Mohon tunggu...
Annisa Aprilia
Annisa Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - penname : Nakaito

Manusia tidak akan hidup tanpa kegagalan. Maka dari itu, persiapkan diri kita untuk menelan pahit kegagalan yang menunggu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Full Moon Mystery

13 Juni 2022   10:31 Diperbarui: 13 Juni 2022   10:45 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

TW//Blood

Semua karakter, lokasi, insiden, dan organisasi dalam cerita ini adalah fiksi.


Waktu itu, tengah malam yang dingin tampak ceria dengan sinarnya yang begitu terang benderang. Seorang gadis kecil berusia lima tahun terbangun kala tangan kecilnya tak merasakan kehadiran sang ayah ibu yang seharusnya tidur di sampingnya.

Anak itu kesepian, kakinya mulai menyentuh rasa dingin dari keramik putih di kamar orang tuanya. Kaki mungil itu berjalan ke sana-kemari mencari keberadaan sang tercinta, namun sayangnya si gadis harus menelan pahit ketika ia tak menemukan keberadaan orang tuanya.

Tak menyerah, gadis itu berjalan menuruni tangga yang terasa begitu panjang. Dengan langkah pelannya, ia kembali mencoba mencari sang induk untuk meminta kehangatan.

Si gadis kembali menelan pahit. Hawa keberadaan kedua orang tuanya tidak juga ia temukan. Gadis itu mulai melengkungkan bibirnya. Ia yang menyerah menangis begitu kencang ditemani malam bulan purnama. Ia menyembunyikan air matanya pada lutut dan lipatan tangan. Tangis itu terdengar menyayat, meminta siapapun untuk menghiburnya. Namun, saat itu tak ada siapapun yang bisa memberikan balon atau coklat untuk menghibur dan menenangkan si gadis. 

Semakin lama tangisan itu semakin kencang.

Tiba-tiba suara bisik terdengar dalam indra si gadis. Gadis yang ketakutan itu perlahan mengangkat wajahnya. Mata yang penuh dengan air mata menatap takut setiap sudut rumahnya. 

Gadis itu tak menemukan apapun dalam jangkauannya. Namun suara bising itu semakin terdengar oleh telinganya. Merasa takut, ia menyembunyikan penglihatan di balik telapak tangannya yang mungil.

"Ibu, ayah...." Tangisnya amat lirih.

"Jangan takut!" Suara itu terdengar jelas di telinganya. Namun ketika si gadis berbalik, suara itu lenyap layaknya udara yang ia hempaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun