Ensiklopedia Holocaust menyebut orang yang bersikap rasis adalah orang yang meyakini karakteristik turunan yang dibawa sejak lahir secara biologis menentukan perilaku manusia. Â Dan Doktrin rasis menegaskan bahwa darah adalah penanda bangsa -- etnis.
Pertengahan Januari 2021, isu rasis menyeruak di tanah air. Jagad tagar twitter sempat menyematkan rasis pada peringkat pertama setelah ada tokoh yang  diduga menyerang secara rasis  Natalius Pigai melalui jagad twitter. Â
Pigai adalah mantan komisioner Komnas HAM berasal dari Papua yang gemar melakukan kritik melalui akun twitter. Ia tak segan  mengkritik sejumlah tokoh termasuk Presiden Jokowi.Â
Terakhir, Pigai memantik Vaksin Sinovac yang telah disuntika ke tubuh Jokowi. Pantikan Pigai itu, dibalas oleh Permadi Arya dan Ambroncius Nababan. Nama terakhir telah masuk dalam bui, setelah polisi menetapkan bahwa cuitan  Ambroncius tersangka  rasis terhadap Pigai.
Jauh di belahan Eropa, tempatnya negeri Pizza Italia, isu rasis juga sedang menyepak striker gaek AC Milan, Zlatan Ibrahimovic.  Bermula kala bigh match AC Milan vs Inter Milan dalam Copa Italia. Dua striker club dari kota mode Milan itu, Lukaku dan Ibrahimovic  terlibat adu mulut yang menyebabkan keduanya diganjar kartu kuning oleh wasit.Â
Usai perhelatan yang dimenangkan oleh Inter Milan, isu rasis pun menyeruak. Ibra yang telah mengemas 12 gol untuk AC Milan musim 2021, dituding mengucapkan rasis ke Lukaku "lakukan saja voodoomu". Voodoo adalah ritual yang sering dilakukan oleh orang Afrika. Â Ungkapan itulah, sehingga Ibrahimovic dituding telah berperilaku rasisme.
Bagi lapangan hijau, isu rasis telah mencuat sejak seratus tahun silam. Brazil lah, sebagai negara yang mengawali korban isu rasis. Sebagai negara yang merajai dunia sepak bola pada masa itu, sehingga motif rasis melanda bukan hanya kepada pemain tetapi wasit yang berasal dari Brasil. Â
Seorang wasit Brasil, Marcio Chagas da Silva,  pernah mengatakan dirinya menjadi target 200 lebih serangan bermotif ras sepanjang kariernya. Ia mencontohkan pada saat memimpin  laga antara klub Brasil Esportivo dan Veranopolis, fans berteriak ke arahnya: "Lebih baik tetap di sirkus.Â
Kembali ke hutan, monyet!"  Saking rasisnya,  tahun 1920-an  presiden Brasil memanggil pelatih timnas untuk memastikan mereka tidak membawa pemain berkulit hitam saat tur mancanegara.  Semua itu sebab sepak bola masih dianggap sebagai aktivitas bagi kaum elit berkulit putih.
Riwayat buruk  kasus rasis di lapangan hijau kini  menempatkan FIFA di garis terdepan dalam perjuangan melawan rasis yang mengerikan pada hak asasi manusia.  "FIFA tidak akan mengecewakan para korban pelecehan rasisme." Begitu bunyi, janji FIFA pada korban rasis. Â
Pula aturan baru FIFA tentang pelaku rasis, akan memberlakukan  hukuman yang berlipat ganda.Â