
Pada era digital justru ruang itu semakin terbuka lebar dan menghadirkan audiens dari berbagai kalangan, wilayah, suku dan bangsa.
Salah satu yang menarik dicermati adalah lahirnya program Akbar Faizal Uncensored yang digagas oleh Nagara Institut.Â
Beberapa kajian Nagara Institut kemudian diterjemahkan oleh Akbar Faizal sebagai host ubtuk mengundang beberapa narasumber yang sangat berkompeten membangun narasi, wacana, menciptakan ruang demokrasi serta melakukan kritik publik kepada kekuasaan.Â
Contoh, ketika Akbar  Faizal menghadirkan Rocky Gerung dalam dua episode program Akbar Faizal Uncensored. Konten konten ini kemudian beredar dan viral melakui sejumlah platform berbasis vidio. Tentu ada yang melintas begitu saja tetapi ada pula beberapa grup yang membahas dari apa yang mereka diskusikan berdua.Â
Pun jika hanya sekedar melintas setidaknya warga net telah menonton, menyimak dan akan memberikan wacana tersendiri dalam benaknya.Â
Hal hal seperti ini merupakan kekuatan dahsyat yang akan mengantar warga hingga terbentuknya atau bermuara pada apa yang saya istilahkan "parlemen digital".
Tetapi bukan hanya Albar Faizal. Najwa Shihab melalui Mata Najwa yang masih bertengger sebagai program talk show favorit, juga ada Bang Karni Ilyas, Narasi TV, Helmy Yahya Bicara dan sederet program lainnnya baik yang dikemas secara profesional maupun otodidak, baik yang rekamannya secara nasional di Jakarta maupun muatannya tingkat lokal. Toh, pada muaranya hal ini sangat penting kehadirannya untuk membangun demokrasi di Indonesia dan di daerah.
Parlemen digital ini lahir di tengah situasi Demokrasi kita yang telah terkooptasi oleh  kepentingan oligarki dan koalisi antara eksekutif dan legislatif. Proses ini terjadi dari pusat hingga ke daerah sehingga nilai nilai balance sebagai syarat mutlak demokrasi itu tidak berkembang.