Mohon tunggu...
Annie Wahyuni
Annie Wahyuni Mohon Tunggu... Lainnya - Sustainabilty Provocateur

more than 15 years in real sustainabiltiy experience from the high mountain to deep ocean. graduate from environmental engineering, social and environment sustainability progress activist, mother of two incredible kids who love nature and social activity. All the article subject to private opinion

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ketika Hujan di Rumah Kakek

8 Januari 2021   15:46 Diperbarui: 8 Januari 2021   15:56 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto:Dede Lukman Hakim

Saya tinggal di rumah Kakek sejak  saya berumur 6 hingga 13 tahun. Rumah  kakek saya berada di pinggir kali. Setiap 3 hari sekali, kakek membuang sampah plastik ke kali. Jika musim hujan, apalagi jika hujan besar, kakek  akan membuang sampah pada saat hujan terjadi. 

Kadang kakek menugaskan saya untuk buang sampah ke kali, tapi lama kelamaan  tanpa di tugaskan saya senang sekali membuang sampah ke Kali.  Saya merasakan keseruan saat hujan besar, saya  melihat sampah yang saya jatuhkan cepat berlari di air Kali.

Setelah 35 tahun kemudian, saya merasakan perasaan berdosa yang belum bisa di maafkan. Sekarang saya tahu plastik itu terbuat dari minyak. Minyak dan air tidak mungkin bersatu atau melarutkan satu sama lain. Alam memerlukan waktu 1000 tahun untuk 'menghancurkan' plastik. 

Plastik yang saya buang di kali waktu itu, mungkin sekarang masih 'hidup'. Bisa jadi 'hidup' di tanah bantaran kali, di himpitan batu di Kali, atau mungkin sudah di laut berenang bersama ikan ikan. Atau bahkan plastik itu dimakan ikan yang kelaparan. Kemudian  ikan itu kemudian dimakan orang. Plastik masuk dalam rantai makanan. Mengerikan!

Dalam laporan United Nation of Environment Program (UNEP) , diperkirakan lebih dari 8.3 Milyar ton plastik telah diproduksi sejak awal Tahun 1950 an. Dan sekitar 60% dari plastik tersebut berakhir di TPA dan lingkungan (sungai, laut, tanah). Pada tahun 2050, diperkirakan akan lebih banyak sampah plastik dibandingkan dengan ikan.  

Yang salah bukan plastiknya. Plastik adalah hasil kemajuan teknologi untuk meringankan manusia. Tidak terbayang jika  hari ini , kita masih menggunakan tembikar untuk membawa makanan dari satu kota ke kota lain, pasti berat di beban. Salah satu penyebab adanya plastik ada dirantai makanan adalah perilaku manusia itu sendiri yaitu membuang sampah tidak pada tempatnya

Untuk memutus plastik di rantai makanan diperlukan upaya aksi bekerja sama. Untuk menumbuhkan kesadaran harus di mulai dari edukasi. Mulai dari masyarakat sebagai konsumen, mengurangi sampah dihasilkan, mulai dari saat belanja " thinking before buying", pilah sampah di rumah, lalu di proses oleh pengelola sampah yang bertanggung jawab. 

Dibutuhkan bukan sekedar penyuluhan, tapi mungkin lebih penting power of emak emak  dalam menyampaikan pesan mengelola sampah.  Pesan pengelolaan sampah, bisa disampaikan juga melalui langganan 'emak emak' seperti kios sayur, tukang sayur, atau di pasar. 

Dunia usaha juga memegang peranan penting dalam mengedukasi pelanggannya (konsumen). Hampir tidak ada satu pun iklan produk di televisi yang mengajak konsumen untuk mengelola sampah plastik yang dihasilkan. 

Padahal iklan di televisi bisa digunakan untuk mengedukasi konsumen secara masif dan bagian dari tanggung jawab perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan. 

Hanya ada gambar kecil di kemasan plastik yang mengambarkan konsumen agar membuang sampah pada tong sampah. Entah masyarakat "ngeh" atau tidak dengan gambar kecil tersebut.

Pemerintah mempunyai tugas yang tidak kalah penting. Pemerintah terus memotivasi masyarakat dalam mengelola sampah. Bisa jadi "punishment" sangat perlu di lakukan saat ini. 

Menyontoh pada Singapura, orang indonesia tertib dalam mengelola sampah plastiknya, bukan karena sadar sampah itu berbahaya jika tidak di kelola. Tapi karena orang indonesia takut di denda. 

Bukan uang sedikit besarnya denda, lebih baik uangnya di pakai belanja. Perbanyak CCTV di area area public yang beresiko, pinggir sungai, lahan kosong, atau tempat wisata bisa jadi upaya yang diperlukan saat ini

Jadi bisakah plastik tidak masuk dalam rantai makanan? Jawabnya adalah bisa. Dengan kita bersama, mulai dari masyarakat dunia usaha dan masyarakat bekerjasama. Mulai dari tahu, mengerti dan paham, bahwa sampah plastik itu perlu di kelola, di jaga agar tidak masuk ke lingkungan.  Indonesia perlu edukasi untuk mengelola sampahnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun