Mohon tunggu...
anjasni muarti
anjasni muarti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Selalu ada malam setelah siang

Kemandirian mesti diperjuangkan dalam Kesetaraan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin Berlumuran Ketidakpercayaan

21 Mei 2019   22:58 Diperbarui: 21 Mei 2019   23:31 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia adalah warisan untuk anak cucu. | pr-sekolahku.blogspot.com

KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu serentak yang diawasi oleh Bawaslu telah menetapkan hasil Pemilu dengan kemenangan Pasangan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin untuk masa bakti 2019-2014. Banyak hal yang terjadi dalam proses pemilu yang dalam persepsi publik penuh dengan kecurangan yang tidak terselesaikan. Diantaranya adalah soal DPT yang menggelembung sampai dengan 17 juta. 

Kemudian, proses kampanye yang tidak jelas antara cuti dari jabatan sebagai kepala negara dengan kampanye sebagai paslon. Hal ini menambah ketidakpercayaan publik kepada jokowi. Berbagai tudingan secara serempak muncul dalam berbagai lini masa di media sosial. Memang sulit untuk membedakan ucapan seorang Kepala Negara dengan seorang calon Presiden. Dan ini adalah ujian kepemimpinan bagi Jokowi. 

Secara hukum KPU telah menyelenggarakan pemilu serentak dengan payung hukum Undang-undang. Menggunakan anggaran negara yang besar sejumlah 24 triliun lebih. Hal ini membutuhkan akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Sebab hal ini dibiayai dengan uang rakyat dalam APBN.

Ada pekerjaan besar menanti di depan mata. Dimana rekonsiliasi politik adalah langkah yang semestinya ditempuh. Namun tidak menjadi perhatian dari Pemerintahan. Malah berujung dengan keluarnya dugaan makar terhadap beberapa tokoh oposisi, diantaranya adalah Eggi Sudjana, Kivlen Zein dan juga termasuk masyarakat biasa yang tersulut amarah kepada respon pemerintah.

Bila melihat secara objektif, maka sulit untuk mengakatan bahwa ada kemauan baik dan keinginan untuk mencaikan bentuk polarisasi dalam masyarakat. Bertubi-tubi demonstrasi yang hadir untuk mendapatkan jawaban, malah dianggap tidak ada sama sekali. Kesan adalah pembiaran bahwa ada arus people power untuk melakukan makar terhadap pemerintah.

Dengan jarak suara yang hanya 11% dengan perbandingan 55,50 untuk Pasangan Paslon 01 dan 44,50 untuk Paslon 02. Menandakan bahwa ada yang mesti diselesaikan dalam waktu dekat untuk menkondusifkan politik setelah pemilu serentak. 

Bila hal ini terus dibiarkan dan menjadikan gelombang demonstrasi bagian dari perlawanan terhadap pemerintah. Maka, akan terjadi gelombang ketidakpercayaan terhadap kinerja pemerintahan. Apalagi dengan tidak terealisasinya janji-janji sewaktu kampanye. Gelombang ini sulit untuk dijinakkan tanpa ada untuk menyelesaikan pokok-pokok persoalan. 

Penyelesaian ini dapat ditempuh dengan menegakkan keadilan yang tidak tebang pilih. Kemudian meminta maaf kepada masyarakat tentang kejadian-kejadian yang diluar kewenangan hukum. Hal ini mampu menyejukkan hati masyarakat yang terbawa oleh gelombang kebencian yang datang bertubi-tubi tanpa jeda. 

Dan kepercayaan yang mulai tumbuh, dikuatkan dengan langkah-langkah politik merangkul elemen-elemen untuk dialog dalam kerangka kebangsaan dan tentu tidak tebang pilih mengundang siapapun ke Istana Negara.

Bila, hal ini tidak dilaksanakan, maka lumuran ketidakpercayaan akan meluber dan sulit dikendalikan dampak terhadap efektifitas pemerintahan. Dan semoga elit politik juga mau untuk menahan ucapan dan tindakan untuk tidak terus menyemburkan kebencian dan hasutan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun