Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bumikan Sains untuk Masyarakat

31 Mei 2022   10:31 Diperbarui: 31 Mei 2022   10:39 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sains sebagai "madzhab suci" para ilmuwan harus membumi dalam kehidupan masyarakat. Menjadi pedoman setiap orang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sains atau ilmu pengetahuan seharusnya tidak melangit. Para elite intelektual sudah saatnya bergerak untuk melakukan "politik media sosial", memperbanyak publikasi hasil pemikiran/riset dalam bentuk catatan, opini, kolom, analisis dan semacamnya di media-media popular. Itu bisa menjadi ruang pencerahan untuk menciptakan warga negara dan warganet beradab sebagai basis network society.

Tahun 1994 lalu, Prof. Quraish Shibab memperkenalkan sebuah kosep "membumikan al-Qur'an" melalui karyanya "Membumikan Alquran; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat" (1994). Buku ini merupakan salah satu best selling, dan dua tahun sejak diterbitkan, sudah dicetak untuk edisi ke-13.

Konsep "membumikan al-Qur'an" ini kemudian menjadi popular di kalangan cendekiawan, mahasiswa, dan tak terkecuali para juru dakwah. Pesan utamanya adalah bagaimana pesan-pesan kitab suci "tidak melangit", mengawang-awang di langit, dan hanya membahas tentang kehidupan di dunia terwujud bayang-bayang surga dan neraka.

Al-Qur'an tidak boleh terhenti pada tataran kajian ilmiah, atau sekadar dibaca, dihafalkan, tapi keistimewaannya tertahan pada huruf, ritme, dan nada bacaan saja. Pesan-pesan al-Qur'an juga tidak boleh ekslusif, elitis, dan hanya dapat dipahami secara terbatas di kalangan pakar/ilmuwan/ahli dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur'an.

Ayat-ayat al-Qur'an dan maknanya harus "membumi" dan "mendekatkan," yakni mendekatkan dua kondisi yang berbeda, antara kondisi ideal Al Qur`an (das sollen) dan kondisi nyata kehidupan umat (das sein). Al-Qur'an harus dapat dimengerti dengan mudah oleh masyarakat dari semua golongan. Pesan-pesan al-Qur'an harus dekat, menjadi petunjuk nyata yang mudah diamalkan dalam berbagai aspek kehidup keseharian masyarakat. Hanya dengan cara demikian, maka al-Qur'an bisa menjadi rahmat bagi seluruh semesta (rahmatan lil a-lamin).

Namun demikian, ada beberapa problematika dalam membumikan al-Qur'an. Diantaranya  karena faktor geografis, keterbatasan pemahaman dan sarana penunjang; perbedaan bahasa (lahjah); perbedaan bentuk atau dasar negara (kekuasaan); dan dominasi dasar-dasar ide atau nilai yang berpengaruh pada kendala rekayasa prasarana yang menjembatani upaya pembumian (Luthfi, 2003).

Atas dasar itu, Shihab kemudian menawarkan cara membumikan al-Qur'an yaitu dengan memahami dan menafsirkan isi dan pesan-pesan AI-Qur'an berdasarkan pendekatan sosio-kultural masyarakat Indonesia, dan metode penafsiran Mawdhu'iy (tematik). Melalui cara/metode ini, pembaca tidak hanya dihadapkan pada hal-hal yang bersifat teoretis semata-mata, tetapi juga pada realitas dan persoalan keseharian masyarakat, disertai dengan jawaban-jawabannya. Selain itu, cara/metode yang ditawarkan Shihab dapat memperjelas kembali fungsi al-Quran sebagai kitab suci, dapat membuktikan keistimewaan al-Quran, dan dapat membuktikan bahwa ayat-ayat Al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat (Shihab, 1994).

Howard menilai pemikiran dan karya Shihab saat itu sangat inovatif, tatkala tafsir al-Quran banyak didominasi oleh para alumni kampus-kampus Barat. Shihab telah memecah kebuntuan kajian tafsir modern tanah air, yang sempat stagnan, bahkan mandek pada 1980-an. Pada dekade itu, beberapa pemikiran tokoh Indonesia sempat menggeliatkan kajian tafsir modern nusantara. Seperti ash-Siddieqy dengan karyanya judul Tafsir al-Bayan, Halim Hasan melalui karyanya Tafsir Alquranul Karim, dan terakhir pendahulu Shihab, yakni Buya Hamka dengan karyanya Tafsir al-Azhar. Namun, hingga sekarang, belum ada lagi karya-karya monumental yang muncul setelah itu (Nashrullah, 2014).

Seperti al-Qur'an, sains sebagai "madzhab suci" para ilmuwan juga harus membumi dan mendekat dalam realitas kehidupan masyarakat. Menjadi pedoman dan petunjuk bagi setiap orang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan maju. Sains atau ilmu pengetahuan sebagai produk intelektualitas dan kecendekiaan manusia seharusnya juga "tidak melangit". Terhenti pada tataran kajian dan publikasi ilmiah, yang pesan-pesannya sangat ekslusif, elitis. Sains tidak boleh hanya menjadi objek hafalan, dan keistimewaannya tertahan pada teori, konsep, rumus, atau simbol-simbol ilmiah, dll. Pekat dengan pesan-pesan teoretis-abstrak yang hanya bisa dipahami secara terbatas di kalangan pakar/ilmuwan/ahli dalam bidang sains masing-masing.

Tak bisa dipungkiri, publikasi ilmiah di jurnal-jurnal dan forum-forum ilmiah skala nasional maupun internasional merupakan sebuah keniscayaan yang yang tidak bisa ditinggalkan dan diganti oleh apapun. Bahkan, selama ini di kalangan pakar/ilmuwan/ahli sains ada adagium "publish or perish", yang telah menjadi "way of life" dalam kehidupan universitas dan komunitas akademik sejak empat dekade akhir 1990an. Ia juga menjadi ukuran bagaimana kecendekiaan/kepakaran (scholarliness) itu didefinisikan dan diukur (Round & Miller, 2005).

Adagium ini telah menjadi kata suci yang meniscayakan kepada para pakar/ilmuwan/ahli sains untuk meneliti dan mempublikasikan hasilnya ke publikasi jurnal/forum ilmiah. Tujuannya, selain untuk memelihara kesinambungan tradisi keilmuan dan kecendekiaan, agar tidak musnah (perish). Tetapi sekaligus merupakan ajang pembuktian penulis atas prestasi akademik yang bisa diraihnya (individu atau tim) agar mendapatkan rekognisi dari institusi dan kemunitas ilmiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun