Ancaman pidana bagi pelaku yang melanggar pasal tersebut tercantum dalam Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yaitu pelaku dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar jika pelaku memenuhi unsur pidana.
Dengan memanfaatkan fasilitas yang ada, akun penyebar hoax ini mungkin membuat resah beberapa pengguna media sosial ini. Berita hoax adalah sebuah berita palsu atau sebuah informasi yang di buat untuk kepentingan golongan, mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai berita tersebut.Â
Salah satu contoh pemberitaan palsu yang saat ini beredar di media sosial adalah pemberitaan politik seperti penistaan agama, atau ujaran kebencian yang dilebih-lebihkan.Â
Contohnya adalah kasus Ahok dan Buni Yani di Pilkada Jakarta 2017 yang memunculkan video Ahok yang di anggap menistakan agama Islam dengan Surat Al Maidah, padahal video Ahok tersebut sudah di edit oleh Buni Yani. Â Hal inilah yang mungkin akan menimbulkan opini di kalangan mahasiswa sebagai pengguna media sosial.
Jejaring sosial media sosial banyak di gunakan untuk bertukar pesan, sekedar saling bertegur sapa, berkomunikasi dengan teman lama atau bahkan melakukan percakapan tatap muka dengan orang baru. Penggunaannya yang praktis dan tidak ribet menjadi jejaring sosial memiliki banyak peminat dan pengguna.Â
Namun dengan banyaknya peminat dan pengguna tersebut banyak akun-akun penyebar berita hoax yang tidak diketahui siapa pelakunya atau dengan akun palsu yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban serta bersifat provokatif.Â
Dimana hal tersebut memunculkan pendapat rata-rata kelompok tertentu yang terdiri dari berbagai macam pikiran, kepercayaan, paham, anggapan, prasangka dan bersifat berubah-ubah.Â
Hal tersebut jika dinilai dari sudut pandang negatif dapat berdampak pada perpecahan atau perseteruan bagi pengguna media sosial. Kerap sekali di temukan berita yang mencatut nama tokoh/seseorang beserta sisi negatifnya. Hal tersebut mampu membuat orang terpengaruh.
Lebih lanjut komunikasi melalui media sosial telah memungkinkan warga dapat menciptakan solidaritas sosial (Hamidiati dkk, 2015: 15). Secara praktisnya media sosial lebih memudahkan para penggunanya untuk berinteraksi, saling silang informasi, bertukar pendapat, ide dan membahas sebuah isu lebih cepat di banding media konvensional yang membutuhkan waktu lebih lama.Â
Solidaritas sosial yang terbentuk itulah yang pada akhirnya mampu mengubah sesuatu yang remeh menjadi layak untuk di bahas dan di perbincangkan.
Sehingga kita sebagai Warga Negara Indonesia, wajib untuk menjaga keharmonisan serta kerukunan antar sesama. Perbedaan bukanlah sebuah permasalahan, akan tetapi perbedaan merupakan sebuah kekayaan yang harus kita jaga atas persatuan tersebut.Â