Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kekaisaran Qing: Kepulauan Paracel Bukan Bagian dari China

20 September 2021   17:17 Diperbarui: 20 September 2021   17:20 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terjemahan surat dari Kemenlu Kekaisaran untuk Henry Bax-Ironside, British Legion, Peking, 8 Agt 1899. | Sumber: British National Archives/Bill Hayton

Pada tanggal 19 Januari 1974, China menginvasi Hoang Sa dan menguasai seluruh Hoang Sa dari Vietnam Selatan. China membunuh 75 tentara Vietnam dalam Perang Kepulauan Paracel 1974. China adalah negara pertama yang menggunakan militer dalam sejarah sengketa LCS.

Hak historis China dan Garis Sembilan Putus-nya yang kontroversial (sekarang Sepuluh Garis Putus) ditolak oleh Vietnam, Filipina, Malaysia, Indonesia dan banyak negara.

Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) yang berbasis di Den Haag menolak hak historis China dan peta Sembilan Garis Putus-nya di LCS karena China telah menandatangani Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan meratifikasinya. Klaim China bertentangan dengan prinsip dan aturan UNCLOS.

Bukti baru Hayton telah menarik banyak perhatian di antara sejarawan global dan pakar maritim.

Nguyen Nha, seorang sejarawan Vietnam terkenal, mengatakan kepada RFA bahwa surat yang baru ditemukan itu dapat menjadi bukti berharga lainnya bahwa China tidak memegang kepemilikan Paracel sejak zaman kuno seperti yang selalu ditegaskan.

Menggemakan pandangan serupa, sejarawan Norwegia dan peneliti LCS Stein Tonnesson mengatakan bahwa surat itu "mungkin mengkonfirmasi sumber lain yang menunjukkan bahwa Kekaisaran Qing pada saat itu tidak menganggap Paracel sebagai wilayah China".

"Tetapi pada tahun 1909 hal itu terjadi, dan saya tidak yakin kurangnya klaim pada tahun 1899 akan membatalkan klaim yang dibuat sepuluh tahun kemudian," katanya.

Ketiadaan surat asli dalam bahasa Mandarin menjadi masalah besar dalam perdebatan tersebut.

Ian Storey, seorang rekan senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, memperingatkan:

"China akan mengaburkan masalah ini dengan mempertanyakan keaslian surat tersebut," ujar Storey.

Hayton bilang ia akan mencari surat aslinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun