Mohon tunggu...
Anny Im
Anny Im Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis untuk berbagi dan menggerakkan hati.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lagu Lama Demokrasi

23 Agustus 2021   20:23 Diperbarui: 23 Agustus 2021   20:31 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lagu Lama Demokrasi

Dan terjadi lagi kisah lama yang terulang kembali. Belum genap habis masa jabatan, paling tidak mendekati hari pemilihan, para kandidat Pemilihan Presiden 2024 sudah mencuri start dan berlomba dengan baliho-baliho terpasang di pojok jalan.

Pakar Komunikasi UI Firman Kurniawan Sujono mengatakan  "Namun, dalam musim kampanye atau event lain, di mana terjadi kompetisi baliho, justru kejenuhan yang terjadi. Pesan memang memaksa masuk, tapi persepsi yang terbentuk bisa negatif. Masyarakat muak, dan secara sadar memilih bersikap sebaliknya dari tujuan pesan. Masyarakat menolak pesan," ujarnya. (m.dw. com)

Apa tidak terlalu cepat? Pilpres yang lalu saja masih meninggalkan trauma dan rasa kecewa, ini sudah disuguh lagi wajah wajah untuk "dipilih". Kami rakyat sudah lelah, lelah dengan janji janji, lelah dengan kehidupan yang tak semakin membaik, sedang yang di Istana memainkan pion pemerintahan berdasar kepentingan semata. Kapan rakyat dipikirkan secara totalitas, pak?

Apa demokrasi bisanya hanya segini?
Nyatanya, Iya. Bagi pemuja demokrasi berat memang mengakui kenyataan bila tak ada pemilu maka negara ini tak demokratis. Coba tengoklah, kenyataan hidup kita kini jauh dari demokratis.  Hanya pemilu itu sendiri perwakilan aktifitas demokratis, selainnya tidak demokratis. Keadilan terjun bebas, kesejahteraan mati suri. Kebangkitan dan kemerdekaan bangsa apa kabar? Hutang kita menggunung, kekayaan alam kita dirampas. Kesenjangan kaya dan miskin semakin lebar.
Ya, memang begini demokrasi yang kau banggakan.

Mereka bukan mengajukan diri untuk mengabdi menjadi pelayan rakyat,  kalaupun ada yang berniat tulus, menjadi politisi yang bersih dari kepentingan, sesegera mungkin disingkirkan, karena mengganggu jalannya kepentingan yang diusung bersama.

Sebagai seorang muslim ada alasan lebih dari pada kedzaliman yang terjadi karena demokrasi. Yaitu penghambaan pada manusia.

Kita hidup sebagai hamba Allah, hidup di bumi milik Allah tentu selayaknya segala kepentingan kita dikembalikan pada Allah. Allah tujuan utama. Tapi berkat demokrasi, Allah tersingkir (baca: disingkirkan).

Kehidupan yang seharusnya diatur dengan aturan Allah berdasarkan Al Qur'an Sunnah Ijma Qiyas diubah menjadi aturan manusia. Manusia lebih takut dan tunduk pada manusia lainnya daripada takut ancaman neraka Allah.
Sudah lihat kan? Bagaimana korupsi menggelora dimasyarakat kita. Itu terjadi atas izin demokrasi, tak ada takut takutnya menerima harta haram yang penting request pak bos yang dihormatinya tercapai. Lihat  juga kan, bagaimana alam kita dirampok dari genggaman pribumi, kita rela diberi hanya secuil. Disaat yang sama kita dibebani pajak bermacam macam, dan laib sebagainya.
Kacaunya lagi semuanya terjadi secara sistematis, kejahatan yang rapi terstruktur. Kedzaliman terencana.

Akankah kita mau terus terusan berada dalam kubangan lumpur ini selamanya? Tentu saja tak ada yang mau menderita. Apalagi menderita di dunia dan akhirat, karena nanti Allah akan bertanya. Mengapa kita lalai terhadap penegakkan hukum hukum Allah? Mengapa kita tidak mengikuti ajaran Rasulullah untuk mengembalikan kepada Al Qur'an dan sunnahnya?

Untuk itu selama nafas masih tersisa, mari kita berjuang bersama sama keluar dari penghambaan pada manusia kepada penghambaan pada Allah semata. Melepaskan diri dari cengkeraman demokrasi yang sarat kebathilan dan ego kepentingan kapitalis. Tak ada kata terlambat dan sia sia selama perjuangan kita niatkan karena Allah. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk senantiasa taat kepadaNya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun