Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tafsir Baru SU 1 Maret 1949?

16 Maret 2022   08:43 Diperbarui: 16 Maret 2022   08:50 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam sejumlah kanal media masa dan media sosial, publik heboh berpolemik terkait dengan Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara HPKN) (Menkopolhukan). Inti perdebatan sesungguhnya hanya tentang satu hal, yaitu “nama Suharto tidak disebutkan di dalam Keppres”, yang selama ini dikenal publik sebagai tokoh utama dalam peristiwa tersebut. Keppres tersebut disorot sebagai tindakan bunuh diri pemerintah, sebagai keputusan politik yang sulit diterima akal sehat dan “a-historis”, karena menghapus nama Suharto dan jasanya dalam peristiwa heroik tersebut, atau kata sejarawan Asvi Warman “memuat diktum yang kurang solid” (Kompas.com, 05/03/2022).

Menkopolhukan Mahfud MD akhirnya turun tangan. Menganalogikan dengan teks Proklamasi Kemerdekaan RI, dia menjelaskan bahwa bahwa Keppres tersebut bukanlah buku sejarah, sehingga tidak dapat memuat banyak nama yang telibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 (SU 1-Maret 1949). Hanya tokoh-tokoh yang berperan sebagai penggagas dan penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dimasukkan dalam bagian konsiderans Keppres (3/3/2022).

Makna Keppres HPKN

Mencermati Naskah Akademik SU 1-Maret 1949, secara garis besar Keppres tersebut merupakan tindak lanjut aspirasi rakyat DI Yogyakarta yang disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tujuannya  adalah agar peristiwa besar dan penting seperti SU 1-Maret 1949 “mendapatkan pengakuan yang layak” oleh negara. Pengakuan layak yang dimaksudkan adalah:

Pertama, SU 1-Maret layak diakui dan diapresiasi oleh negara sebagai Hari Nasional, karena SU 1 Maret 1949 dalam historiografi Indonesia memiliki makna penting bagi penegakkan dan pengakuan kedaulatan negara baik dari dalam maupun dari luar.

Pengakuan ini sama seperti yang diberikan oleh negara terhadap beberapa peristiwa penting dan bersejarah lainnya. Seperti penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional (Keppres No.67/1961); tanggal 18 Agustus sebagai Hari Konstitusi (Keppres No.18/2008); tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri; tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila (Keppres No.24/2016); dll. Penetapan tanggal-tanggal tersebut sebagai Hari Nasional, karena pada semua tanggal-tanggal tersebut telah terjadi peristiwa penting dan menjadi tonggak-tonggak sejarah dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sesuai Keppres No.2/2022, SU 1 Maret dijadikan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN).

Kedua, SU 1-Maret layak diakui dan diapresiasi oleh negara sebagai hasil “perjuangan kolektif” dari berbagai komponen bangsa. BUKAN hasil perjuangan oleh “seorang tokoh”.

Jika kita mencermati latar belakang sejarah penetapan hari-hari nasional, ada peristiwa sejarah yang terjadi dan ditetapkan atas dasar perjuangan seseorang tokoh. Tetapi, ada juga yang merupakan hasil perjuangan bersama/kolektif. Salah satunya adalah SU 1-Maret. Dalam Naskah Akademik maupun konsiderans Keppres No.2/2022 dinyatakan bahwa peristiwa SU 1 Maret 1945 merupakan peristiwa nasional yang melibatkan berbagai komponen bangsa.

Mereka adalah Hamengku Buwono IX (Sultan Yogyakarta dan Menteri Pertahanan) sebagai penggagas. Panglima Besar Jenderal Soedirman sebagai pemberi perintah; para founding fathers Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai pemberi persetujuan dan penggerak. Didukung oleh Syafruddin Prawiranegara, dan tokoh-tokoh penting lainnya dari kalangan TNI, Kepolisian, Laskar Sabrang, pelajar, pejuang, keraton, ulama, santri hingga rakyat biasa. Mereka semua bahu-membahu menjadi satu kesatuan yang menyatu dalam rangka menyukseskan tujuan untuk merebut dan menegakkan kembali kedaulatan negara pasca proklamasi yang telah dikuasai oleh penjajah (Naskah Akademik, 2022).

Ketiga, SU 1-Maret layak diakui dan diapresiasi oleh negara tanpa harus melahirkan “kultus pribadi”. Dalam Naskah Akademik SU 1 Maret 1949 tegas dinyatakan bahwa selama ini peristiwa SU 1-Maret “cenderung menonjolkan serta mengkultuskan perorangan sebagai tokoh sentral.”

Makna yang hendak disampaikan, seperti dikatakan oleh Kuncoro Hadi, sejarawan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) (Kompas.com, 05/03/2022), bahwa Keppres tersebut ingin membangun paradigma baru yang selama ini seolah hilang dalam historiografi Indonesia. Bahwa sejarah dan pahlawan sejatinya merupakan “peristiwa kolektif,” yang melibatkan peran banyak tokoh, bukan terpusat pada “seorang tokoh” saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun