Mohon tunggu...
Anjas Prasetiyo
Anjas Prasetiyo Mohon Tunggu... lainnya -

Belajar dari Anda Semua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Keluarga yang Memberdayakan Anak

29 Juni 2017   11:23 Diperbarui: 29 Juni 2017   11:37 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto: koleksi pribadi penulis)

Ada satu hari istimewa di bulan ini. Tepatnya hari ini, Kamis, tanggal 29 Juni yang ditetapkan pemerintah sebagai Hari Keluarga Nasional. Hari tersebut penting untuk diperingati sebagai bahan renungan tentang makna sebuah keluarga. Tak hanya bertujuan untuk memenuhi hasrat biologis setiap manusia .Berkeluarga sejatinya merupakan suatu ikhtiar mulia dalam menumbuhkan generasi penerus yang cerdas, santun serta bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara.

Perkara menumbuhkan 'generasi jempolan' ini tidak bisa dilepaskan dari pola asuh orang tua, terutama ibu. Sebagai pendidik utama, ibulah yang pertama kali menanamkan konsep benar atau salah, boleh atau tidak kepada anak pada masa awal pertumbuhannya. Peran ayah juga tak kalah penting. Ia berperan dalam membangun mentalitas tangguh, keberanian dan sikap tegas seorang anak. Bila ingin anak baik, baik ibu maupun ayah mesti kompak menjalankan peran masing-masing.

Zaman berganti. Begitu pula dengan generasi yang tumbuh bersamanya. Di tengah gencarnya penggunaan internet seperti sekarang ini, lahirlah generasi baru. Mereka adalah Generasi Milenial yang memiliki karakter berbeda dengan dari generasi pendahulu. Keakraban dengan internet membuat mereka lebih terbuka dan reseptif terhadap informasi dari luar. Pergaulan mereka pun banyak dilakukan di dalam media sosial.

Gaya hidup seperti di atas memunculkan tantangan tersendiri bagi orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Mereka tumbuh menjadi pribadi yang kritis. Berbekal informasi yang mudah didapat, anak-anak zaman sekarang tak segan mengungkapkan opininya terhadap sesuatu bahkan berani berdebat sengit dengan orang tua. Terlebih lagi bilamana apa yang dinasihatkan orang tua keliru di mata anak. Situasi ini menuntut orang tua harus bisa ngemong anak-anaknya.

Orang tua harus memosisikan diri sebagai partner dialog yang baik. Otoritas anak dalam berpendapat harus diakui. Berpendapat seyogianya dilihat sebagai upaya inisiatif sang anak dalam menyikapi suatu hal. Contohnya dalam menyikapi ujaran kebencian (hate speech) yang sering menyesaki media sosial dewasa ini. Orang tua harus aktif membuka dikusi dengan anak tentang perilaku tersebut. Anak bisa ditanyai pendapatnya dan didorong menemukan gagasan terbaik dalam menyikapi fenomena tersebut dengan bijak.  

Kebebasan adalah karakter lain yang dimiliki oleh Generasi Milenial. Termasuk dalam memilih sekolah, kegiatan atau pun hobi yang ingin ditekuni. Mereka tak mau terbelenggu oleh pilihan orang tua. Mereka memilih sesuatu karena memang suka. Sebagai orang tua, tentu paksaan  kepada anak-anak harus dihindarkan. Apa pun yang dipilih anak, asal itu baik baginya, mestinya harus didukung. Dengan begitu, mereka dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan potensinya.

Namun, tak boleh berhenti di situ saja. Orang tua harus mengajarkan si buah hati agar konsekuen terhadap pilihannya. Contohnya, anak dibiasakan untuk mengikuti jadwal kegiatan yang telah dipilih secara teratur tanpa bayang-bayang rasa malas. Akan lebih baik lagi, bila sang anak mampu mengukir prestasi pada bidang yang ia geluti. Dalam jangka panjang, membiarkan anak untuk memilih sesuatu akan bermanfaat bagi kehidupannya pada masa depan. Kebebasan menentukan pilihan dapat membentuk sikap tegas dan percaya diri seorang anak dalam menghadapi setiap tantangan hidup.

Keteladanan orang tua juga harus ditunjukkan. Mereka tidak boleh banyak bicara tanpa memberikan contoh nyata. Misalnya, menyuruh anak belajar tanpa didampingi karena sibuk sendiri bermain gawai adalah tindakan yang salah. Contoh lain, membiasakan anak membuang sampah pada tempatnya. Orang tualah yang sebaiknya mengawali pertama kali tindakan tersebut. Libatkan pula anak-anak dalam setiap pekerjaan rumah. Caranya dengan membagi tugas kepada masing-masing anak. Selain bertanggung jawab mengerjakan tugas secara mandiri, mereka juga dituntut bisa bekerja sama dengan saudara-saudaranya.

Anak-anak adalah cerminan orang tua. Baik buruknya mereka tergantung pada pendidikan keluarga. Maka budi pekerti perlu ditanamkan ke dalam diri anak sedini mungkin melalui pendidikan agama dan pengajaran kearifan lokal yang kita miliki. Sebagai pribadi yang merdeka, otoritas mereka dalam menentukan pilihan juga harus dijamin. Perlu didukung penuh supaya bisa berprestasi dalam bidang yang ia pilih. Inilah namanya pendidikan keluarga yang memberdayakan anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun