Mohon tunggu...
Annur Diana
Annur Diana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih sekolah

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jika Libya Ada 6 Juta Qadafi, Bagaimana Indonesia?

11 Desember 2012   04:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:51 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ulasan Transparancy International (TI) tentang korupsi yang terjadi di seluruh dunia yang seluruhnya berjumlah 176 negara sangat menarik sekali. Indonesia saat ini lumayan peringkat negara korupnya, yaitu di 118 dari 176 negara tersebut dan masih lebih baik dari negara terkorup seperti Somalia dan Korea Utara yang menempati posisi terbawa.

Menurut TI, tidak ada negara yang bebas murni dari tindak korupsi, bahkan Amerika Serikat pun berada pada posisi 19. Negara yang tingkat kourpsinya melonjak drastis ternyata adalah di beberapa negara yang baru saja mengalami perubahan demokrasi, seperti Tunisia, Mesir dan Libya.  Ada anggapan, bahwa di Libya dulu hanya ada seorang Qadafi, tapi sekarang ada lebih dari 6 juta Qadafi di Libya. Wauu.. bukan main, mereka pintar menggunakan kesempatan.

Bagaimana dengan Indonesia? Percaya tidak percaya, anggapan di Libya hanya 1-2 dengan Indonesia, terutama setelah Indonesia mengalami perubahan dari orde baru ke era reformasi. Bayangkan bila hal tersebut terjadi, berarti ada sekitar 6 juta koruptor  berkaliber Qadafi di Indonesia ini. Apalagi ditambah dengan sistim otonomi daerah dan pemilihan secara langsung. Tentunya praktek balik modal terjadi dan bohong kalo mereka bilang keluar uang demi rakyat!

Pada kenyataannya memang hampir sama anggapan di Libya dengan kenyataan di Indonesia yang konon dahulu di era orde baru kekuasaan hanya tertumpu pada seorang, sekarang ini kekuasaan terpencar sesuai dengan besaran wilayah. Di era orde baru tidak pernah terdengar ada koruptor kakap tertangkap dan ramai dimedia massa, tapi sekarang semakin banyak mereka si koruptor-koruptor yang tersenyum melambaikan tangan minta dukungan di KPK.

Betapa lelahnya KPK dan Para Pegiat Anti Koruptor jika memang demikian, mungknin hanya seujung kuku yang berhasil diberantas, sedangkan koruptor lain keburu pasang strategi tobat atau ikut berteriak anti korupsi.

Tidak usah jauh-jauh, coba lihat betapa berkuasanya sang oknum kepala sekolah nakal pada bandrol biaya masuk diawal tahun ajaran. Apakah itu sah atau memang disahkan saja asal sama-sama menguntungkan beberapa pihak, pastinya oleh mereka yang berada diatas wewenang kepsek. Ada beberapa sumber berita dimana terjadi keresahan pada beberapa sekolah berlabel RSBI dengan rencana pemerintah yang akan menggelontorkan wajib belajar 12 tahun, seribu alasan keresahan diutarakan yang ujung-ujungnya adalah basi.

Kemudian beberapa kepala daerah yang sudah masuk perangkap KPK, yang dulu di jaman orde baru tidak ada seorang kepala daerah tertangkap dan diadili seperti sekarang. Ini jelas sekali anggapan yang terjadi di timur Tengah tidak beda jauh dengan kenyataan di Indonesia.

Di era orde baru tidak pernah ada tawuran massal antar kampung atau demonstrasi anarkis model sekarang, karena konon langsung door jika terjadi waktu itu oleh penguasa orde baru. Sekarang memang demokrasinya lebih baik, tapi masyarakatnya belum siap, jadi amburadul dan kebablasan. Sebentar-bentar demonstrasi, tidak setuju dengan peraturan ngamuk, dan lain sebagainya. Bukannya hal tersebut akan menghambat ekonomi saja, bahkan sebagian demo atau unjuk rasa tidak murni untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak. Kalau yang demo hanya sepuluh, dua puluh, berwajah sangar yang kerap ditemui didepan-depan BUMN atau departemen, itu mewakili siapa dan untuk siapa? Demo omong kosong! Tapi ada juga sebagian demo yang memang murni tidak dibayar, seperti demo memperjuangkan kenaikan UMR atau demo sosial lainnya seperti demo masalah Palestina. Bukan berarti era Orde Baru lebih baik dari era saat ini, ini hanya sedikit mengungkap fakta sebagai perbandingan.

Balik ke anggapan Libya, jika ternyata terjadi juga di Indonesia, berarti sangat berat pekerjaan rumah KPK. Enam juta koruptor kakap harus di bekuk dan dijebloskan ke penjara. Gimana jika tidak ada KPK, mungkin dari 6 juta koruptor kakap akan beranak pinak menjadi 100 koruptor kakap plus teri di Indonesia, mulai dari tingkat elit hingga tingkat RT bisa ada.

Semoga saja KPK mampu dan kuat mengatasinya, karena pastinya si musuh koruptor yang belum terjerat jaring KPK cukup lumayan banyaknya. Bukan rahasia umum jika terjadi kegaduhan jika berkaitan dengan KPK, sampai-sampai masyarakat mengumpulakan coin sebagai rasa simpati untuk membangun gedung KPK yang baru. Ini jelas, KPK memang masih musuh besar dari jutaan koruptor yang masih bebas.

Untuk KPK dan seluruh pegiat Anti Korupsi, saat ini masyarakat yang tidak korupsi masih lebih banyak dari koruptor yang terlahir. Semua pasti dukung KPK untuk tetap ada dan terus ada hingga Koruptor hilang satu per satu ditelan jaman, meski oleh waktu yang tidak bisa ditentukan kapan korupsi di Indonesia akan lenyap.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun