Rutinitas makan malam telah usai, kini saatnya untuk briefing membicarakan rencana untuk esok hari. Tapi, Putri bingung, kenapa teman perempuan yang lain justru kembali ke rumah di saat ia akan bergabung dengan semuanya? Putri pun menghampiri mereka. Ternyata setelah beberapa langkah, mereka telah kembali lagi, mereka hanya mengambil beberapa keperluan saja. Tetapi, setelah menggerakkan kaki beberapa langkah dan melihat ke atas..
“Bulannya bagus ya.”
“Tuan, bulannya indah sekali tuan. Cahayanya terang sekali. Tetapi, wajahmu lebih bersinar daripada bulan itu tuan. Apakah ini pertanda bahwa kau dapat menyinari hatiku tuan? Lihatlah tuan, cahayamu mampu mengalahi bulan itu tuan. Apakah ini sebuah pertanda tuan?”
“....”
“Hehehe, bercanda ya put.”
Seorang laki-laki yang berpostur tubuh lebih tinggi darinya tiba-tiba datang menghampiri Putri untuk menjawab perkataannya. Putri bingung, mengapa laki-laki ini datang menghampirinya dan membacakan puisi untuknya secara tiba-tiba? Putri tersipu malu. Lihatlah, ada banyak pertanyaan yang dilontarkan di dalam puisi itu. Namun, apakah Putri menjawabnya? Tentu saja tidak. Walaupun laki-laki itu menutup akhir puisinya dengan rasa sedikit tertawa dan mengakui candaannya, tetapi tetap saja, hati Putri tak akan pernah bisa berbohong.
...
Tanpa disangka, tibalah saatnya melaksanakan program penutupan kontrak kerjasama mereka. Dua puluh dua orang yang digabungkan di dalam satu kelompok bersedih karena telah sampai di hari perpisahan ini. Aneh memang, padahal dulunya mereka sangat menanti-nanti tibanya hari ini. Dasar manusia.
Mereka semua berencana untuk kembali ke tanah asal mereka pada esok hari. Batin Putri, “setidaknya aku masih ada sisa waktu sehari lagi untuk menghabiskan waktu dengan mereka.” Namun nyatanya, tidak seperti apa yang diharapkan.
“Put, kita pulang besok?”
“Iyaa, hari ini kita istirahat dulu aja abis penutupan. Sama persiapan buat bantu packing barang-barang nanti.”