Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak JK, Ini Alasan "Minoritas" Lebih Kaya dari "Mayoritas" [Bagian-2]

26 Mei 2017   17:19 Diperbarui: 2 Juni 2017   17:20 3194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Quote Soekarno, sumber gambar : blogger.com

Trilogi Penyebab Ketimpangan Mayoritas dan Minoritas di Indonesia - Bagian 2

Kini kita memasuki penyebab kedua, yaitu mental. Tadinya ingin membahas sistem ekonomi, tetapi ternyata mental inilah dasar dari rusaknya sistem ekonomi, yang akhirnya menyebabkan kesenjangan.

Mental pekerja keras, bukan santai.

Mental apapun dikerjakan, tidak pilih-pilih, bukan gengsian.

Mental menabung, hemat, cenderung pelit, bukan foya-foya tetangga punya apa, kita harus punya apa.

Mental berjuang dan tahan banting, bukan ingin semuanya instant.

Itu semua bila dirangkum adalah mental perantau, apapun ras dan agamanya. Kebetulan saja kaum “Minoritas” banyak yang terdiri dari perantau.

Hal ini terbukti di tingkat lokal hingga international, perantau dari desa ke kota (misalnya Jakarta, Surabaya dst), cenderung lebih pekerja keras, rajin dan sukses daripada penduduk asli kota tsb. Hal yang sama terjadi di USA, kenapa USA menjadi negara adidaya? Karena penduduknya adalah imigrants dari seluruh dunia.

Perantau/imigrant apapun ras dan agamanya, selalu lebih nekad, mempunyai will power dan kekuatan bertahan hidup (survival) yang lebih kuat, itu sebabnya secara otomatis juga, hasil kerja mereka lebih baik = lebih sejahtera.

Hal ini berbanding terbalik dengan mental "tuan rumah", yang cenderung santai karena merasa berada di zona nyaman, kampung halaman sendiri, dimana keluarga besar ada disisinya.

Solusinya? Tiada lain, perbanyak mental perantau di Indonesia dengan program transmigrasi antar daerah maupun TKI besar-besaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun