Mohon tunggu...
Annisa Maulidya
Annisa Maulidya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

and u gonna be happy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Penyembuhan Diri (Self-Healing) pada Remaja Setelah Putus Cinta: Perspektif Sosiologi

8 Desember 2021   22:27 Diperbarui: 8 Desember 2021   22:33 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh Annisa Maulidya Rakhmah

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Masa remaja diketahui sebagai salah satu masa perkembangan yang paling cepat pada manusia. Pengertian remaja adalah seseorang yang berada dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Menurut WHO, masa remaja terjadi dalam rentang usia 10-19 tahun. Sementara, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, arti remaja merupakan penduduk yang berusia 10-18 tahun. 

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) menyebutkan bahwa rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Masa remaja adalah masa dimana seseorang mulai merasakan berbagai macam emosi dalam kehidupannya karena pada masa ini seseorang mengalami fase perubahan diri yang disebut dengan masa pubertas.

Masalah percintaan, berpacaran bahkan putus cinta pasti sangat identik dengan kehidupan remaja. Hubungan percintaan terutama 'berpacaran' terbangun dari interaksi dua orang yang saling memberi serta menerima afeksi melalui proses yang dinamis. Pemutusan suatu hubungan (relationship dissolution) merupakan hal yang normal terjadi dalam dinamika hubungan berpacaran. 

Dalam bahasa Indonesia sehari-hari, berakhirnya hubungan percintaan diberi label 'putus cinta' atau sudah tidak mempunyai hubungan cinta lagi. Putus cinta adalah kejadian berakhirnya suatu hubungan yang dijalanin antar pasangan. 

Ketika seseorang sedang mengalami putus cinta, tak sedikit bahkan yang bersikap berlebihan. Hal ini dibuktikan dengan seringnya seseorang mengaitkan putus cinta (sebagai konotasi negatif) dengan pupusnya harapan dalam menjalani hidup. 

Ada banyak faktor dan penyebab berakhirnya suatu hubungan percintaan, diantarannya adalah perselingkunghan, menjalin hubungan jarak jauh (long distance reliationship), hilangnya kepercayaan atau rasa bosan, ditentang orang tua, cemburu yang berlebihan (over protective and over act) dan masih banyak yang lainnya.

Ketika putus cinta terjadi, maka remaja akan merasa seolah-olah dunianya runtuh dan menjadi orang yang paling menderita. Remaja cederung akan merasakan banyak emosi yang berkecamuk dalam dirinya, misalnya marah, frustasi, sedih, kecewa dan sakit hati. 

Pada masa ini banyak remaja yang mengalami depresi ringan serta stress berkepanjangan yang diakibatkan dari munculkan pemikiran berlebih atau overthinking. Berdasarkan hasil penelitian, perasaan sedih ketika putus cinta merupakan suatu hal yang umum dan wajar. 

Ttapi, ketika remaja merasakan kesedihannya secara berlebih bahkan hingga mengganggu konsentrasi dalam melakukan kegiatan sehari-hari, maka itu merupakan masalah yang memerlukan upaya atau penyelesaian khusus pada remaja tersebut agar dirinya tetap dapat bangkit dan menjalani hari-hari seperti biasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun