Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gencatan Senjata Berakhir di Sahara Barat, Orang Indonesia Menyesalkan Langkah Terbaru Polisario

22 November 2020   06:36 Diperbarui: 22 November 2020   07:35 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duta Besar Maroko Ouadia Benabdellah (kanan) sedang bertemu dengan Presiden Joko Widodo (kiri) dan Menteri Luar negeri Retno LP Marsudi (kedua kiri) di Istana Presiden dalam upacara penyerahan surat kepercayaan kepada Presiden.| Sumber: Kedutaan Besar Maroko di Jakarta

"Tindakan yang terdokumentasi ini merupakan tindakan destabilisasi yang telah direncanakan sebelumnya, yang mengubah status daerah tersebut, melanggar perjanjian militer dan merupakan suatu ancaman nyata bagi keberlanjutan gencatan senjata," kata Kementerian.

Intervensi tersebut, kata FAR, adalah 'non-ofensif', dan tidak ada tentara Maroko yang terluka dalam operasi tersebut. Polisario memang melepaskan tembakan ke tentara Maroko di Guergarate sebelum melarikan diri ke wilayah Mahbes, di mana mereka melancarkan serangan lain. Tentara Maroko menangkis kedua serangan tersebut.

Banyak negara, seperti Uni Arab Emirat, Bahrain, Kuwait, Oman, Arab Saudi, Qatar, Yordania, Mesir, Sao Tome dan Principe, Djibouti, Republik Afrika Tengah, Komoro dan Gabon, mengecam tindakan Polisario dan mendukung tindakan Maroko dalam melawan milisi di zona penyangga. 

Menanggapi hal ini, Polisario menyatakan pada 14 November bahwa gencatan senjata yang telah berlangsung selama 29 tahun antara Polisario dan Maroko tidak lagi berlaku. Keesokan harinya, diumumkan bahwa mereka akan memobilisasi ribuan sukarelawan untuk berperang melawan Maroko. 

"Ribuan sukarelawan yang telah menyelesaikan pelatihan mereka sedang bersiap untuk pergi ke wilayah militer," kata Mohamed Salem Ould Salek, 'menteri luar negeri' Republik Demokratik Arab Sahrawi (SADR), pemerinthan Polisario, kepada AFP.

Tetapi Maroko mengumumkan bahwa mereka akan tetap berpegang pada gencatan senjata 1991. Raja Maroko Mohammed VI, menurut Duta Besar Ouadia, melakukan percakapan telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres baru-baru ini untuk membahas situasi terbaru di zona Guergarate. 

"Selama percakapannya dengan Guterres, Yang Mulia Raja berkata bahwa Kerajaan Maroko akan terus mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan ketertiban dan menjamin pergerakan orang dan barang yang aman dan lancar di wilayah perbatasan antara Kerajaan dan Republik Islam Mauritania," kata Kementerian Luar Negeri Maroko dalam sebuah pernyataan.

Banyak orang Indonesia menyesalkan tindakan provokatif Polisario, yang mengganggu perdamaian, dan menghargai tindakan serta upaya Maroko untuk mengembalikan perdamaian di Sahara Barat.

"Polisario tidak memiliki niat baik. Anda tidak bisa menyelesaikan semua masalah dengan menggunakan kekerasan. Kedua belah pihak duduk bersama dan menyelesaikan masalah melalui negosiasi damai," kata Dr. Arisman, seorang pakar dan direktur eksekutif Pusat Kajian Asia Tenggara (CSEAS) di Jakarta, kepada penulis baru-baru ini.

Senada dengan itu, jurnalis senior dari Jakarta mengecam Polisario.

"Langkah Polisario untuk membatalkan gencatan senjata adalah sebuah langkah mundur. Tindakannya akan membawa lebih banyak penderitaan bagi orang-orang Sahrawi. Mereka melakukan ini pada saat sulit pandemi COVID-19," kata Muhammad Anthoni, jurnalis veteran Indonesia, kepada penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun