Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mari Bicara tentang Uang

10 Juli 2020   00:14 Diperbarui: 10 Juli 2020   00:06 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bicara tentang uang? Dengan siapa? Dengan pacar? Aduh, matre banget sih? Belum tentu nanti jadi nikah dengan dia, sudah mau kepo soal uang?”

Tidak dapat dipungkiri, masih banyak kalangan yang menganggap bahwa membicarakan tentang uang adalah sesuatu yang tabu, terutama dengan pacar. Namun, baiklah kita simak pembicaraan dua orang sahabat di bawah ini.

“Kami memang tidak secara spesifik membicarakan rencana pengelolaan uang ketika mempersiapkan pernikahan, tetapi kami membuat Perjanjian Pra-Nikah. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Karena itu, suamiku ingin hasil kerjaku dan hasil kerja dia dikelola bersama. Tetapi aku merasa tidak nyaman dengan pengaturan seperti itu. Aneh rasanya semua harta yang diperoleh setelah menikah harus menggunakan nama berdua.” curhat Erin kepada Luna, sahabatnya.

“Kami sebaliknya. Kami tidak membuat Perjanjian Pra-Nikah. Pada awal pernikahan, kami sepakat bahwa suami sebagai kepala keluarga bertanggung jawab atas seluruh pengeluaran rumah tangga. Kami membagi anggaran rumah tangga menjadi beberapa kelompok besar: 

makanan (termasuk susu bayi), pakaian, tas, sepatu (termasuk sesekali ke salon), kesehatan (termasuk olahraga), pendidikan anak, kontribusi bulanan untuk orangtua dan mertua, pengeluaran rutin lainnya seperti listrik, air, gaji asisten rumah tangga dan baby sitter, asuransi (kami punya asuransi jiwa, asuransi kesehatan dan asuransi pendidikan anak) dan tabungan.” Luna bercerita tentang caranya mengelola keuangan keluarga. 

“O iya, untuk tabungan, kami mengelola dari sisa gaji masing-masing dan atas nama masing-masing. Suamiku tipe investor yang agresif. Dia banyak main saham. Kalau aku sih, lebih suka yang aman-aman saja. Sekian persen dari sisa penghasilan, aku depositokan sebagai dana darurat. Selebihnya aku main di reksadana dan obligasi. Untuk obligasi pun, aku hanya berani main di obligasi pemerintah.” Lanjut Luna lagi.

“Suamimu menanggung seluruh pengeluaran rumah tangga?” Erin tak dapat menyembunyikan rasa kagumnya.

“Sebagian besar, pada awalnya.” Luna tersenyum kecut. “Aku hanya menanggung kontribusi bulanan untuk orangtuaku. Kalau sesekali aku sedang jalan-jalan sendiri ke mall dan aku naksir baju, aksesoris, sepatu atau tas tertentu, ya aku beli pakai uangku sendiri. Selebihnya seluruh pengeluaran rumah tangga menjadi tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga. Itu pada awalnya. 

Tapi sejak gajinya dipotong tiga puluh persen akibat pandemi COVID-19 sementara gajiku tidak dipotong, dia mulai meminta aku berkontribusi lebih. Aku sampai berpikir mau buka rekening baru tanpa sepengetahuan dia, untuk menampung bonus-bonus berkala kita. Dia cukup tahu gaji tetap aku saja. Kalau bonus kan, aku bisa beralasan akibat pandemi kita tidak dapat bonus lagi. Sudah bagus gaji aku tidak dipotong. Aku tidak mau makin lama dia meminta aku berkontribusi makin banyak lagi.”

“Hm, mulai muncul bibit-bibit kebohongan ya,” Erin tersenyum menggoda sahabatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun