Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibuku "Toksik" dan Mewariskan "Toksisitas" Kepadaku

25 November 2020   18:00 Diperbarui: 25 November 2020   18:03 1525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thinkstockphotos.com via Kompas.com

“Aku marah dan sedih. Aku telah berusaha mengikuti semua kemauan ibu. Terkadang aku merasa seperti pretzel, diuleni, dipelintir, dipanggang … I have gone through such a long and painful process … aku bahkan seringkali merasa tidak bebas menjadi diriku, hanya untuk menyenangkan hati ibu.

Lalu, ketika menstruasiku tidak lancar akibat ketidakseimbangan hormon, ketika aku sakit dan membutuhkan dukungan … ibuku mengira aku melakukan perbuatan tak terpuji, beliau mengira aku hamil di luar nikah.

Setiap kali dimarahi dan dipukul ibu, aku berusaha memahami apa yang melatarbelakangi kemarahannya. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa semua itu dilakukannya karena cinta. Toh, aku bisa mengambil nilai-nilai positif seperti jangan salah langkah, harus kerja keras …

Tetapi setelah semua didikannya yang demikian keras, ibuku tetap tidak percaya bahwa aku memegang teguh semua nilai positif yang ditanamkannya. Aku kecewa, namun lagi-lagi aku memilih diam. Bersyukur saja, bahwa penyakitku terdeteksi dan aku mendapatkan pengobatan yang kuperlukan.”

Refleksi Tentang Cinta Ibu

People photo created by karlyukav - www.freepik.com
People photo created by karlyukav - www.freepik.com

Saya mengajak Swanny berefleksi bersama tentang cinta ibu. Kami sepakat bahwa semua ibu mencintai anak-anak mereka. Hanya saja, ada ibu yang karena sesuatu dan lain hal, tidak dapat mengekspresikan cintanya dengan cara yang tepat.

Satu hal yang menurut kami dapat meringankan kekecewaan terhadap ibu adalah merefleksikan pengorbanan ibu yang rela mengandung anak selama kurang lebih 9 bulan di dalam rahimnya serta mempertaruhkan nyawa untuk memberi kehidupan kepada anaknya. Pengorbanan ini adalah bukti cinta.

Hal lain adalah prinsip bahwa semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Sangat tidak adil melabeli orang tua yang keliru dalam mengekspresikan cinta, sebagai orang tua yang toksik atau tidak menyayangi anak.

“Rasanya aku harus mohon ampun pada ibu karena telah melakukan kebodohan besar dengan melabeli beliau "toxic mother" dan  mengklaim bahwa beliau mewariskan toksisitas kepadaku.

Refleksi membantu aku menyadari bahwa ‘toxic mother’ itu timbul dari persepsi kita. Ketika kita memandang cinta dan pengorbanan ibu serta niat baiknya, semua perlakuan yang dikatakan ‘toksik’ itu dapat dimaklumi.

Lalu, bagaimana jika anakmu menganggapmu toksik? Saya dan Swanny sepakat bahwa satu-satunya pilihan adalah tetap mencintai dan mendoakan mereka. Jika anak merasa perlu mengambil jarak, beri mereka kesempatan melakukannya. Itu adalah hak mereka yang harus dihargai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun