Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Kalah dalam Debat Capres Kedua?

21 Februari 2019   00:00 Diperbarui: 22 Februari 2019   05:32 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Debat Capres ke-2 telah berlangsung, Minggu malam (17-02-2019), dan hasil sementara dari polling dadakan yang dilakukan sejumlah lembaga, menunjukkan Jokowi mengungguli Prabowo.

Memang jika tujuan debat pilpres untuk mempertahankan argumentasi mengenai misi dan visi yang ditawarkan guna menjawab permasalahan bangsa lima tahun ke depan, Prabowo layak dinyatakan kalah dengan skor 3-2 untuk keunggulan Jokowi. Tetapi jika tujuan debat sekedar untuk menunjukkan kesantunan dan kejujuran. Skor bisa terbalik, jadi 3-0 untuk kemenangan Prabowo.

Tampaknya Prabowo kurang paham dengan tradisi debat yang biasa dilakukan para aktivis mahasiswa, anggota DPR, atau para Senator di Amerika. Kesalahan fatal dan mejadi blunder beberap kali dilakukan Prabowo baik dalam Debat Capres 2014, dan terulang kembali dalam Debat Capres 2019 kedua yang lalu. Mungkin maksud Prabowo ingin bersikap ksatria atau gentle, dengan mengakui kebenaran argumentasi lawan debatnya. 

Misalnya, beberapa kali Prabowo mengatakan, saya mendukung itu. Bahkan pada debat yang lalu lebih parah lagi. Karena Prabowo bukan hanya mengatakan saya mendukung lawan debatnya. Tetapi masih ditambahi komentar agak konyol, "Lho, kalau memang baik, kenapa tidak saya dukung? Kenapa saya harus diadu-adu?" 

Kalimat itu jelas blunder besar dari Prabowo. Sebab tujuan debat itu memang untuk adu argumentasi. Dengan mengatakan saya mendukung, itu menunjukkan ibarat petinju yang sedang berlaga di ring tinju, Prabowo sudah melemparkan handuk putih dan menyerah kalah kepada Jokowi.

Debator yang berpengalaman, walaupun dia menyetujui argumen lawan debatnya, tidak akan bernah mengatakan kalimat, "Saya mendukung". Ada banyak pilihan kata yang bisa dipakai untuk menyatakan persetujuan agar posisi kesetaraan terhadap lawan debat dapat dipertahankan. Misalnya, saya paham itu, tetapi.... Atau, soal itu saya sepakat, tetapi saya punya solusi lain lebih baik. Dan lainnya lagi.

Mungkin debat akan lebih menarik jika Prabowo berani melakukan serangan dan mempertahankan serangan yang telah dilancarkannya secara konsisten. Serangan yang dilancarkan Prabowo ketika menanyakan kebijakan impor Jokowi, sebenanya sudah cukup bagus. Sayang Prabowo cepat terpukau dengan angka-angka impor jagung yang dijelaskan Jokowi. Angka memang sebaiknya dilawan dengan angka. 

Tetapi tidak harus. Angka juga bisa dilawan dengan kalimat kualitatif. Misalnya, ketika Jokowi memaparkan angka-angka import jagung yang menurun,  Prabowo sebenarnya bisa melakukan serangan balik yang simpatik dengan memakai kalimat kualitatif. 

Misalnya dengan mengatakan,"Import jagung memang turun. Sayang Bapak lemah dalam mengendalikan menteri-menteri Bapak, sehingga angka penurunan impor jagung, jauh di bawah target yang Bapak janjikan sendiri. Padahal kalau Bapak tidak banyak blusukan selama memimpin kabinet, angka penurunan import jagung akan lebih besar lagi, dan devisa akan dapat dihemat lagi."

Demikian pula ketika Jokowi menjelaskan bahwa sekalipun produksi beras surplus, tetapi import tetap dilakukan dalam rangka menjaga ketersediaan stok dalam negeri. Prabowo dengan mudah bisa melakukan serangan balik. 

Misanya, dengan mengatakan "Sayang Bapak tidak paham Ekonomi Pembangunan dan Ekonomi Makro. Jika Bapak paham, untuk menjaga ketersediaan stok, sementara produksi dalam negeri sedang surplus, tidak perlu dilakukan import. Sebab kebijakan yang Bapak ambil itu, bukan hanya memboroskan devisa, tetapi juga membuka peluang munculnya kartel pangan, penyalahgunakan ijin import, gratifikasi, kebocoran anggaran, dan memperbesar defisit neraca perdagangan yang defisitnya sudah cukup besar." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun