Mohon tunggu...
Anjani Siswo
Anjani Siswo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

twitter: @anjanisiswo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kawat Gigi Sebagai Fashion : Mau Mati?

30 Oktober 2013   20:39 Diperbarui: 4 April 2017   18:29 59273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13831518601397957510

[caption id="attachment_298338" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption]

‘Iya, udah 3 tahun tapi sengaja ngga aku lepas dulu, buat gaya sih, biar keren.’

Ada yang salah dengan mindset anak muda di Indonesia, malangnya juga beberapa negara lain di Asia seperti Malaysia dan Thailand, yang menganggap bahwa memakai kawat gigi atau lebih dikenal dengan ‘behel’ adalah fashion.

Kebanyakan orang menganggap bahwa memakai behel menunjukkan status sosial seseorang. Memasang behel bukanlah harga yang murah, justru bisa dibilang cukup mahal. Di Bangkok memasang behel dikenai biaya sekitar 1200 dolar AS (sekitar 11 juta rupiah) dan di Indonesia sendiri sekitar 7 hingga belasan juta rupiah, tergantung pada kasus gigi dan rahang pasien. Seseorang yang memasang behel juga harus mengeluarkan biaya lebih untuk kontrol per tiga minggu hingga sebulan sekali yang sekiranya menghabiskan uang minimal 100 ribu rupiah sekali control. Belum termasuk perawatan dengan sikat khusus dan pembelian obat kumur. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang sanggup memasang beheld an hal tersebut mengklasifikasi sebagian orang menjadi golongan-golongan tertentu.

Orang-orang kemudian berlomba-lomba memansang behel terlebih karena hal tersebut sudah menjadi tren fashion. Bahkan bukan hanya wanita saja namun kaum lelaki pun tertarik. Hal yang sangat disayangkan adalah seringkali orang-orang yang latah tren tersebut sudah memiliki gigi yang rapi dan melupakan fungsi utama dari pemasangan behel itu sendiri yaitu untuk merapikan gigi. Bahkan tidak jarang yang memaksakan untuk memasang behel berbahaya.

Kenapa saya bilang ‘behel berbahaya’ karena behel yang dipasang tidak jelas kualitas dan kredibilitasnya. Mahalnya pemasangan behel di dokter gigi spesialis orthodonti dan maraknya minat orang-orang memasang behel membuat oknum-oknum tidak bertanggungjawab memutar otak. Oknum tidak bertanggungjawab tersebut membuat behel tiruan atau biasa disebut behel lepas pasang. Behel ini marak diperjualbelikan di online shop, tempat kecantikan, tukang gigi, bahkan kios-kios pinggir jalan. Tentu saja dengan harga yang jauh di bawah behel yang dipasang di instansi resmi (seperti RSGM atau rumah sakit dengan sp. Ortho). Saya sudah melakukan beberapa survey mengenai harganya dan berkisar dari 100 ribu hingga jutaan. Bahkan di kios sepanjang Malioboro, Yogyakarta, anda bisa mendapatkannya dengan harga 30 ribu rupiah saja!

Bayangkan perbandingan harga yang sangat jauh tersebut. Orang-orang kemudian berlomba-lomba memasang behel palsu tersebut tanpa memikirkan risiko terhadap penggunaannya. Bukan hanya harga yang terjangkau namun juga ketidaktahuan orang-orang tentang risiko dan bahayanya. Nah! Inilah topic yang kemudian akan saya share di sini.

Saya juga menggunakan behel, bukan karena saya ingin bergaya atau mengikuti tren fashion, lebih karena saya ingin merapikan gigi saya. Kenapa saya ingin mengulas tentang behel adalah keprihatinan saya terhadap beberapa orang yang menanyakan pemasangan behel kepada sayapadahal notabene gigi mereka sudah rapi. Bahkan ada yang terang-terangan bercerita bahwa tujuan mereka memansang hanyalah untuk fashion dan gaya.

Saya juga mendapati teman-teman saya menggunakan behel lepas-pasang dan beberapa memasang behel permanen di tukang gigi dengan harga murah. Ketika saya menanyakan berapa biaya yang dikeluarkan untuk memasang behel di tukang gigi jawabannya bervariasi. Ada yang menjawab sekitar 1 juta rupiah (sudah atas bawah), ada yang 300 ribu rupiah, dan ada yang membeli behel paket secara online dan memasangnya di tukang gigi dengan biaya murah. Hal ini membuat saya bertanya-tanya, ‘kualitas seperti apa yang ditawarkan behel-behel tersebut?’

Harga menentukan kualitas, tidak dapat dipungkiri. Coba bayangkan, kawat dan bracket seperti apa? Cina kah? Besi daur ulang kah? Hal tersebut terus saja menari-nari di pikiran saya. Terlebih ketika ibu saya bercerita bahwa anak temannya sedang opname karena mulutnya mengalami pembengkakan dan infeksi serius akibat pemasangan behel di tukang gigi untuk gaya-gayaan. Benar-benar membuat saya ingin sekali berbagi dengan kalian semua, mengubah mindset kita tentang fashion dan kesehatan.

Pemasangan kawat gigi yang tidak tepat dapat menyebabkan iritasi gusi akibat kualitas kawat, membuat gusi berdarah, dan lebih parahnya membuat penularan penyakit dan menyebabkan kematian. Penggunaan kawat gigi haruslah ekstra rajin dalam membersihkan kotoran di sela-sela bracket, kawat, dan gigi. Lebih sempurna lagi menggtunakan obat kumur untuk membersihkan dari bakteri dan sisa makanan.

Behel yang dipasang sembarangan dapat merusak letak dan fungsi gigi yang sebenarnya. Bracket yang dipasang pada gigi dapat menkan dan menggeser gigi yang sudah rapi dan membuat tulang gigi di bawahnya bergeser, goyah, bahkan lepas. Analoginya seperti pagar yang ditekan terus-menerus. Masih mau gigi yang sudah rapi justru rusak, berantakan, dan tidak simetris akibat ingin bergaya? Atau gigi luarnya sudah rapi namun tulang di dalam gusi justru menjerit-jerit tidak keruan? Atau mengalami erubahan struktural pada bentuk wajah yang diakibatkan oleh susunan gigi pasien yang tidak normal? Atau mengalami gusi berdarah, infeksi, penularan dan penyebaran penyakit, bahkan kanker, untuk jangka lama karena menelan kandungan logam pada behel yang tidak terjamin kualitasnya, kemudian mati?

Sebagai contoh adalah gadis berusaia 14 tahun di Chonburi, Thailand, yang mati akibat memakai behel yang dibelinya dari kios pinggir jalan. Dia mengalami infeksi tiroid dan akhirnya meninggal. Masih amu keukeuh memakai behel untuk fashion saja?

Sekarang tinggal bagaimana mengubah mindset kita, bahwa jangan mengambil keputusan jangka pendek dengan memasang behel untuk sekadar gaya dan murah. Pikirkan risiko jangka panjangnya, pikirkan keuntungan dan kerugiannya.

Ingat! Kalau mau pasang behel sebaiknya di dokter spesialis orthodonti. Pada dasarnya tukang gigi/ahli gigi, bahkan dokter gigi (yang bukan spesialis orthodonti) tidak memiliki lisensi untuk memasang behel. Harga yang diberikan rumah sakit atau klinik dokter sp. Ortho memang tinggi mengingat kualitas dan aman atau tidaknya. Dokter akan meminta foto struktur gigi dan melakukan prosedur lainnya guna menentukan ukuran bracket, struktur gigi dan perawatan yang pas, serta rencana selanjutnya seperti akankah dicabut beberapa gigi untuk memberi ruang.

Biaya yang saya keluarkan untuk pemasangan tidak sedikit. Saya tidak akan menyebutkannya, namun kisarannya sama seperti yang sudah saya sebutkan sebagai standar harga di RSGM atau klinik sp. Ortho. Biaya control berkisar 100ribuan.

Pada kasus gigi saya, saya sudah mencabut 3 gigi saya untuk memberi ruang. Saya juga harus rutin kontrol ke dokter minimal 3 minggu sekali untuk mengganti karet, mengecek kawat, gigi, dan lain sebagainya. Saya harus rajin membersihkan sisa makanan di sela bracket dan gigi saya.

Pada awal pemasangansaya harus makan bubur selama seminggu karena rasa sakit akibat pemasangannya. Setiap control saya juga harus merasakan gigi saya ditekan dan rasanya ngilu. Walaupun demikian, terkadang dokter menganjurkan untuk meminum obat tertentu untuk mengurangi rasa sakit.

Memasang behel bukan hanya perkara gaya, fashion, dan kesehatan. Persiapkan mental dan disiplin untuk control. Ingat! Sgala hal membutuhkan proses, tidak ada yang instan.

Cantik atau tampan itu tidak harus latah pada tren yang salah. Pilihlah mana yang baik dan benar. Sayangi gigimu, sayangi segala pemberian Tuhan. Kamu bisa tunjukkan sisi cantikmu dari hal lain kok.

Ayo! Jadi remaja Indonesia yang cerdas!

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun