Mohon tunggu...
Anjrah Lelono Broto
Anjrah Lelono Broto Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis freelance

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hakekat Pembelajaran Behavioristik

11 Juni 2011   02:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:38 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh Anjrah Lelono Broto *)

Belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dengan respon yang diberikan atas stimulus tersebut. Dapat pula kita pahami bahwa stimulus dekat maknanya dengan aksi yang merangsang munculnya reaksi.

’Behavior’ dalam bahasa Indonesia istilah ini cenderung dimaknai sebagai pola kebiasaan yang dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu. Dalam proses pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, dikenal salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan adalah model pembelajaran behavioristik. Model pembelajaran ini menempatkan pembiasaan sebagai inti dari proses pembelajaran.

Lalu apa hakekat pembelajaran behavioristik?

Thorndike, salah satu tokoh aliran Pembelajaran Behavioristik, (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dengan respon yang diberikan atas stimulus tersebut. Dapat pula kita pahami bahwa stimulus dekat maknanya dengan aksi yang merangsang munculnya reaksi. Dengan kata lain, hubungan stimulus-respon yang diungkapkan Thorndike di atas sama artinya dengan hubungan aksi-reaksi.

Thorndike menambahkan bahwa dari berbagai situasi yang dialami (diberikan) pada individu akan melahirkan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada koneksitas (ikatan antara situasi dan respon). Di sinilah, kedekatan antara pengajar (guru) dengan pebelajar (siswa) menjadi modal mendasar koneksitas. Selain itu, suasana dan kondisi dimana komunikasi tersebut dibangun juga menempati posisi yang dominan.

Selanjutnya, Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:

Pertama, Hukum Latihan (Law Of Exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi antara stimulus dan respon dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.

Kedua, Hukum Akibat (Law Of Effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.

Penganut paham Psikologi Behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hampir senada dengan Hukum Akibat (Law Of Effect) Thorndike tersebut di atas. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus dan respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif (reinforcement positive) dan penguatan negatif (reinforcement negative).

Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku.

Dalam aplikasinya, tentu bapak-ibu guru pengajar yang lebih senior dari penulis tentu lebih memahaminya. Pemberian penguatan dan larangan yang diberikan oleh guru pengajar merupakan bentuk langsung upaya membangun kebiasaan positif demi perubahan yang lebih baik. Perubahan yang lebih baik merupakan esensi dari kegiatan belajar yang dilakukan pebelajar (siswa). Jadi, membangun kebiasaan positif pada diri individu sejalan dengan hakekat Pembelajaran Behavioristik adalah tugas mendasar guru sebagai pengajar, fasilitator proses pembelajaran yang dilakukan pebelajar (siswa).

**********

*) Litbang Lembaga Baca-Tulis Indonesia (LBTI)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun