Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Aidit dan Suharto

18 September 2018   07:14 Diperbarui: 18 September 2018   09:36 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dipa Nusantara Aidit adalah seorang gembong komunis Indonesia. Penguasa Orde Baru memvonisnya sebagai otak dibalik tragedi G.30.S/PKI. Perjalanan hidupnya terhitung cemerlang. Tapi dipuncak karir politiknya, Aidit dengan cepat terpuruk diujung peluru yang bukan hanya menamatkan karir politiknya. Tetapi juga menghabisi nyawanya. Dia dianggap sebagai tokoh paling bertangggung jawab atas penculikan tujuh Jendral Angkatan Darat pada peristiwa tragedi berdarah akhir September 1965.

Lahir di Tanjungpandan, Belitung, pada 30 Juli 1923 dari keluarga muslim. Dipa Nusantara Aidit, bukan anak orang miskin. Lebih-lebih lagi, bukan anak proletar, gembel, dan kromo. Orang tuanya bahkan lebih makmur dari orang tua Suharto.  Aidit dua tahun lebih muda dari Suharto. Ayahnya seorang mantri hutan, rumahnya dari kayu dan sudah menikmati aliran listrik. Sedangkan Suharto, ayahnya hanya petani biasa di desa Kemusuk, Godean, sebuah desa kecil di bagian barat Yogya. Suharto lahir pada tanggal 8-Juni-1921. Aidit dan Suharto  pun sama sama generasi awal tahun dua puluhan abad ke-20. Keduanya sama-sama kaya cita-cita, dengan kadar yang berbeda. Aidit bercita-cita menjadi pemimpin revolusi untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Suharto bercita-cita membangun masyarakat yang cukup sandang pangan dan papan. Bukan melalui revolusi proletar, tetapi melalui revolusi industri. Aidit melejit lebih dulu dari Suharto.

Ketika tamat HIS, ayahnya Abdullah Aidit, mengirimkan anaknya itu ke Jakarta. Usianya saat itu baru 13 tahun. Semuda itu dia sudah berani meninggalkan kampung halamannya, dan merantau ke Ibu Kota. Di Jakarta, Aidit berhasil menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Dagang Pertama, setingkat SMP pada jaman sekarang. Agaknya itulah pendidikan formal tertinggi yang berhasil diraih Aidit. Sama dengan Suharto, pendidikan formal tertinggi yang berhasil diraih Suharto juga hanya setingkat SMP, yakni SMP Muhammadiyah di kotanya.

Bakat Aidit sebagai seorang organisator segera tampak. Pada usia 16 tahun, dia sudah melejit menjadi Ketua Persatuan Timur Muda (1939), sebuah organisasi lintas suku agama dan ras. Anggotanya ada Jawa, Sunda, Sumatra, Arab, China, dan Indo. Agama anggotanya pun beragam. Ada Islam, Kristen, Hindu, dan lainnya lagi. Tetapi Aidit berhasil menyatukannya. Pada tahun itu juga, Aidit masuk ke dalam barisan organisasi Gerindo yang didirikan oleh Mr.Amir Syarifuddin dan Wikana. Agaknya, perkenalannya dengan Mr.Amir Syarifudin dan Wikana, itulah yang membawa Aidit menjadi pejuang nasionalisme kiri militan.

Pada jaman Jepang, Aidit berkenalan dengan Muhammad  Yusup, salah seorang Ketua PKI Ilegal yang didirikan Muso pada tahun 1935 di Surabaya. Begitu Jepang masuk, PKI Ilegal diobrak abrik Jepang. Muso dengan cekatan segera melarikan diri kembali ke Rusia. Perjuangan PKI Ilegal pun diteruskan oleh anak buah Muso, yakni Mohammad Yusuf dan kawan-kawannya. Basis perjuangan PKI Ilegal pun dipindahkan dari Surabaya ke Jakarta.

