Mohon tunggu...
Anna Kurniawati
Anna Kurniawati Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga

Ibu Rumah Tangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fatima Mernissi dan Perempuan Indonesia

22 Juli 2021   07:58 Diperbarui: 22 Juli 2021   08:10 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fatima Mernissi, adalah seorang Profesor dalam bidang Sosiologi di Universitas Muhammad V Rabat. Lahir di salah satu harem di Kota Fez Maroko Utara pada tahun 1940-an. Mernissi berasal dari keluarga kelas menengah. Semasa kanak-kanak, Mernisi tinggal bersama dengan sepuluh orang bersepupu baik laki-laki dan perempuan di dalam rumah besar. Ia menempuh penddikan sekolah Al Qur'an, sebagaimana tradisi keluarganya untuk memperkenalkan Al Quran sebelum menempuh pendidikan umum. Selain guru Al Qur'an di sekolah, orang yang sangat berpengaruh terhadap pemahaman terhadap Al Qur'an adalah neneknya. Neneknya mengajari Mernissi pemaknaan terhadap Al Qur;an dengan baik, hal yang tidak dia dapatkan di sekolah. Guru di sekolah hanya memintanya untuk menghafal ayat Al-Qur'an tanpa menerangkan arti dan makna yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut.

Mernissi kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan tingkat pertama dalam Sekolah Nasional serta Sekolah Menengah Atas pada sebuah Sekolah Khusus Wanita (sebuah lembaga yang dibiayai oleh Pemerintah Perancis).

Mernissi dimasa remaja adalah perempuan yang aktif dan mandiri. Masa remaja Mernissi diisi dengan sebuah gerakan menentang Kolonialisme Perancis untuk merebut kemerdekaan Nasional. Setelah tamat dari Sekolah Menengah Atas, ia melanjutkan studi ke Universitas Muhammad V Rabat, jurusan sosiologi dan politik. Di jurusan inilah Mernissi belajar berbagai pemikiran dalam bidang sosiologi dan politik. Dia kemudian pergi ke Paris untuk bekerja sebagai jurnalis. Interaksi dengan jurnalis membuatnya memiliki banyak wawasan dan pengetahuan. Selanjutnya Mernissi melanjutkan pendidikan Sarjananya di Amerika Serikat dan pada tahun 1973 dia melanjutkan study Doktoral hingga  memperoleh  gelar Ph.D dalam bidang Sosiologi dari Universitass Brandies. Disertasi Mernissi berjudul: Sexe Ideologi et Islam yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab Al Jins Kahandasat Ijtima'iyat.

Sekembalinya ke Maroko, Mernissi bekerja pada Departemen Sosiologi Universitas Muhammad V di Rabat. Ia juga tercatat sebagai peserta tetap dalam konferensi-konferensi dan seminar-seminar internasional, serta menjadi Profesor tamu pada Universitas California di Barkeley dan Universitas Harvard.

Mernissi merupakan feminis Arab muslim, pengaruhnya melebihi intelektual di lingkunganya. Mernissi juga dikenal dengan baik di negerinya sendiri maupun di luar negeri terutama Perancis. Mernissi adalah penganut Sunni yang bermazhab Maliki, mengingat mayoritas muslim Maroko menganut Mazab tersebut. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda dan Jepang. Mernissi sering mengadakan perjalanan keliling ke negara-negara Islam untuk berceramah seperti di Kuwait, Mesir, Turki dan lain-lain.

Tokon-tokoh yang mempengaruhi pemikiran Fatima Mernissi antara lain Ibn Hisyam, Ibn Hajar, Ibn Sa'ad, dan al Thabari serta ulama-ulama lainnya. Tokoh yang mempengaruhi Mernissi bukanlah dari Barat, akan tetapi tokoh-tokoh dari Muslim sendiri.

Tokoh lain yang mempengaruhi pemikiran Mernissi diantaranya adalah Qasim Amin. Pengaruh pemikiran Qasim Amin tersirat dalam buku mernissi antara lain Beyond the Veil:Male-Female Dynamics in Modern Society, yang membahas mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan. Mernissi mengutip pendapat Qasim Amin yang berpendapat bahwa laki-laki lebih kuat dari perempuan baik secara fisik dan intelegensia dikarenakan lakilaki diberi kesempatan terjun langsung dalam aktivitas kerja, sehingga mereka menggunakan otak dan fisiknya. Seandainya wanita juga diberi kesempatan yang sama, maka daya pikir dan kekuatan fisiknya akan sama dengan apa yang dicapai oleh laki-laki.

Mernissi heran mengapa pesan egalitarian di masa kini terdengar begitu asing bagi orang di kalangan masyarakat muslim, sehingga mereka mengatakan sebagai barang impor dari Barat? Padahal sebenarnya kesetaraan atau kesamaan tersebut merupakan ajaran-ajaran pokok dalam Islam. Tokoh lain yang mempengaruhi pemikiran Mernissi adalah Syaikh Muhammad Al Ghazali. Berawal dari peristiwa yang terjadi di Pakistan, ketika Benazir Bhutto berhasil memenangkan pemilihan umum pada tanggal 16 November 2988 sebagai Perdana Menteri Pakistan yang baru. Nawaz Syarif yang pada waktu itu merupakan pemimpin oposisi berteriak atas nama Islam, : belum pernah sebuah Negara Muslim diperintah oleh seorang wanita". (Mernissi, 1994). Dengan menguti hadits, Nawaz Syarif dan pendukungnya mengutuk peristiwa ini sebagai yang melanggar hukum alam, karena selama 15 abad Islam, mulai tahun pertama Hijrah (622M) hingga sekarang, penanganan permasalahan rakyat di negeri-negeri Muslim merupakan hal istimewa dan monopoli kaum pria sepenuhnya.

Kesetraaan dalam Islam menurut Mernissi

Islam sangat mengafirmasi kesetaraan laki-laki dan perempuan. Hal ini didasarkan pada gagasan monoteisme (tauhid) yang tidak hanya bermakna personal, tapi juga sosial. Ide monoteisme mengimplikasikan prinsip kemerdekaan manusia yang berarti juga adanya perinsip kesetaraan manusia secara universal. Surah Al Ahzab ayat 35 turun sebagai respon Allah terhadap protes perempuan yang dilakukan oleh Ummu Salamah terhadap Nabi yang menganggap Allah tidak memperlakukan perempuan sama dengan laki-laki.

Ummu Salamah mempertanyakan mengapa hanya kaum laki-laki yang hijrah saja yang disebut dalam Al Qur'an? Sementara perempuan juga melakukan hijrah?Ummu Salamah merupakan salah satu perempuan yang ikut hijrah bersama Nabi sebanyak dua kali untuk mendukung perjuangan Islam, yakni dari Mekkah ke Ethiopia dan dari Mekkah ke Madinah. Ayat tersebut melengkapi ayat-ayat lain tentang kesetaraan manusia, menunjukkan visi dan misi Islam untuk mengakkan dan memberi kepastian secara mutlak terkait dengan kesetaraan seksual.Di ruang publik atau ranah sosial politik, perempuan juga memiliki tanggung jawab sosial untuk memperjuangkan reformasi sosial dan sekaligus mendapatkan balasan atas tindakannya tersebut sama seperti laki-laki. Nilai kesetaraan sosial ini kemudian diperkuat dengan hadirnya surah An-Nisa' yang berbicara tentangg pemihakan Islam terhadap kaum perempuan yang selama ini dimarginalkan dalam tradisi Arab pra-Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun