Saat scroll media sosial, saya sering menemukan video orang tua---baik yang muda maupun yang lebih tua---mengeprank bayi mereka. Misalnya, menggunakan filter kamera yang mengubah wajah ibu menjadi monster, pura-pura memberi susu saat bayi sudah antusias, atau menawarkan makanan hanya untuk menariknya kembali saat bayi mencoba meraih.
Setiap kali melihat video seperti ini, saya merasa prihatin. Mengapa ada orang tua yang tega menjadikan bayinya sebagai objek lelucon? Apa tujuannya? Demi hiburan? Demi viral? Demi uang? Apakah kita rela mengorbankan perkembangan emosional anak kita sendiri demi sebuah konten?
Sayangnya, semakin banyak orang yang melakukan ini, semakin dianggap normal. Kita seolah lupa bahwa bayi bukanlah objek hiburan, melainkan individu yang sedang belajar mempercayai dunia di sekitarnya.
Apa Itu Prank?
Mengutip dari  Kompas TV, "prank" berasal dari bahasa Inggris practical jokes, yang berarti lelucon praktis. "Prank" merupakan trik atau lelucon terapan yang dimainkan untuk membuat korbannya kaget, tidak nyaman, atau keheranan. Namun, bayi belum bisa memahami konsep lelucon seperti orang dewasa. Bagi mereka, yang mereka lihat dan alami adalah kenyataan.
Dampak Prank pada Bayi
Menurut Erik Erikson, tahap pertama perkembangan psikososial (0--1 tahun) adalah fase di mana bayi belajar mempercayai orang-orang yang merawatnya. Kepercayaan ini terbentuk jika ia merasa aman, kebutuhannya terpenuhi, dan diperlakukan dengan kasih sayang.
Sebaliknya, jika bayi sering dipermainkan, dibiarkan kebingungan, atau ditakut-takuti, ia bisa tumbuh dengan kecemasan berlebihan dan kesulitan mempercayai orang lain. Bayangkan jika bayi yang lapar dibiarkan berharap, lalu dikecewakan. Jika bayi yang ketakutan justru ditertawakan. Apa yang mereka pelajari dari pengalaman ini?
Coba bayangkan sebagai orang dewasa, Anda sedang sesak napas dan butuh bantuan, tetapi orang-orang di sekitar justru menertawakan Anda. Apa yang Anda rasakan? Tidak nyaman? Tidak berdaya? Mungkin juga marah dan sedih. Inilah yang mungkin dirasakan bayi saat kita menjadikannya bahan hiburan.
Keprihatinan Saya
Saya menulis artikel ini karena saya benar-benar prihatin dengan tren ini. Video-video prank bayi semakin banyak, ditonton jutaan kali, bahkan mendapat banyak komentar yang menganggapnya lucu. Lucu bagi siapa? Bagi bayi yang bingung, cemas, atau ketakutan?