Agaknya perkenalannya dengan Mohammad Yusuf itulah yang membawa Aidit, dari pejuang nasionalis kiri, menjadi pejuang komunis. Terutama setelah dia membaca Das Kapital, buku karangan Marx yang dipinjamnya dari Muhammad Yusuf. Sebagai seorang dengan latar pendidikan Sekolah Dagang, dengan mudah Aidit terpukau isi buku Das Kapital, yang tidak mudah dipahami oleh orang dengan latar belakang pendidikan non ekonomi. Sejak membaca buku itu, Aidit mulai dipenuhi dengan gagasan revolusi kaum proletar yang harus dipimpin PKI untuk mewujudkan masyarakat komunisme. Yakni masyarakat tanpa kelas, tanpa peninandasan, tanpa hak milik, dan rakyat hidup sama rata sama-rasa. Bagi Aidit dan kaum Komunis, Revolusi Proletar, menggulingkan kekuasaan kaum borjuis kapitalis, dan feodal merupakan satu satunya jalan untuk mewujudkan masyarakat komunis.

Aidit baru dua puluh tahun, ketika buku Das Kapital dengan mudah dilahapnya sampai habis. Kemampuan Aidit memahami ramalan dan ajaran Karl Marx, tampaknya lebih baik dari Sukarno yang baru mendalaminya ketika usianya sudah sekitar 27-28 tahun. Dan sejarah keberhasilan revolusi kaum Bolshevik, yakni kaum Komunis Rusia yang menunggangi Revolusi Februari 1917 telah  mengilhami dan  memukau Aidit, sehingga sejak itu dia benar-benar menjadi kader komunis muda  militan.  "Kisah perjuangan kaum revolusioner yang heroik dan mengagumkan," pikirnya setiap kali mengenang perjuangan kaum Komunis Rusia dalam Revolusi 1917.

Setelah pemerintahan Tsar tumbang, Alexander Kerensky berhasil memegang kendali pemerintahan Rusia. Kerensky berpendapat sikap moderat dan hati-hati, pasti akan membawa perbaikan bagi kelas pekerja dan juga seluruh rakyat Rusia.Tetapi kaum Bolshevik dengan gigih menentangnya. "Perjuangan kelas harus diarahkan kepada kediktatoran proletar, sebagai masa peralihan untuk menghilangkan perbedaan kelas, dan proses menuju masyarakat tanpa kelas." Seru kaum Bolshevik tidak sabar.

Akhirnya setelah berkuasa sembilan bulan, pemerintahan Kerensky mengalami krisis. Kaum Bolshevik pimpinan Lenin yang lebih militan cepat  bergerak. Perang singkat pun pecah. Pada Oktober-1917, pemerintahan transisi pimpinan Alexander Karensky digilas habis kaum Bolshevik yang dengan cepat menyusun kekuatannya sendiri. Diktator Proletariat pertama di muka bumi pun berhasil ditegakkan. Tetapi perbedaan kelas tidak lenyap juga. Muncul klas baru, klas para penguasa partai komunis. Feodalisme gaya baru. Yang bahkan lebih kejam dan lebih ganas. Rakyat pun tak berkutik. Tapi bagi Aidit muda, petualangan tokoh-tokoh komunis Rusia dalam merebut kekuasaan, tetap memukau dan mengagumkan.

Aidit terus melangkah dan berkembang. Dia segera berkenalan dengan tokoh-tokoh PKI Ilegal lainnya, seperti Lukman. Setelah menjadi pejuang komunis, Aidit menempa dirinya dengan memasuki sejumlah organisasi yang didirikan orang-orang berhaluan nasionalis kiri. Antara lain Angkatan Muda yang didirikan Chaerul Saleh dan Barisan Pelopor yang diprakarsai Jepang. Sebelum masuk Barisan Pelopor, Aidit juga aktif mengikuti kursus politik yang diselenggarakan Biro III Angkatan Laut Jepang. Pemberi materi kursus adalah para pemimpin nasionalis yang terkemuka seperti Bung Karno, Hatta dan Mohammad Yamin.

Bintang Aidit mulai menanjak pada awal kemerdekaan. Ketika itu Wikana berhasil mendirikan organisasi pemuda yang diberi nama Angkatan Pemuda Indonesia (API). Aidit berhasil duduk di jajaran pengurus. API adalah organisasi pemuda yang pertama kali didirikan setelah Indonesia Merdeka. Dengan posisinya itu, Aidit langsung melejit menjadi tokoh nasional bersama Wikana. Lebih-lebih setelah duet Wikana-Aidit berhasil menyelenggarakan Konggres Pertama Pemuda Indonesia pada tanggal 9-11 November 1945 di Yogyakarta. Melalui konggres itu Wikana dan Aidit berhasil membentuk PESINDO(Pemuda Sosialis Indonesia). Pada saat itu, Suharto baru mengawali karir militernya di TNI di Kota Yogya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun