Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tafsir Baru "Pahlawan" dalam Definisi Yuridis-Formal

9 Februari 2022   18:00 Diperbarui: 10 Februari 2022   15:25 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Data dari Kementerian Sosial

Definisi (konseptual atau operasional) merupakan salah satu unsur dari paradigma (Kuhn, 1970). Setiap orang bisa merumuskan definisi secara individual. Tetapi, definisi sebagai paradigma haruslah yang telah disepakati, digunakan atau dipraktikkan bersama di kalangan komunitas tertentu (keilmuan, profesional, dll). dalam memecahkan masalah atau teka-teki yang dihadapi. Ini berlaku juga untuk definisi "pahlawan".

Selama ini, kajian tentang pahlawan (hero), kepahlawanan (heroism) merupakan objek kajian ilmu sejarah yang dilakukan oleh para sejarawan. Pendefinisian pahlawan dan kepahlawanan pun dilakukan oleh para sejarawan. Namun, pemberian atau penganugerahan "gelar pahlawan" tidak serta-merta bisa dinisbatkan kepada para sejarawan, melainkan kepada Presiden sebagaimana diamanatkan di dalam pasal 15 UUD 1945. Karenanya, bisa jadi, definisi pahlawan dan kepahlawanan dari Presiden tidak selalu segaris dengan definisi yang diberikan oleh sejarawan.

Bangsa Indonesia lahir dari sebuah perjuangan dan kerja keras yang panjang. Tidak hanya bermodalkan semangat dan mimpi untuk mewujudkan kemerdekaan, tetapi dibutuhkan pengorbanan yang besar. Jasa, perjuangan, dan pengorbanan mereka harus menjadi contoh dan teladan bagi kita sebagai generasi penerus bangsa. Karena, "bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa dan perjuangan para pahlawannya", kata Presiden Soekarno.

Persoalan gelar pahlawan akhir-akhir ini menjadi isu yang marak dan menarik untuk didiskusikan. Banyak gagasan yang muncul terkait dengan gelar pahlawan ini. Persoalan pahlawan dan kepahlawanan pun tampaknya tidak lagi hanya dimaknai dalam perspektif sejarah dan/atau kesejarahan yang merupakan domain wilayah kajian sejarawan. Setiap komunitas memiliki perspektif sendiri tentang apa, mengapa, dan bagaimana pahlawan dan kepahlawanan. Bahkan, sejarawan Bondan Kanumoyoso menyarankan agar definisi pahlawan di era milenial perlu diubah, dan mencakup mereka yang dinilai berjasa besar di bidang masing-masing (lingkungan hidup, tenaga kerja, seni, ipteks, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dll.), tidak melulu mereka yang membela kemerdekaan dan kedaulatan yang ancamannya berasal dari luar (Eksa, 2018).

Berdasarkan data dari Kementerian Sosial (Kemsos, 2020; Mirnawati, 2012), gelar pahlawan dianugerahkan pertama kali pada tahun 1959 yang diberikan kepada Abdul Muis, seorang politisi dan penulis. Hingga tahun 2021, penerima gelar pahlawan dari Presiden berjumlah 197 orang. Gelar pahlawan yang dianugerahkan pun beragam, yaitu Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan Nasional (30 orang), Pahlawan Pergerakan Nasional Indonesia (43 orang), Pahlawan Proklamator Indonesia (2 orang), Pahlawan Pembela Kemerdekaan Indonesia (25 orang), Pahlawan Revolusi Indonesia (10 orang), Pahlawan Nasional Indonesia (83 orang), Pahlawan Reformasi Indonesia (4 orang).

Para pahlawan bangsa tersebut berasal dari berbagai etnis di Indonesia, meliputi pribumi-Indonesia, peranakan Arab, Tionghoa, India, dan orang Eurasia, serta berasal dari berbagai kalangan seperti perdana menteri, gerilyawan, menteri-menteri pemerintahan, prajurit, bangsawan, jurnalis, ulama, seorang uskup, dll. Para pahlawan tersebut berasal dari 32 daerah (provinsi) di Indonesia, dan lima daerah terbanyak adalah Jawa Tengah (30 pahlawan), Jawa Timur (27 pahlawan), DI Yogyakarta (23 pahlawan), Sumatera Barat & Utara (@12 pahlawan), Sulawesi Selatan (11 pahlawan), dan Jawa Barat (10 pahlawan) (Tabel 1).

Apa dan Mengapa Pahlawan

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden) terkait dengan pembinaan dan penghargaan terhadap pahlawan, secara yuridis-formal pahlawan didefinisikan sebagai (1) setiap warga negara Indonesia atau seseorang, (2) yang sudah gugur atau meninggal dunia (almarhum/almarhumah) dan telah berjasa dan berkorban untuk bangsa dan negara (NKRI) dalam bentuk (3) melakukan tindakan kepahlawanan berjuang membela NKRI, atau (4) menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia, serta (5) selama hidupnya tidak ternoda oleh suatu tindak atau perbuatan yang menyebabkan menjadi cacad nilai perjuangan karenanya (BPK-RI, 2017).

Dalam definisi tersebut ada 4(empat) aspek yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk disebut dan diberi penghargaan (gelar, tanda jasa, tanda kehormatan) sebagai pahlawan. Pertama, WNI (pribumi atau non-pribumi); kedua, sudah gurur/meninggal dunia; ketiga, berjasa dan berkorban untuk bangsa dan negara (NKRI); dan keempat, tidak ternoda/tercela selama hidupnya. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan, dan tidak berdiri-sendiri atau terpisah.

Pertimbangan Politik Kekuasaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun